Komisi II DPR: Dokumen Capres-Cawapres Bukan Informasi Rahasia
Ketua Komisi II DPR Rifqinizami Karsayuda mempertanyakan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengeluarkan aturan untuk merahasiakan 16 dokumen capres-cawpares pada pemilu mendatang.
Rifqi tak sependapat dengan dalih KPU yang menilai dokumen capres-cawapres sebagai dokumen yang dikecualikan terbuka dengan dalih UU Keterbukaan Informasi Publik.
Menurut dia, informasi atau dokumen tersebut bukan rahasia negara dan tidak mengganggu privasi seseorang.
"Dan itu berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik, mestinya bukan sebagai informasi yang dikecualikan. Kalau tidak bersifat sebagai kerahasiaan negara, dan tidak juga mengganggu privasi seseorang," kata dia saat dihubungi, Selasa (16/9).
Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas pemilu, kata dia, seluruh tahapan kepemiluan mestinya bisa diakses publik secara umum dan terbuka. Pun, sambungnya, termasuk juga dokumen pendaftaran capres-cawapres.
Selain itu dia juga mempertanyakan KPU yang sudah membuat aturan tersebut saat ini. Menurutnya, keputusan KPU mestinya dibuat sebelum tahapan pemilu atau pilpres dimulai.
"Waktunya semestinya dibuat sebelum tahapan pemilu itu berlangsung. Jika terkait dengan pendaftaran capres dan cawapres, maka dibuat sebelum tahapan pendaftaran capres dan cawapres," kata politikus Partai NasDem itu.
Rifqi menyebut selama ini ada beberapa situs pemilu, terutama pemilu legislatif, yang membuka informasi penuh berisi identitas, visi misi, dan dokumen para calon. Juga di dalamnya ada dokumen kelakuan baik maupun ijazah.
Oleh karena itu, Rifqi meminta KPU untuk menyampaikan klarifikasi atas keputusan untuk merahasiakan 16 dokumen capres cawapres. Menurut dia, saat ini publik membutuhkan transparansi dan akuntabilitas lembaga negara.
"Dan karena itu kemudian saya meminta kepada KPU untuk memberikan klarifikasi atas beberapa hal tersebut agar tidak menjadi simpang siur di publik dan tidak menjadikan polemik yang berkepanjangan dan tidak perlu," katanya.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh anggota Komisi II DPR RI dan Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia.
Dilansir dari Antara, Doli menilai dokumen persyaratan pendaftaran capres-cawapres seperti ijazah adalah dokumen dengan informasi biasa dan tidak mengandung data yang bersifat rahasia.
"Soal kemudian berkelakuan baik, terus kemudian soal tidak pernah menjalani masa hukuman, kemudian lulusnya ijazahnya, itu kan standar-standar informasi bagi seorang warga negara yang sebetulnya saya katakan tidak classified, tidak menjadi sesuatu yang harus disembunyikan," kata Doli di Jakarta, Selasa (16/9).
Menurutnya informasi tersebut tidak sensitif yang harus dirahasiakan. Ia menambahkan profil capres-cawapres seharusnya makin banyak diketahui publik malah semakin bagus.
"Buat seorang Presiden, saya kira kan makin banyak diketahui oleh publik itu kan makin bagus ya sebetulnya," ujarnya.
Doli mengatakan hal itu malah seharusnya diketahui publik, karena masyarakat memang seharusnya mengenal siapa yang akan menjadi pemimpinnya.
"Dan dengan mengetahui informasi dasar itu kan masyarakat jadi tahu tentang latar belakang pemimpinnya," ujarnya.
Sebelumnya,Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengungkap alasan pihaknya bakal merahasiakan sejumlah dokumen milik calon presiden dan wakil presiden pada pemilu yang akan datang.
Peraturan itu tertuang lewat Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan KPU.
Menurut Afif, ketentuan itu hanya penyesuaian terhadap UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Di dalamnya menyebutkan, data-data pribadi hanya bisa diakses atas persetujuan pemilik.
"Jadi pada intinya kami hanya menyesuaikan pada dokumen-dokumen tertentu yang ada dalam tanda kutip aturan untuk dijaga kerahasiaannya, misalnya berkaitan dengan rekam medis," kata Afif di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (15/9).
Merujuk aturan tersebut, ada 16 dokumen capres cawapres yang bakal dirahasiakan atau dibatasi publikasinya. Dokumen itu mulai dari KTP, rekam medis, surat keterangan catatan kepolisian, hingga daftar riwayat hidup.
Afif membantah keputusan itu dibuat imbas dari ijazah Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) yang hingga kini masih menuai polemik. Selain itu, ijazah putranya, Wapres RI Gibran Rakabuming Raka, pun kini sedang dipersoalkan di pengadilan.
"Tidak ada, tidak ada, ini berlaku untuk umum semua pengaturan data siapapun, karena siapapun nanti juga bisa dimintakan datanya ke kami," katanya.
Sementara, Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg), Juri Ardiantoro mengatakan pihaknya tak bisa ikut campur dengan keputusan KPU. Sebagai lembaga independen, KPU, kata dia, berhak mengambil kebijakan terkait penyelenggaraan pemilu.
"Kan enggak bisa kita, KPU itu lembaga independen jadi di dalam bekerjanya dia enggak bisa dipengaruhi oleh lembaga lain, oleh eksekutif. Dia lembaga independen. Kami menghormati," katanya kemarin.