Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan hampir separuh dari total lahan bersertifikat di Indonesia dikuasai oleh segelintir kelompok.
Nusron sebelumnya menjelaskan dari total 70,4 juta hektare areal penggunaan lain (APL) yang berada di bawah kewenangan ATR/BPN, sebanyak 55,9 juta hektare atau 79,5 persen telah terpetakan dan bersertifikat.
Hal itu disampaikan dalam paparan mengenai distribusi dan penguasaan lahan nasional dalam acara Pengukuhan dan Rakernas I PB IKA-PMII Periode 2025-2030.
"Dari 55,9 juta hektare (lahan bersertifikat) itu, 48 persen dari 55,9 juta, katakanlah 56 juta, dari 48 persen itu hanya dimiliki, sekali lagi, baik HGU maupun HGB, hanya dimiliki oleh 60 keluarga di Indonesia," ujar Nusron di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Minggu (13/7).
"Jadi dari 55,9 juta hektare, 48 persennya itu hanya, bukan dimiliki, salah-salah, hanya dikuasai, salah, maaf, hanya dikuasai, kalau miliknya masih milik negara, tapi hanya dikuasai oleh 60 keluarga di negara," tegasnya.
Menurutnya, penguasaan ini tidak dilakukan secara langsung oleh individu, melainkan melalui berbagai badan hukum atau perusahaan.
"Yang kalau dipetakan PT-nya, PT-nya bisa berubah macam-macam. Tapi kalau di-tracking siapa beneficiary ownership-nya, BO-nya, itu hanya 60 keluarga," katanya.
Ia menilai ketimpangan tersebut sebagai hasil dari kebijakan masa lalu yang belum berpihak.
"Inilah problem di Indonesia, kenapa terjadi kemiskinan struktural? Karena ada kebijakan yang tidak berpihak. Ada tanda petik, kalau kami boleh menyimpulkan, ada tanda petik kesalahan kebijakan pada masa lalu," ujar Nusron.
Pemerintah saat ini, lanjutnya, mengusung perubahan dengan tiga prinsip, yakni keadilan, pemerataan, dan kesinambungan ekonomi.
Ia memaknai prinsip kesinambungan sebagai upaya mempertahankan pelaku usaha yang sudah berjalan, sementara prinsip keadilan dan pemerataan berarti lahan baru tidak lagi diberikan kepada pihak-pihak yang sebelumnya sudah menguasai terlalu banyak.
"Yang sudah ada jangan dimatikan. Kalau ada barang baru, jangan diberikan kepada mereka lagi," kata Nusron.
(del/rds)