Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kembali mengkaji wacana penerapan pokok-pokok haluan negara (PPHN).
Ketua MPR RI Ahmad Muzani menyampaikan, MPR melalui badan pengkajian MPR dengan didukung komisi kajian ketatanegaraan telah menyelesaikan rumusan PPHN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muzani menyebut rapat gabungan itu dihadiri para pimpinan fraksi hingga kelompok DPD RI.
"Pada Tanggal 6 Agustus 2025 dalam rapat gabungan yang dihadiri oleh pimpinan fraksi dan kelompok DPD, badan pengkajian MPR telah menyampaikan hasil rumusan awal PPHN," kata Muzani dalam pidatonya di sidang tahunan MPR RI, Jumat (15/8).
Ia pun mengajak ke seluruh elemen di Indonesia mulai dari lembaga negara, akademisi, hingga tokoh masyarakat untuk menyampaikan pandangannya perihal wacana penerapan kembali PPHN ini.
"Menyampaikan pandangan dan pendapat untuk memberikan masukkan terkait konsep PPHN tersebut," katanya.
Pada saat yang sama, Muzani juga menyinggung bahwa penting agar UUD 1945 senantiasa dikaji agar terus relevan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Ia menyebut bahwa UUD NRI 1945 bukanlah sekadar dokumen hukum, melainkan merupakan konstitusi yang hidup dan tak lepas dari nilai kehidupan bangsa Indonesia.
Penyusunan PPHN merupakan rekomendasi MPR periode 2014-2019. PPHN sama seperti Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang fungsinya digantikan oleh UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025.
PPHN disebut akan memuat arah kebijakan strategis yang menjadi arahan bagi penyusunan haluan pembangunan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya yang berkesinambungan. PPHN rencananya akan dimasukkan ke dalam UUD 1945 dengan terlebih dulu melakukan amendemen terbatas.
Wacana amendemen sendiri telah bergulir sejak Jokowi memasuki periode kedua kepemimpinan sebagai presiden atau 2019 lalu.
Namun, sejumlah kalangan mengkhawatirkan amendemen UUD 1945 tidak dilakukan secara terbatas, melainkan menyasar keberadaan pasal-pasal lain. Salah satunya, terkait masa jabatan maksimal seseorang menjabat presiden.
(sry/mnf/ugo)