KontraS: 33 Orang Jadi Korban Penghilangan Paksa saat Demo Agustus
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Pidana Kekerasan (KontraS) menerima total 44 laporan orang hilang berkaitan dengan rangkaian demonstrasi pada akhir Agustus lalu.
Dari jumlah itu, sebanyak 33 orang diklasifikasikan menjadi dugaan korban penghilangan paksa oleh negara.
Penghilangan paksa tersebut mengacu pada definisi yang diatur setidaknya di dua konvensi internasional yakni Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa atau International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance (ICPPED) dan Statuta Roma yang hingga kini belum diratifikasi pemerintah Indonesia.
"Kami bisa klasifikasikan bahwa ada 33 orang yang menjadi korban penghilangan paksa, sementara orang hilang itu 8 orang," ujar Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya dalam konferensi pers 'Rilis Laporan Posko Orang Hilang' di Kantor KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (12/9).
Dimas menuturkan penghilangan paksa meliputi perampasan kemerdekaan akibat penangkapan dan penahanan dengan tidak memberikan informasi secara terang benderang kepada keluarga korban khususnya atau publik pada umumnya.
Sedangkan definisi orang hilang karena ada miskomunikasi antara pelapor dengan orang yang dilaporkan hilang selama demonstrasi maupun pasca-demonstrasi.
Hingga Jumat ini, KontraS mencatat masih ada tiga orang yang belum diketahui keberadaannya.
Mereka atas nama Bima Permana Putra (lokasi terakhir di Glodok, Jakarta Barat) serta M. Farhan Hamid dan Reno Syahputeradewo dengan lokasi terakhir di markas Brimob, Jakarta Pusat.
"Jadi, ada miskomunikasi antara pelapor dengan orang yang dilaporkan hilang sehingga kemudian kami identifikasi bahwa 8 orang itu merupakan orang hilang yang memang murni karena akses komunikasi atau proses komunikasi yang masih belum berjalan baik dengan pihak pelapor maupun dengan keluarga," tutur Dimas.
Sebanyak 22 orang dilaporkan hilang di Jakarta Pusat dan 5 laporan di Bandung.
Kemudian disusul laporan orang hilang di Bogor, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Karawang, dan satu laporan tidak teridentifikasi karena pelapor tidak melampirkan lokasi terakhir orang yang dilaporkan hilang.
Dimas menambahkan tidak semua orang hilang merupakan orang yang ikut demonstrasi.
"Ada beberapa orang yang memang terciduk atau ditangkap atau diambil karena mereka memang ikut-ikutan untuk melihat jalannya demonstrasi. Jadi, mereka bukan massa aksi secara langsung, tapi adalah orang-orang atau warga negara atau warga sipil biasa yang memang mengikuti proses atau melihat proses demonstrasi," imbuhnya.
Fenomena dugaan penyiksaan
Dimas mengungkapkan KontraS menemukan fenomena tindakan penyiksaan yang terjadi selama proses pemeriksaan dan penahanan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap massa demonstrasi.
"Ada satu orang atas nama Didik yang merupakan korban penghilangan secara paksa, lalu kemudian dilepaskan dan dibebaskan dari pemeriksaan kepolisian itu mengalami luka-luka fisik, baik itu bocor di kepala dan juga serangkaian luka fisik lainnya akibat proses-proses pemeriksaan yang dilakukan dengan menyertakan tindakan penyiksaan oleh kepolisian," ungkap dia.
Temuan lainnya adalah ada penghalangan akses informasi oleh aparat kepolisian.
Dia mengatakan banyak penyangkalan mengenai keberadaan orang-orang yang ditangkap. Dengan kata lain, ada pembatasan akses informasi terkait dengan pelindungan hukum kepada orang-orang yang ditangkap.
"Ini merupakan salah satu elemen yang paling fundamental dalam penghilangan paksa," katanya.
Demo bergelombang terjadi di Indonesia pada akhir Agustus lalu, salah satunya dipicu tunjangan perumahan DPR yang fantastis. Tuntutan pun makin berkembang setelah dalam demo 28 Agustus malam, mobil rantis Brimob yang mengamankan unjuk rasa melindas seorang pengemudi ojol, Affan Kurniawan di Jakarta.
Aksi demonstrasi pun pecah di sejumlah kota, termasuk kota-kota kecil dari ujung Indonesia barat hingga timur.
Pada 8 September lalu, dalam konferensi pers, Wakapolri Komjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan jumlah orang yang ditangkap selama demonstrasi dengan tuduhan kericuhan di sejumlah wilayah di Indonesia sejak akhir Agustus 2025 mencapai total 5.444. Kemudian, per tanggal itu, lebih dari 4.800 sudah dipulangkan ke rumah masing-masing.
"Dari 5.444 yang diamankan, 4.800 di antaranya sudah dipulangkan, jadi tinggal 583 yang saat ini yang dalam proses," kata Dedi, Senin (8/9).