Kasus seorang siswa SMA Negeri yang diduga mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri usai mengalami perundungan atau bullying membuat Kepala Sekolah (Kepsek) SMAN 6 Garut dinonaktifkan sementara dari jabatannya.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jabar, Dedi Supandi mengatakan, penonaktifan tersebut dilakukan untuk mempercepat proses pendalaman dan pemeriksaan internal yang dilakukan oleh Pemprov Jabar.
"Makanya, dibutuhkan pendalaman, kan, nanti bisa diambil handphone-nya, diperiksa riwayat chat-nya, dan lainnya sambil menunggu pihak kepolisian melakukan proses pemeriksaan atau seperti apa," ujar Dedi, mengutip detikcom, Jumat (18/7).
Dedi menjelaskan, pihak keluarga menyebut korban meninggal karena mengalami perundungan. Namun hal itu dibantah pihak sekolah. Dua pernyataan berbeda itulah yang menurutnya sedang didalami.
"Yang didalaminya itu terkait administrasi kepegawaian, apakah pihak sekolah dari mulai kepala sekolah, wali kelas, guru BK, dan lainnya melaksanakan tugas secara bertanggung jawab atau tidak ketika terjadi seperti itu," jelasnya.
Ia juga menyebut, jika dalam pemeriksaan ditemukan indikasi pembiaran dari pihak sekolah atas peristiwa yang terjadi, maka konsekuensinya akan sangat serius.
"Atau (pihak sekolah) tahu, tetapi melakukan pembiaran, karena ini sudah menimbulkan dampak sosial yang luas. Sehingga dalam proses pendalaman oleh Tim Disiplin Pegawai, kepala sekolahnya itu dinonaktifkan sementara," kata Dedi.
Surat keputusan penonaktifan diterbitkan oleh Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah XI Jawa Barat, yang merupakan atasan langsung Kepala SMAN 6 Garut. Namun, keputusan itu dibuat berdasarkan rekomendasi dari BKD Jawa Barat.
Selama proses ini berlangsung, Dinas Pendidikan Jabar akan menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sekolah sebagai pengganti sementara Dadang Mulyadi. Proses pendalaman dijadwalkan selesai dalam waktu sekitar satu minggu.
"Untuk proses pendalamannya ditargetkan selama kira-kira satu minggu, dan Tim Disiplin Pegawai dari BKD Jabar juga sudah mulai bekerja untuk mendalami administrasi kepegawaiannya sejak kemarin," pungkas Dedi.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Perlindungan Perempuan dan Anak Garut, Yayan Waryana mengatakan laporan kasus dugaan perundungan yang dialami korban telah diterima pihaknya pada akhir Juni 2025.
"UPT PPA menerima laporan kasus dugaan bullying dari orang tua siswa pada hari Senin, 30 Juni 2025," ucap Yayan.
Dari laporan yang diterima oleh tim, kata Yayan, korban diduga di-bully setelah dituduh melaporkan sejumlah temannya yang nge-vape di kelas.
Atas dasar laporan tersebut, keesokan harinya, pada Selasa, (1/7), korban kemudian diberi pendampingan oleh tim konseling psikologi dari UPTD PPA Garut.
Kemudian, pada Jumat, (4/7), orang tua korban mendapatkan pendampingan hukum berupa konsultasi terkait dugaan kasus bullying yang diduga terjadi pada korban.
Pada hari yang sama, tim psikolog juga bertemu dengan orang tua korban untuk menyampaikan hasil konseling psikolog.
Tim meminta orang tua korban segera memeriksakan korban ke psikiater, sehingga tim bisa memberikan surat rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut di Puskesmas Samarang, kemudian menuju RSUD dr Slamet untuk pemeriksaan psikiater.
"Kemudian hari Senin, 14 Juli 2025, pagi, orang tua korban melaporkan bahwa korban meninggal dunia pada hari itu juga," katanya.
Menurut informasi yang dihimpun dari pihak kepolisian, korban ditemukan tewas gantung diri oleh orang tuanya di lantai atas rumah korban.
"Kami memang menerima laporan dari Kanit Polsek bahwa telah terjadi peristiwa gantung diri. Kemudian kita kerahkan Tim Inafis ke lokasi. Hasil pemeriksaan, cenderung ke bunuh diri. Tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan. Untuk penyebab gantung dirinya, kita masih lakukan penyelidikan," kata Kasat Reskrim Polres Garut AKP Joko Prihatin.
Lihat Juga : |
![]() |
Baca berita lengkapnya di sini.
(tim/dal)