Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal menindaklanjuti aduan Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang menyebut mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sempat menjabat pengawas haji tahun 2024 dan menerima honor.
"Kami pastikan setiap laporan pengaduan yang diterima KPK selanjutnya akan dilakukan verifikasi atas validitas informasi dan keterangan yang disampaikan pelapor," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Jumat (12/9).
Setelah diverifikasi, Budi mengatakan langkah selanjutnya adalah penelaahan dan analisis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk melihat substansi apakah (laporan, red) termasuk dalam dugaan tindak pidana korupsi, serta menjadi kewenangan KPK atau tidak," ujarnya.
Meski begitu laporan ini tak akan dipublikasi tindak lanjutnya. Hanya Boyamin sebagai pelapor yang akan diberikan informasi terhadap tindak lanjut yang dilakukan KPK.
"Kami tidak bisa memberikan konfirmasi atas penerimaan laporan tersebut, termasuk identitas pelapor dan materi pelaporannya," katanya.
Pada hari ini, Jumat (12/9), Boyamin mendatangi Gedung Merah Putih KPK dan memberikan dokumen berupa Surat Tugas Nomor 956 Tahun 2024 yang dibuat oleh Inspektur Jenderal Kementerian Agama. Surat tugas tersebut menyebut sejumlah pejabat termasuk Yaqut menjadi pengawas pelaksana haji.
"Jadi, Menteri Agama dan Staf Khusus enggak boleh jadi pengawas, apalagi Menteri itu sudah jadi amirul hajj, sudah dibiayai negara untuk akomodasi dan uang harian," kata Boyamin.
Total ada 15 orang, termasuk Yaqut, yang jadi pengawas haji. Boyamin bilang mereka dibayar Rp7 juta per hari untuk melakukan pekerjaan yang seharusnya bukan ranahnya.
"Diberikan juga ini uang harian sebagai pengawas, sehari Rp7 juta ya," ungkap Boyamin.
"Pengawas luar itu DPR, BPK, dan BPKP, segala macam, pengawas internal itu adalah dari APIP, APIP itu orang-orang Inspektorat Jenderal, inspektur lah, pengawasnya Kementerian Agama," ujarnya.
Yaqut melalui Juru Bicaranya Anna Hasbie mengatakan tudingan Boyamin yang menyebut Menteri Agama dan staf khusus tidak boleh menjadi pengawas haji adalah keliru. Boyamin dinilai tidak memahami regulasi.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terang Anna, Menteri Agama secara resmi ditetapkan sebagai Amirul Hajj.
Tugas utama Amirul Hajj adalah memimpin misi haji Indonesia serta memastikan kelancaran pelaksanaannya, dibantu oleh satu tim yang setiap tahun dibentuk dengan komposisi 6 orang unsur pemerintah dan 6 orang unsur organisasi masyarakat (Ormas) Islam.
"Kedua, keberadaan Tim Amirul Hajj bukanlah temuan baru. Tim ini selalu ada setiap musim haji, bahkan jauh sebelum periode Gus Yaqut," kata Anna melalui siaran persnya, Jumat malam.
Susunan Tim Amirul Hajj 2024 disampaikan dia juga jelas dan transparan, terdiri dari perwakilan Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator PMK, Kementerian Perhubungan, serta tokoh-tokoh ormas Islam seperti PBNU, Muhammadiyah, MUI, hingga Nasyiatul Aisyiyah.
"Dengan demikian, tim ini adalah mandat resmi dan bukan rekayasa personal untuk mencari keuntungan," imbuhnya.
Anna meluruskan tudingan mengenai uang harian Rp7 juta setiap orang.
Dia menjelaskan honor dan biaya perjalanan Amirul Hajj beserta tim diatur secara resmi dalam PMA no 24 tahun 2017. Pelaksanaannya dilakukan dengan dasar hukum yang jelas, dapat diaudit, serta sama sekali tidak melanggar aturan.
"Menyebut hal ini sebagai "dugaan korupsi" adalah tuduhan yang prematur, mengada-ada, dan menyesatkan publik," tegas dia.
Anna menambahkan pernyataan Boyamin mengenai pengawasan yang seharusnya hanya dilakukan DPR, BPK, atau BPKP menunjukkan ketidakpahaman.
Amirul Hajj bukanlah lembaga pengawas dalam arti audit keuangan, melainkan pemimpin misi haji yang bertugas memastikan aspek teknis, operasional, dan pelayanan jamaah berjalan dengan baik.
Pengawasan internal tetap dilakukan Itjen Kemenag (APIP), sementara pengawasan eksternal berada pada lembaga berwenang seperti DPR, BPK, dan BPKP. Tidak ada tumpang tindih, apalagi pelanggaran hukum.
"Oleh karena itu, pernyataan Boyamin Saiman sesungguhnya lahir dari kesalahpahaman terhadap regulasi dan praktik penyelenggaraan haji. Mengaitkan tugas Amirul Hajj dengan dugaan korupsi adalah logika keliru yang berpotensi menyesatkan masyarakat," ucap dia.
"Kami menegaskan bahwa apa yang dijalankan oleh Menteri Agama (Amirul Hajj) dan timnya adalah sesuai dengan ketentuan Undang-undang dan tata kelola resmi negara," sambungnya.
Selain di UU Nomor 8 Tahun 2019, Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2017 juga mengatur tentang tugas dan hak Amirul Hajj serta anggota timnya. Pasal 6 PMA Nomor 24/2017 menegaskan bahwa Amirul Hajj, Wakil, Sekretaris, Anggota, maupun Staf Sekretariat berhak memperoleh biaya perjalanan dinas, uang harian, fasilitas lain sesuai ketentuan, serta mendapatkan asuransi.
"Artinya, keberadaan biaya Amirul Hajj itu merupakan bagian dari mekanisme resmi yang diatur negara," pungkas Anna.
(fra/ryn/fra)