Menakar Urgensi Badan Otorita Pengelolaan Pantura Jawa oleh Prabowo
Presiden Prabowo Subianto resmi membentuk Badan Otorita Pengelolaan Pantai Utara Jawa terkait rencana pembangunan Giant Sea Wall atau tanggul raksasa.
Melalui Keputusan Presiden Nomor 76/P Tahun 2025, Prabowo kemudian menunjuk Laksma TNI (Purn) Didit Herdiawan Ashaf yang juga Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai Kepala Badan Otorita.
Sementara untuk posisi Wakil Kepala Badan diserahkan Presiden kepada Darwin Trisna Jawaitana dan juga Suhajar Diantoro.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjelaskan nantinya masing-masing wakil yang telah ditunjuk itu akan menjadi representasi atau perwakilan bagi Danantara dan pemerintah.
Ia mengatakan perwakilan Danantara dibutuhkan karena berkaitan dengan proses pengelolaan, perencanaan, serta pembangunan Giant Sea Wall. Sementara wakil yang lain menjadi perwakilan pemerintah dari Kementerian Dalam Negeri lantaran proyek itu akan dibangun di lima provinsi.
"Pengelolaan pasti di situ akan berhubungan dengan masalah yang namanya masalah investasi. Maka kita membutuhkan satu yang mewakili Danantara," ujarnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (25/8).
Prasetyo mengatakan pembentukan badan itu diperlukan untuk mendukung rencana pembangunan Giant Sea Wall. Terlebih wacana pembangunan tanggul itu telah ada sejak tahun 1990-an untuk mengatasi permasalahan penurunan tanah di wilayah utara Jawa.
Di sisi lain, ia menegaskan kebutuhan penanganan Banjir Rob dan penurunan tanah di Pantura sangatlah penting lantaran terdapat 20 juta masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut.
"Ini kan harus ada penanganan yang kemudian, karena kebutuhan itulah dibentuklah badan pengelolaan Pantai Utara Jawa," tuturnya.
Analis Ekonomi-Politik dan Kebijakan Publik dari FISIP UI, Andrinof Achir Chaniago menilai sah-sah saja jika Presiden membentuk badan otorita baru yang khusus ditugaskan terkait pengelolaan Pantura.
Asalkan, kata dia, tujuan utamanya memang betul-betul untuk penyelamatan lingkungan atau perbaikan ekosistem lahan dan perairan di wilayah tersebut.
"Kalau yang dominan itu misi pemhangunan tentu bagus. Pembangunan itu untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan ekosistem," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (26/8).
Andrinof menilai jika tujuan utamanya memang untuk menyelamatkan kawasan Pantura, maka hal tersebut akan berdampak positif bagi masyarakat setempat yang sedang menghadapi ancaman iklim seperti banjir rob.
Di sisi lain, ia mengaku memahami alasan pembentukan badan otorita khusus untuk mengatasi permasalahan Pantura oleh Prabowo.
Ia menilai lewat pembentukan itu pemerintah berharap pengelolaan Pantura akan semakin terfokus dan menjamin keberlanjutan proyek tanggul raksasa di era pemerintahan selanjutnya.
"Jika itu untuk membuat pengelolaan wilayah Pantura makin terkoordinasi, itu bagus. Bentuk badan membuat pengelolaan kawasan Pantura lebih terfokus," tuturnya.
"Sedangkan meletakkan Badan itu di bawah Kemenko Infrastruktur akan membuat lebih terkoordinasi dengan program-program dari instansi lain," imbuhnya.
Wanti-wanti kerugian negara
Meski begitu, Andrinof mewanti-wanti agar pemerintah tidak melenceng dari tujuan awal dan malah beralih pada orientasi ekonomi. Sebab jika tidak cermat hal itu justru akan menambah dampak kerugian negara.
"Jika misi utamanya untuk menggerakkan ekonomi, maka perlu dikaji dampaknya secara menyeluruh dan mendalam," jelasnya.
Potensi anggaran bengkak
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesian Governance and Development Policy (CIGDEP) Cusdiawan menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan yang terjadi akibat pembentukan badan otorita tersebut.
Ia tidak menampik apabila adanya badan otorita baru itu bisa meningkatkan efektivitas pembangunan ataupun pengelolaan kawasan Pantura.
Akan tetapi, Cus mengingatkan hal itu juga akan berpotensi menghadirkan tumpang tindih kewenangan yang dapat memperkeruh koordinasi lintas sektoral.
Terlebih, kata dia, selama ini pemerintah masih memiliki masalah klasik 'ego sektoral' yang tidak jarang menjadi tidak efisien dalam pelbagai kebijakan.
"Dalam hemat saya, seharusnya bisa lebih memaksimalkan kementerian yang sudah ada, seperti kementerian yang di bawah Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah," jelasnya.
Di sisi lain, Cus mengatakan pembentukan badan baru itu juga akan memakan anggaran negara yang cukup besar. Hal itu, kata dia, justru bertolak belakang dengan sikap pemerintah yang kerap berbicara soal efisiensi anggaran.
"Paradoks dari pemerintahan saat ini; di satu sisi banyak meretorikakan soal efisiensi anggaran, tapi secara de facto menunjukkan hal sebaliknya juga," tegasnya.
Oleh karenanya ia berharap agar pembentukan badan baru itu tidak sekedar bentuk politik akomodatif atau bagi-bagi jabatan kepada kelompok-kelompok pendukung di Pilpres kemarin.
Cus juga mendorong agar rencana pembangunan Giant Sea Wall dapat benar-benar dikaji secara matang serta didasari riset yang mendalam. Ia menilai pemerintah juga perlu memaparkan apakah tanggul raksasa itu merupakan solusi yang paling baik untuk mengatasi persoalan di Pantura atau tidak.
"Terlebih lagi megaproyek itu akan banyak menghabiskan anggaran dan sangat rentan terjadi praktik perburuan rente. Ini sekaligus memastikan transparansi dan akuntabilitas dari pemerintah sebagai prasyarat dari tata kelola pemerintahan yang baik," pungkasnya.