Aktivis Demokrasi Somasi Diskominfo Jabar Imbas Dugaan Doxing

CNN Indonesia
Senin, 21 Jul 2025 18:40 WIB
Aktivis demokrasi menyomasi Diskominfo Jabar atas dugaan doxing diduga karena kritik yang ia layangkan ke Gubernur Jabar Dedi Mulyadi.
Ilustrasi korban doxing. (iStockphoto/asiandelight)
Bandung, CNN Indonesia --

Aktivis demokrasi yang juga Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, menyomasi Diskominfo Jabar dan menuntut permintaan maaf, termasuk dari Gubernur Jabar Dedi Mulyadi atas dugaan doxing.

Somasi dari Neni terkait unggahan video di Instagram Diskominfo Jabar yang memampangkan Dedi Mulyadi saat menyampaikan klarifikasi atas dugaan pemangkasan anggaran di Pemprov Jabar digunakan untuk bayar pemengaruh (buzzer). Dalam tayangan Diskominfo Jabar itu terpampang foto Neni.

"Pada hari ini kami menyampaikan somasi kepada Pemprov Jabar dan juga kepada Dinas Kominfo Pemprov Jabar. Kaitannya dengan pemasangan foto tanpa izin di dalam konten terkait statement dari Mbak Neni Nur Hayati," kata Ikhwan Fajrojhi selaku kuasa hukum Neni di Gedung Sate, Bandung, Senin (21/7).

Neni Nurhayati mengatakan efek dari unggahan Diskominfo Jabar, ia menerima banyak komentar negatif pada akun media sosialnya.

"Saya memang sering mengkritik pejabat publik lainnya, selain Kang Deddy Mulyadi. Saya banyak mengkritik, termasuk Pak Presiden itu sendiri. Hanya saja, saya belum pernah mendapatkan serangan digital yang sangat parah seperti sekarang," kata Neni, saat diwawancarai di halaman Gedung Sate.

Neni menuturkan beberapa komentar yang dibacanya, ada juga yang menyampaikan ancaman terhadap dirinya. Ancaman tersebut, kata dia berupa ancaman soal penyiksaan.

"Brutalnya luar biasa, karena ancamannya itu sudah sampai pada ancaman penyiksaan dan lain sebagainya. Ini bukan hanya permasalahan hate speech atau caci maki, itu saya sudah biasa tapi ini sudah sampai pada ancaman penyiksaan, apalagi ancaman nyawa. Itu yang menurut saya tidak bisa kemudian saya biarkan begitu saja," katanya.

Neni memastikan kritik yang disampaikannya tidak untuk persona Dedi Mulyadi, melainkan mengkritik kebijakan yang dikeluarkan selaku gubernur.

"Beberapa dalam konten saya, saya mengkritik beliau (Dedi Mulyadi), karena kebijakannya. Jadi, saya mengkritik itu kebijakannya, bukan personalnya Kang Dedi. Kalau secara personal, saya tidak ada masalah," kata dia.

"Sehingga, saya sangat menyayangkan sekali ketika kemudian Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencantumkan foto saya tanpa izin. Kan, itu artinya hanya sepihak ya, mengartikulasikan apa maksud dari TikTok saya. Ini tentu sangat disayangkan sekali, karena negara itu seharusnya melindungi kebebasan berpendapat," sambung dia.

"Saya ini kan warga negara, warga negara Jawa Barat. Kenapa mungkin yang saya kritik itu beberapa di antaranya adalah Kang Deddy Mulyadi? Karena saya warga Jawa Barat. Itu adalah kewajiban warga negara untuk menyampaikan kritik sebagai bentuk checks and balances. Sebagai bentuk meaningful participation, itu yang selalu saya tekankan," imbuh Neni.

Selain itu, Neni mengaku saat ini akun media sosialnya sudah tidak diakses. Ia menduga akun media sosialnya mengalami peretasan.

Dia pun mengaku kecewa atas unggahan Diskominfo Jabar yang memuat foto dirinya tersebut.

"Saya tidak masalah, ya. Karena ketika terakhir ada narasi "salam buat mbak-mbak yang berkerudung", ya sudah. Saya pikir itu bukan untuk saya. Karena tentu mbak-mbak yang berkerudung banyak dong. Saya juga tidak GR [gede rasa] itu disematkan kepada saya," katanya.

"Tetapi ketika sudah muncul di akun resmi, lima akun resmi, Pemprov Jawa Barat, Diskominfo, kemudian dikolaborasikan dengan empat akun media sosial lainnya, menurut saya, ini sesuatu yang sudah mengarah pada tindakan represif kepada warga negara yang kritis," imbuhnya.

Hingga berita ini ditulis, CNNIndonesia.com belum mendapatkan pernyataan resmi dari Diskominfo Jabar terkait somasi tersebut.

Amnesty International Indonesia menyatakan dugaan serangan digital terhadap Neni karena mengkritik Gubernur Jabar itu adalah sebuah serangan terhadap kebebasan sipil.

""Ini adalah serangan terhadap kebebasan sipil dan semakin menegaskan kemunduran serius dalam iklim kebebasan berekspresi di Indonesia. Kritik yang sah dibalas dengan serangan adalah suatu bentuk pelanggaran terhadap kebebasan menyatakan pendapat dan berekspresi di Indonesia. Ini harus segera dihentikan," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid dalam siaran pers, Kamis (17/7).

Dia mengatakan perlindungan hak atas kebebasan berekspresi diatur di Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Perlindungan itu, sambungnya, "Berlaku untuk segala jenis informasi dan gagasan termasuk informasi dan gagasan yang dianggap mengejutkan, menyerang, atau mengganggu, terlepas dari apakah konten informasi atau gagasan tersebut benar atau salah."

Disebutkannya, setelah mengkritik itu, foto pribadi Neni muncul di akun-akun media sosial yang dikelola pemerintah Provinsi Jawa Barat, di antaranya Diskominfo Jabar, jabarprovgoid, humas_jabar, dan jabarsaberhoaks.

"Amnesty melakukan verifikasi terhadap salah satu akun resmi Pemprov Jabar di Instagram, yaitu Diskominfo Jabar dengan alamat https://www.instagram.com/reel/DMJpANzzZK0/?igsh=aXBxdjl5NHB2Zmxq. Dalam konten itu ditampilkan video penjelasan KDM disertai narasi yang menyatakan tidak ada anggaran khususnya belanja media yang digunakan untuk membayar buzzer. Namun konten tersebut juga menampilkan foto Neni, tanpa sepengetahuan dan persetujuan sebelumnya dari pemilik foto," katanya.

Selain itu, Amnesty International Indonesia mencatat bahwa selama Januari hingga Juli 2025 terdapat setidaknya 16 kasus serangan digital terhadap 17 pembela HAM di Indonesia.

(csr/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER