Menakar Urgensi Rencana TNI AL Beli Kapal Induk Giuseppe Garibaldi

CNN Indonesia
Rabu, 17 Sep 2025 06:53 WIB
Ilustrasi. Menurut pakar, Indonesia sebenarnya lebih membutuhkan kapal selam, fregat, dan sistem senjata asimetris untuk menjaga kedaulatan laut. (AFP/MARCELLO PATERNOSTRO)
Jakarta, CNN Indonesia --

TNI Angkatan Laut (TNI AL) berencana mengakuisisi kapal induk atau aircraft carrier milik Italia, Giuseppe Garibaldi.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali mengatakan kapal itu direncanakan untuk operasi militer selain perang (OMSP).

"Kami bermaksud memfokuskan kapal ini pada operasi militer non perang, tetapi mungkin juga akan dikerahkan untuk misi lain yang berkaitan dengan pertempuran," kata Ali beberapa waktu lalu.

Jika Giuseppe Garibaldi jadi dibeli, ini akan jadi kapal induk pertama yang dimiliki Indonesia.

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies Khairul Fahmi berpendapat jika berbicara pertahanan murni, Indonesia sebenarnya lebih membutuhkan kapal selam, fregat, dan sistem senjata asimetris untuk menjaga kedaulatan laut.

Menurutnya, kapal induk bukan prioritas dalam skema sea denial.

Namun, jika berbicara Indonesia sebagai negara maritim besar, menurutnya kapal induk bisa menjadi simbol kekuatan sekaligus platform multifungsi.

Terlebih, kata dia, seperti dijelaskan KSAL, kapal tersebut rencananya akan dimodifikasi untuk operasi militer selain perang (OMSP), terutama misi humanitarian assistance and disaster relief (HADR).

"Maka, prioritasnya bukan lagi pesawat tempur, tapi helikopter dan drone. Itu sangat relevan dengan kebutuhan Indonesia, di mana helikopter untuk distribusi logistik, evakuasi, dan SAR, sedangkan drone bisa memperluas jangkauan pengintaian dan pengawasan. Dengan begitu, kapal induk tidak hanya menjadi simbol, tapi juga aset nyata dalam mendukung kesiapsiagaan nasional," kata Fahmi saat dihubungi, Selasa (16/9).

Meski demikian, ia menyebut tetap ada sejumlah catatan. Biaya operasional kapal induk sangat besar, usia kapal sudah tidak baru, dan integrasinya dengan grand strategy pertahanan harus dipastikan.

Ia juga berpendapat setiap akuisisi alutsista besar idealnya juga diarahkan pada target kemandirian, baik melalui transfer teknologi, keterlibatan industri pertahanan dalam proses modifikasi, maupun pembangunan kapasitas sumber daya manusia.

"Dengan begitu, kapal induk bukan sekadar dibeli, tapi juga menjadi sarana percepatan kemandirian pertahanan nasional," katanya.

Fahmi berpendapat rencana TNI AL itu bisa dimaknai sebagai bagian dari transformasi maritim Indonesia.

"Selama kalkulasi cost-benefit, doktrin operasional, dan target kemandirian dijalankan secara serius, kehadiran kapal induk dinilai bisa memberi manfaat strategis, baik sebagai kekuatan simbolik maupun instrumen nyata dalam menjaga rakyat," katanya.

Sementara itu, Analis Pertahanan Fauzan Malufti mengingatkan agar rencana TNI Angkatan Laut untuk mengakuisisi kapal induk itu benar-benar didasari kebutuhan nyata dan bukan semata gengsi.

"Rencana pembelian Garibaldi harus benar-benar didasari oleh kebutuhan nyata di lapangan dan juga kemampuan kita untuk mengoperasikannya, jika memang jadi akan dibeli, bukan dibeli hanya karena pride atau alasan lainnya," kata Fauzan.

Ia mengatakan ada beberapa hal yang menjadi perhatian utama dalam rencana tersebut.

Pertama adalah harga, termasuk biaya untuk perbaikan dan modifikasi.

Lalu kemampuan TNI AL untuk mengoperasikan kapal tersebut. Ini mulai dari sumber daya manusia, biaya perawatan, bahan bakar, kelengkapan persenjataan, hingga ketersediaan pangkalan yang mampu menunjang operasi, pemeliharaan, dan perawatan.

"Kemudian konsep operasi, apakah TNI AL memang butuh kapal induk dan butuhnya sekarang?" ujarnya.

Menurutnya, beberapa hal di atas sebaiknya dijelaskan secara terbuka oleh TNI AL maupun Kementerian Pertahanan agar publik bisa menilai baik-buruk rencana akuisisi kapal induk itu.

"Apalagi umur Garibaldi sudah cukup tua, statusnya bekas, dan situasi dalam negeri saat ini di mana publik sangat kritis terhadap belanja-belanja pemerintah yang dinilai tidak produktif dan mahal," ujarnya.

Ia mengatakan pengalaman Thailand dengan Kapal Induk HTMS Chakri Naruebet harus dijadikan pelajaran.

Fauzan menyebut Thailand tidak bisa mengoperasikan secara maksimal dan kapal induk tersebut lebih banyak menghabiskan waktu di Pelabuhan dibanding di laut.

Menurutnya, Chakri bisa dibilang sudah kehilangan banyak fungsi sebagai kapal induk.

"Intinya jangan dipaksakan karena nanti manfaat dan fungsinya bisa lebih sedikit dibanding biaya yang harus dikeluarkan. Bisa jadi lebih baik anggarannya digunakan untuk keperluan lain seperti menambah jumlah kapal fregat," katanya.

(yoa/isn)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK