Ratusan Pedemo di Bali Dibebaskan, di Surabaya Masih Ada yang Hilang

CNN Indonesia
Senin, 01 Sep 2025 15:26 WIB
Ilustrasi. Ratusan orang yang diamankan saat demo di Bali dan Surabaya dibebaskan. Namun masih ada sejumlah orang yang ditahan dan belum diketahui keberadaannya. (Istockphoto/menonsstocks)
Jakarta, CNN Indonesia --

Polda Bali membebaskan ratusan orang yang terlibat kericuhan saat unjuk rasa di kawasan Mapolda Bali dan di Gedung DPRD Bali.

Kabid Humas Polda Bali Kombes Ariasandy mengatakan ada 153 orang yang ditangkap saat aksi unjuk rasa di Mapolda Bali dan Kantor DPRD Bali, pada Sabtu (30/8) dan Minggu (31/8).

"Sampai hari terakhir kemarin ada sekitar 158 orang yang kita amankan. Lalu diperiksa untuk diketahui perannya masing-masing. Kita bisa mengamankan 1x24 jam," kata Kombes Ariasandy saat ditemui di Mapolda Bali, Senin (1/9).

Menurutnya masih ada tiga orang yang ditahan. Ketiganya diduga membawa bom molotov dan mencuri gas air mata milik polisi.

"Ada tiga orang yang kita amankan sementara dan masih pendalaman. Dua orang membawa bom molotov dan satu orang mencuri gas air mata Polri (saat aksi) di kawasan Renon. Sampai saat ini, tiga orang yang kita dalami, selebihnya sudah pulang", katanya.

Ia juga menyebutkan dari 158 orang itu ada beberapa pelajar dan mereka ikut aksi unjuk rasa hanya ikut-ikutan saja.

"Pelajar ada, SMA ada. Jadi ada beberapa juga anak SMA yang terlibat. (Mereka rata-rata) diajak dan ikut-ikutan. Tentunya melalui orang tuanya (dilakukan pembinaan) karena kemarin orang tuanya kita panggil juga," jelasnya.

Sementara terkait delapan anggota kepolisian dan dua warga sipil yang terluka karena aksi kondisinya sudah membaik.

"Iya sudah membaik lah, korban luka-luka kena lempar batu. Untuk kerusakan ada dua (mobil polisi). Kemudian Kantor Ditrekrimsus ada yang pecah kacanya kena lemparan," ujarnya.

Selain itu, ia memastikan situasi di Pulau Bali kondusif dan tidak ada aksi unjuk rasa lagi. Untuk antisipasi unjuk rasa pihak kepolisian melakukan penjagaan ketat di Kantor DPRD Bali dan di kawasan Markas Komando (Mako) Polri di Bali.

"Sampai sekarang masih landai, belum ada informasi adanya unjuk rasa. Tapi kita terap pantau dan standby untuk mengantisipasi apabila ada demo dadakan. Yang jelas hari ini terpantau masih landai," ujarnya.

"Yang tetap jadi pantauan kita kan Mako-mako Polri, Kantor DPRD itu menjadi objek yamg terus kita pantau. Karena, salah satu objek sasaran demonstrasi," ujarnya.


Surabaya

Sebanyak 109 orang dilaporkan ditangkap aparat kepolisian dalam rentetan aksi demonstrasi dan bentrokan di Surabaya, sepanjang 29-30 Agustus 2025.

Tim Advokasi Surabaya yang terdiri dari LBH Surabaya, WALHI Jawa Timur, AJI Surabaya, LBH FSPMI, Surabaya Children Crisis Center (SCCC), WCC Savy Amira, LBHAP PDM Surabaya, PUSHAM Surabaya, mencatat sedikitnya 109 orang ditangkap.

"Sejak tanggal 29 Agustus 2025, Tim Advokasi Surabaya kesulitan melacak status warga yang diduga ditangkap oleh Polisi saat melaksanakan aksi demonstrasi. Hal ini diakibatkan oleh minimnya keterbukaan informasi dari pihak kepolisian," kata Direktur LBH Surabaya Habibus Shalihin, Senin (1/9).

Dari total 109 orang yang tertangkap, sebanyak 80 orang terkonfirmasi ditahan di Polrestabes Surabaya. Dari jumlah tersebut, sekitar 55 orang telah dibebaskan, satu orang menjalani pemeriksaan lanjutan, dan sekitar 26 orang lainnya belum terkonfirmasi keberadaannya.

Sementara itu, di Polda Jatim tercatat 29 orang ditahan. Dari jumlah tersebut, sekitar 28 orang telah dibebaskan dan satu orang masih menjalani pemeriksaan lanjutan.

"Secara keseluruhan, hingga saat ini sekitar 81 orang telah dibebaskan oleh pihak kepolisian, sementara dua orang masih harus menjalani pemeriksaan lanjutan di Polrestabes Surabaya maupun Polda Jatim terkait dugaan tindak pidana yang ditemukan. Adapun 26 orang lainnya masih belum terkonfirmasi keberadaannya," ucapnya.

Kemudian, hingga kini Tim Advokasi belum mendapatkan data detail mengenai korban di bawah umur, namun berdasarkan hasil observasi Tim Advokasi di kantor polisi, kurang lebih ada sekitar delapan orang berusia di bawah 17 tahun yang ikut ditangkap dan diperiksa di Polrestabes Surabaya.

"Unit PPA Polrestabes Surabaya telah memulangkan seluruh anak yang ditangkap pada periode aksi demonstrasi 29 Agustus-31 Agustus 2025," ucapnya.

Upaya pendampingan hukum terhadap 109 orang massa aksi yang tertangkap tidak dapat dilakukan secara maksimal. Tim Advokasi Surabaya sempat tertahan dan menunggu cukup lama di Pos Penjagaan sebelum akhirnya diperbolehkan masuk melacak data pengaduan dan memberikan pendampingan hukum.

Sejak pagi pukul 10.00 WIB di Polrestabes dan Polda Jatim menutup akses terhadap informasi dan layanan hukum. Data resmi baru bisa dikonfirmasi sekitar pukul 17.00 WIB, dan informasi yang lebih jelas baru terbuka menjelang malam, sekitar pukul 21.00 WIB-tak lama sebelum sebagian besar orang dibebaskan.

"Akibatnya, orang-orang yang tertangkap itu diperiksa oleh Penyidik di Kantor Polisi tanpa didampingi oleh pengacara. Mereka kehilangan akses pendampingan hukum yang memadai, dan hal ini dapat menimbulkan kerentanan lebih besar terhadap intimidasi maupun penyiksaan," ucapnya.

Menurutnya, tindakan kepolisian ini tidak hanya melanggar etika pelayanan publik, tetapi juga bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. Pasal 54-60 KUHAP secara tegas menjamin hak tersangka dan saksi untuk didampingi penasihat hukum sejak pemeriksaan dimulai.

"Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum juga menjamin hak warga negara, khususnya kelompok rentan, untuk mendapatkan bantuan hukum tanpa diskriminasi," kata dia.

Selain itu, Upaya polisi untuk menutup akses bantuan hukum ini juga berpotensi melanggar hak Tim Advokasi Surabaya yang terdiri dari Para Advokat untuk dapat menjalankan tugas dan profesinya sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin hak setiap orang untuk memperoleh perlindungan hukum yang adil dan akses yang sama di depan hukum, sedangkan Perkap No. 8 Tahun 2009 secara eksplisit melarang polisi menghalangi penasihat hukum dalam mendampingi klien.

Tidak hanya itu, kata Habibus, tindakan ini juga bertentangan dengan Pasal 14 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005, serta prinsip konstitusi Indonesia di UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) yang menjamin persamaan semua warga di depan hukum.

Berdasarkan temuan tersebut, Tim Advokasi Surabaya menilai tindakan aparat kepolisian itu telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan berpotensi melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Tidak hanya itu, Pihak Kepolisian juga berpotensi merusak prinsip dasar negara hukum dengan menutup akses keadilan terhadap warga negara yang sedang berhadapan dengan hukum.

Mereka pun mendesak agar pihak kepolisian segera membuka informasi secara penuh terkait status seluruh warga yang ditangkap, memberikan akses seluas-luasnya kepada layanan bantuan hukum, dan memastikan setiap warga negara diperlakukan sesuai prosedur hukum tanpa intimidasi dan kekerasan.

"Aparat kepolisian wajib tunduk pada hukum, bukan sewenang-wenang menutupinya. Penanganan setiap perkara harus berbasis pada penghormatan hak asasi manusia, bukan pada tindakan represif yang justru melanggengkan ketidakadilan," kata Habibus.

Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Edy Herwiyanto mengatakan, pihaknya tengah melakukan proses penyelidikan ke terduga pelaku pembakaran fasilitas umum (fasum), selama berlangsungnya aksi demonstrasi di Surabaya, namun ia tak mengungkap jumlah pastinya.

"Ada beberapa pelaku yang melakukan pembakaran di beberapa tempat dan berhasil kita amankan. Saat ini sedang dalam proses pendidikan," kata Edy, saat dikonfirmasi, Senin (1/9).

Edy menyebut, anggotanya juga masih melakukan pengejaran pelaku perusakan fasum lainnya. Termasuk, pembakar Gedung Negara Grahadi sisi barat.

"Negara kita adalah berdasarkan hukum. Siapapun yang melanggar hukum tentunya akan kita proses sesuai dengan ketentuan yang berlaku," jelasnya.

CNNIndonesia.com telah mengonfirmasi Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast dan Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP Rina Shanty Dewi. Namun keduanya belum memberikan respons.

(isn/kdf/frd/isn)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK