Ratusan warga yang tergabung dalam 'Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina' menyuarakan desakan penghentian krisis kemanusiaan, termasuk kelaparan yang tengah berlangsung di Gaza.
Sepanjang Jalan dari Kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) menuju Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat. Massa membunyikan suara-suara dari alat masak yang dipukul sebagai simbol perlawanan terhadap agresi Israel.
Warga yang terdiri dari anak-anak, pemuda-pemudi, hingga bapak-ibu tak henti menyerukan kecaman terhadap kekejian Israel dan sekutunya, terkhusus AS.
"Stop, stop genocide! Free, Free Palestina!" seru mereka.
"Stop starving Gaza!" lanjutnya.
Apa yang sedang terjadi di Gaza saat ini membangkitkan solidaritas kemanusiaan di belahan dunia. Teruntuk Jakarta, aksi kemanusiaan berlangsung dengan pawai jalan kaki dari Kedubes AS menuju HI dan kembali lagi ke Kedubes AS (kurang lebih sekitar 4,6 kilometer).
Aksi yang dimulai sejak pukul 06.30 WIB itu memantik perhatian warga lain yang sedang berolahraga dalam agenda Car Free Day (CFD) di sepanjang Jalan MH Thamrin, Bundaran HI, membuat beberapa dari mereka bergabung ke dalam rombongan.
Atribut yang terasosiasi dengan Palestina seperti poster, bendera hingga alat masak (kini sebagai simbol perjuangan) tak luput dibawa warga yang mengikuti aksi.
Warga Palestina termasuk bayi dan anak-anak di Gaza menderita dan mati kelaparan karena blokade bantuan yang dilakukan Israel- sebuah strategi khusus untuk menggunakan kelaparan sebagai senjata perang dan genosida.
Krisis kelaparan tidak hanya melanda warga sipil, tetapi juga sudah menyasar tenaga medis yang bertugas menangani korban agresi Israel. CNN melaporkan dokter-dokter di Gaza jatuh pingsan akibat kelaparan saat menangani pasien.
"Rekan-rekan dokter menangkap saya saat pingsan, memberi saya infus dan gula. Ada dokter yang membawa minuman Tango dan saya langsung meminumnya," ujar Mohammad Saqer, dokter di Rumah Sakit Nasser, Gaza selatan, yang turut hilang kesadaran saat bertugas.
"Saya bukan penderita diabetes. Ini karena kelaparan. Tidak ada gula. Tidak ada makanan," lanjutnya seperti dikutip CNN, Sabtu (26/7).
Kardinal Pierbattista Pizzaballa, Uskup Patriark Latin Yerusalem, yang baru saja kembali dari kunjungannya ke Jalur Gaza, dalam wawancara eksklusif dengan CNN menggambarkan secara gamblang kondisi kemanusiaan yang semakin memburuk di wilayah itu. Dia bahkan menyebut kondisi Gaza saat ini lebih parah daripada saat ia berkunjung pada Desember lalu.
"Pertama-tama, tingkat kehancuran sungguh luar biasa, jauh lebih parah daripada sebelumnya," ujar Kardinal Pizzaballa.
"Lautan tenda ada di mana-mana, terutama di sepanjang pesisir, juga tersebar di seluruh wilayah. Ratusan ribu, mungkin jutaan orang kini hidup di tenda, tanpa apa pun, tanpa kebersihan. Anda bisa bayangkan," jelasnya.
Dia juga menyoroti kelangkaan pangan yang membuat warga Gaza dilanda kelaparan. Komunitas Katolik bahkan hanya bisa memasak dua kali dalam seminggu. Yang dimasak pun hanya sedikit nasi dan roti.
"Dan kami itu termasuk yang masih punya sedikit privilese. Banyak lainnya bahkan tidak punya apa-apa," kata dia.
Dalam wawancara tersebut, dia juga menegaskan pentingnya segera dilakukan gencatan senjata. Dia mempertanyakan alasan kelanjutan perang yang tak kunjung berakhir dan mendesak para pihak untuk memberikan ruang bernapas bagi warga Gaza.
"Ini bukan soal hal yang rumit. Cukup beri waktu sejenak agar warga bisa bernapas dan makanan bisa masuk. Ini soal kehendak," imbuhnya.
Kardinal Pizzaballa juga menyampaikan pesan penting kepada dunia, bahwa meski kelelahan, warga yang ia temui tetap menunjukkan semangat hidup yang luar biasa.
"Mereka sangat bertekad untuk bertahan dan membangun kembali hidup mereka," tandasnya.
(ryn/pta)