Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pemerintah khususnya Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa perihal potensi korupsi di balik pencairan Rp200 triliun ke lima bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Peringatan itu disampaikan Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat mengumumkan lima tersangka kasus dugaan korupsi pencairan kredit usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha (Perseroda) tahun 2022-2024. Salah satu tersangka ialah Direktur Utama PT BPR Bank Jepara Artha Jhendik Handoko.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asep mengatakan kasus tersebut harus menjadi alarm bagi semua pihak. Dia berharap jangan sampai kucuran dana kredit ke Bank Himbara tersebut malah menjadi masalah di kemudian hari.
"Sisi negatifnya tentunya ada potensi-potensi tindak pidana korupsi seperti yang terjadi di Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha, kreditnya kemudian macet karena memang ini kreditnya kredit fiktif," kata Asep dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/9) malam.
Asep mafhum kucuran dana tersebut menjadi stimulus bagi perekonomian negara. KPK, kata dia, siap melakukan pengawasan untuk mencegah korupsi terjadi.
"Jadi, adanya stimulus ekonomi yang diberikan oleh pemerintah dengan menggelontorkan Rp200 triliun itu menjadi sebuah tantangan juga bagi kami di KPK untuk melakukan pengawasan," ucap dia.
"Sehingga stimulus ekonomi ini bisa berjalan dengan baik dan memberikan efek positif bagi ekonomi masyarakat," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan akan memindahkan uang negara sebesar Rp200 triliun yang selama ini mengendap di Bank Indonesia (BI) untuk diguyur ke bank-bank pelat merah.
Uang yang dialihkan pemerintah adalah sisa anggaran lebih (SAL) serta sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) yang selama ini disimpan di BI. Purbaya menyebut uang yang mengendap di bank sentral ada di kisaran Rp425 triliun hingga Rp440 triliun.
Merespons wanti-wanti KPK, Purbaya mengatakan tangkap siapa saja yang ketahuan membuat pinjaman fiktif dari kucuran dana negara ini.
"Kalau dia (pejabat perbankan) kredit fiktif, kalau ketahuan, ditangkap, dipecat! Tapi saya gak tahu, kalau sebesar itu (Rp200 triliun) apa mereka berani kredit fiktif," tegas Purbaya dalam Media Briefing di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (19/9).
"Potensi (kredit fiktif) pasti ada, tergantung bank ... Kalau masalah itu kan selalu ada. Saya belum masuk (menjabat menteri keuangan) juga, kalau ada kredit fiktif, ada juga kredit fiktif," sambungnya.
(ryn/rds)