Forum Dosen Hukum Pidana Desak Pembahasan RKUHAP Disetop

CNN Indonesia
Jumat, 18 Jul 2025 15:44 WIB
Forum Dosen Hukum Pidana Indonesia mendesak DPR dan pemerintah hentikan pembahasan RKUHAP. Mereka minta proses lebih transparan dan partisipatif.
Forum Dosen Hukum Pidana Indonesia mendesak DPR dan pemerintah menghentikan pembahasan Rancangan Undang-undang KUHAP (RKUHAP). (CNN Indonesia/Thohirin)
Jakarta, CNN Indonesia --

Forum Dosen Hukum Pidana Indonesia mendesak DPR dan pemerintah menghentikan pembahasan Rancangan Undang-undang KUHAP (RKUHAP).

Forum yang digawangi para Guru Besar dan Dosen Hukum Pidana di Indonesia itu meminta agar proses pembahasan berlangsung transparan dan partisipatif.

"Presiden RI dan DPR RI menghentikan pembahasan RKUHAP 2025 dan mengembalikannya ke proses yang transparan, dan partisipatif, serta berbasis bukti dan penelitian, sejalan dengan prinsip negara hukum," kata mereka dalam keterangannya, Jumat (18/7).

Mereka meminta agar penyusunan ulang RKUHAP itu dilakukan secara substansial dengan melibatkan perguruan tinggi, akademisi, LBH, NGO, korban, serta lembaga independen seperti Komnas HAM, KY, Komnas Perempuan, LPSK, dan Ombudsman.

Kemudian, mereka juga meminta integrasi dan harmonisasi total antara KUHP dan KUHAP.

"Agar sistem hukum pidana Indonesia benar-benar modern, adil, dan sesuai dengan konstitusi serta instrumen HAM internasional," ujarnya.

Forum Dosen Hukum Pidana Indonesia juga menyampaikan sejumlah poin permasalahan dalam RKUHAP, antara lain:

RKUHAP dianggap gagal mengintegrasikan semangat progresif KUHPNasional.

"Sementara KUHP Nasional 2023 mengedepankan penghormatan terhadap martabat manusia (Pasal 52 KUHP 2023), prinsip keadilan di atas kepastian hukum (Pasal 53 ayat (2) KUHP 2023), dan prinsip-prinsip pemidanaan modern yang memerhatikan kondisi pribadi dan keadaan sosial dari pelaku (Pasal 54 KUHP 2023); RKUHAP justru masih mempertahankan pendekatan prosedural lama yang bersifat represif dan formalis, tanpa prinsip due process of law dan tanpa koreksi yang berarti terhadap praktik penyiksaan, penyalahgunaan wewenang, dan lemahnya kontrol yudisial."

RKUHAP disebut membuka ruang penyalahgunaan kewenangan penyelidik dan penyidik.

Indikasinya antara lain "Kewenangan investigasi khusus dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan tanpa aturan yang jelas; Penahanan tanpa kontrol yudisial (Pasal 93, 94); Kekerasan dalam penetapan tersangka tidak berdampak hukum (Pasal 85 ayat 6); Alasan penahanan yang subjektif dan bertentangan dengan hak diam tersangka."

RKUHAP juga disebut menghapus mekanisme check and balances.

"Tidak ada izin penahanan pre-factum dari hakim;Penggeledahan dan pemblokiran data tanpa pengawasan pengadilan (Pasal 106 & 132A); Pengakuan bersalah di tingkat penyidikan tanpa pengawasan (Pasal 22 ayat 4-5); Upaya paksa dalam keadaan mendesak tanpa izin pengadilan (Pasal 90, 93, 112, 124)."
4. Melemahkan Hak Tersangka dan Peran Advokat

Kemudian, RKUHAP dianggap melemahkan hak tersangka dan peran advokat.

Pemerintah dan DPR saat ini tengah melakukan pembahasan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana alias RKUHAP.

Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR hanya membutuhkan waktu dua hari saja untuk menyelesaikan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah dari pemerintah yang berisi 1.676 poin usulan untuk materi RKUHAP.

DPR menargetkan pembahasan rampung pada September mendatang. Sementara pemerintah mengusulkan UU ini mulai berlaku pada 2 Januari 2026 bersamaan dengan pemberlakuan KUHP.

(fra/mnf/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER