Komisi II DPR memberi kewenangan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendgari) untuk mengevaluasi badan usaha milik daerah (BUMD) yang dianggap tak memberi keuntungan.
Ketentuan itu telah disepakati Komisi II DPR dalam rapat bersama Menteri dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Rabu (16/7). Dalam rapat tersebut, Komisi II mendorong Kemendagari untuk segera menerbitkan aturan terkait pembinaan dan pengawasan BUMD.
"Mendorong Mendagri untuk menerbitkan Peraturan Mendagri tentang pembinaan dan pengawasan BUMD dalam urusan pembinaan, pengawasan, pengangkatan, pemberhentian, pembentukan hingga persetujuan pembubaran BUMD," kata Wakil Ketua Komisi II membacakan kesimpulan rapat.
Rapat sekaligus menyepakati agar Kemendagri bisa segera membentuk direktorat jenderal (Ditjen) baru yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan BUMD. Sementara, dalam jangka panjang Kemendagri juga diminta untuk menginisiasi rancangan undang-undang BUMD.
Kewenangan Kemendagri untuk mengevaluasi BUMD didasarkan pada kondisi banyak BUMD yang dinilai tak profit. Kemendagri mencatat saat ini total ada 1.091 BUMD di seluruh Indonesia.
Namun, dari jumlah tersebut, tak kurang 20 persennya masih mengalami kerugian yang angkanya mencapai Rp5,5 triliun.
Sementara, lebih dari 58 persen BUMD yang bergerak di sektor aneka usaha dan jasa air dinyatakan kurang dan tidak sehat. Rinciannya, sebanyak 303 BUMD di sektor jasa air dan usaha, atau 36 persen kategorinya kurang sehat. Dan 174 BUMD atau 21,1 persen kategori tidak sehat.
"303 BUMD, sektor jasa air dan usaha, atau 36 persen kategorinya kurang sehat. Dan 174 BUMD, atau 21,1 persen kategori tidak sehat. Ini ada sistem penilaian tersendiri angka-angkanya yang sudah disusun," kata Tito dalam paparannya.
Tito mengatakan angka itu didapatkan berdasarkan hasil penilaian terhadap 823 BUMD di sektor jasa air dan aneka usaha. Dari sekitar 58 persen yang dinyatakan tidak sehat, sebanyak 42 persen atau 346 BUMN masih dinilai sehat.
Tito mengakui pihaknya selama ini tak bisa berbuat banyak terhadap kondisi BUMD yang tidak profit. Pasalnya, pemerintah pusat tak memiliki kewenangan untuk mengevaluasi atau membubarkan.
"Nah sementara ini kewenangan pembubaran itu di kewenangannya pada kepala daerah. Dengan ada nanti ada aturan mengenai salah satunya ada peraturan pembubaran bagi yang sudah sakit, yang enggak bisa ditolong lagi, maka itu akan lebih tegas," kata Tito.