Koalisi Sipil Gelar Aksi Protes RKUHAP, Komisi III DPR Undang Audiensi
Koalisi masyarakat sipil melakukan aksi dan mendesak Komisi III DPR untuk debat pulik soal perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau RKUHAP di depan gerbang kawasan parlemen, Jakarta, Senin (14/7) siang.
Namun, tak ada pimpinan maupun anggota Komisi III DPR yang menemui massa aksi di depan Gerbang Pancasila, kompleks parlemen, Jakarta Pusat. Belakangan diketahui Komisi III DPR meminta agar koalisi sipil beraudiensi secara resmi di dalam gedung wakil rakyat tersebut.
Demikian dikutip dari akun X milik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang diunggah pukul 15.24 WIB.
"Tiba-tiba banget disuruh masuk, katanya buat RDPU [...] Tiba-tiba banget udah ada link siaran langsungnya di akun Komisi 3 DPR," demikian ditulis akun tersebut.
"Padahal mah pak, kalau emang niat undang RDPU bisa banget buat surat resmi panggilannya," kelanjutannya.
Dikonfirmasi terpisah, koalisi sipil memberikan syarat untuk memenuhi permintaan Komisi III DPR menggelar audiensi di ruang rapat membahas RKUHAP yang tengah dibahas maraton oleh pemerintah dan legislatif tersebut.
"Kami setia pada agenda. Agenda awal yang kami desain adalah di luar dengan debat publik. Ketika dibawa masuk kami keberatan, karena audiensi juga enggak bisa masuk. Sama aja pakai logika tadi, anggota enggak bisa semua ikut," kata Ketua LBH Jakarta, Fadhil Alfathan saat dihubungi, Senin petang.
Fadhil mengungkap alasan pihaknya ingin agar audiensi atau debat digelar di luar di kompleks parlemen. Pertama, dia ingin agar publik masyarakat mengetahui dan bisa menyampaikan aspirasi secara terbuka.
Dia meyakini hal itu tidak akan terjadi jika audiensi digelar di dalam ruangan rapat. Kedua, kata Fadhil, permintaan audiensi itu dilakukan untuk mendobrak ruang partisipasi.
"Bisa jadi kalau kami enggak datang, kami enggak diminta masuk. Jadi, sesederhana dengan agenda yang kami susun dari awal sih," katanya.
Fadhil mengakui bahwa pihaknya sempat satu kali diminta beraudiensi tertutup membahas RKUHAP bersama Ketua Komisi III DPR Habiburokhman. Audiensi kala itu dilakukan pascalebaran Idulfitri atau sekitar awal April 2025 lalu.
Namun, pihaknya keberatan karena rapat digelar tertutup dan diklaim sebagai rapat dengar pendapat umum (RDPU). Padahal, itu hanya rapat biasa, dan harusnya dilakukan secara berkala.
"Harusnya pertemuannya berkelanjutan, tapi ternyata enggak," kata Fadhil.
Ke depan, lanjut dia, Koalisi meminta ke depan agar ada pertemuan secara terbuka dan substantif. Fadhil mengaku terbuka rapat digelar di ruang rapat Komisi III, namun harus dipersiapkan dengan matang.
Pada agenda hari ini, debat dan audiensi antara koalisi sipil dan Komisi III DPR itu gagal lantaran kedua pihak ngotot menolak ajakan masing-masing.
Koalisi meminta audiensi digelar di luar alias di depan gerbang Pancasila kompleks parlemen. Sementara, Komisi III DPR meminta audiensi digelar di ruang rapat.
Pernyataan Komisi III DPR
Terpisah, Komisi III DPR sekaligus Ketua Panja RKUHAP, Habubirokhman menggelar jumpa pers dan menolak ajakan koalisi sipil untuk beraudiensi di luar kompleks parlemen.
Sebagai gantinya, Habib mengaku telah mengajak koalisi sipil beraudiensi di ruang rapat Komisi III DPR.
"Silakan datang. Ini rumah rakyat, rumah mereka. Datang ke sini, memberikan lagi aspirasinya seperti apa," kata Habib.
Menurut Habib, dia tak mungkin datang sendiri untuk mengakomodasi semua tuntutan koalisi masyarakat sipil. Sebab, pembahasan RKUHAP harus melibatkan semua unsur fraksi yang tergabung dalam Panja.
"Ini kan pembahasan undang-undang oleh komisi. Percuma ngomong dengan Habiburokhman sendiri. Lebih baik datang ke sini, ngomong semua partai, insyaallah hadir," katanya.
Protes pembahasan DIM
Fadhil mengatakan salah satu yang diutarakan pihaknya dalam aksi itu adalah keberatan atas rapat pembahasan daftar inventarisir masalah (DIM) RKUHAP digelar secara kilat hanya dalam dua hari untuk sekitar 1.600 poin.
Dia menilai itu masih menyisakan banyak masalah.
"Ya tentu [bersedia di dalam], dengan persyaratan tadi. Satu, kasih tahu dulu yang dibahas apa, kemudian dokumen dikasih ke kami, berikan kami waktu untuk mempelajari, dan kami kemudian kami akan sampaikan masukan kami," kata dia.
"Enggak bisa kita dateng planga plongo dan kemudian enggak jadi apa-apa," imbuh Fadhil.