Mahfud MD Ungkap Ada 2 Cucunya yang Keracunan MBG di Jogja

CNN Indonesia
Selasa, 30 Sep 2025 21:08 WIB
Eks Menko Polhukam Mahfud MD juga pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). (CNN Indonesia/ Tunggul)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Mantan Menko Polhukam RI, Mahfud MD menyebut dua orang cucu atau anak dari keponakannya turut mengalami keracunan makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah mereka.

"Cucu saya juga keracunan... Iya, MBG. Di Jogja. Cucu ponakan ya," kata Mahfud dalam kanal Youtube Mahfud MD Official yang disiarkan Selasa (30/9) malam. CNNIndonesia.com telah diizinkan untuk mengutip siaran tersebut.

Dalam tayangan itu, Mahfud tak merinci kapan cucunya mengalami gejala keracunan tersebut. Tapi, kata dia, kedua cucunya dan beberapa rekan di satu sekolah itu mengalami gejala keracunan makanan berupa muntah-muntah pascakonsumsi menu MBG.

"Satu kelas itu delapan orang langsung muntah-muntah. Nah yang enam itu, enam dan kakaknya, kakak yang masih dirawat di rumah sakit itu habis muntah-muntah sehari disuruh pulang, bisa dirawat di rumah," tutur Mahfud.

"Tapi yang ini (cucu satunya lagi) sampai empat hari di rumah sakit. Ada dua, bersaudara. Beda kelas. Di sekolah yang sama. Masih dirawat di rumah sakit sampai kemarin saya masih di Jogja. Sekarang mungkin hari ini sudah (membaik)," sambung dia yang juga pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Pada kesempatan itu, Mahfud mengaku memahami pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto soal kesalahan atau kekurangan pelaksanaan program MBG di seluruh Indonesia adalah 0,00017 persen saja dari total penerima sejauh ini. Namun, dia kemudian membandingkan soal kecelakaan penerbangan, walaupun hanya terjadi satu saja ternyata bisa membuat publik geger karena menyangkut nyawa.

Oleh karena itu, Mahfud menegaskan persoalan korban keracunan MBG jangan dilihat sebagai sebuah sekedar angka.

"Tapi kan juga jutaan pesawat terbang di dunia ini lalu lalang setiap hari kecelakaan satu saja tidak sampai 0,00017 persen orang sudah ribut, karena menyangkut nyawa, kesehatan. Jadi bukan persoalan angka, ini harus diteliti lagi apa masalahnya," tegas Mahfud.

Bagi Mahfud, MBG ini bertujuan mulia karena menyediakan kebutuhan makan dan gizi, khususnya bagi anak kurang mampu. Kata dia, program ini harus didukung dan tentunya disertai evaluasi.

Salah satu yang menurut Mahfud mendesak untuk diperbaiki adalah tata kelola program ini, sekaligus demi memperjelas siapa pihak penyelenggara MBG di tingkat bawah saat pemerintah daerah secara struktural tidak dilibatkan dalam pelaksanaannya.

"Begitu ada masalah keracunan, mereka (pemda) yang turun. Ada yang satu sekolah, guru tidak digaji, tidak ikut panitia tapi ikut membersihkan ompreng. Lalu ada yang hilang dia suruh ganti, padal dia bukan panitia. Iya kan," ungkap Mahfud.

Tata kelola dan dasar hukum MBG

Terkait tata kelola, Mahfud pun mempertanyakan dasar hukum MBG yang tidak jelas, apakah Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Pemerintah (PP) atau Undang-undang. Padahal, untuk melegalkan suatu program yang memakan alokasi anggaran negara semestinya ada dasar regulasinya.

Di satu sisi, undang-undang juga telah mengatur Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) atau prinsip-prinsip sebagai pedoman bagi pejabat pemerintahan dalam mengeluarkan keputusan dan tindakan.

"Tata kelolanya kan minimal asas kepastian hukumnya nggak jelas. Siapa yang melakukan apa, yang bertanggungjawab ini siapa kepada siapa, dari siapa kepada siapa, kan kita tidak tahu," kata Mahfud.

"Misalnya asas kepastian hukum tidak tersedianya peraturan perundang-undangan yang bisa diakses. Kalau kita mau mengatakan, 'oh itu di kabupaten sana atau di sekolah sana atau di pengelola dapur nomor sekian, pengelolanya tidak benar, terus apa ukuran ketidakbenaran'. Kan harus ada tata kelolanya yang diatur, misal dengan PP atau dengan perpres. Itu kan harus begitu. (Sejauh ini tidak ada semua?) iya," sambungnya.

Dia mengatakan kepastian hukum juga memperjelas tanggungjawab atau parameter dari Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) itu sendiri, selain memperjelas prosedur dan standar pelaksanaan MBG, serta kewenangan mereka-mereka yang terlibat di lapangan. Seperti pemerintah daerah, kepala sekolah, atau guru.

"Kepastian hukum itu pentingnya adalah agar orang bisa memprediksi, kalau saya melakukan ini, kalau benar ini akibatnya, kalau salah saya akan menerima akibat ini," ujar Mahfud.

(kum/kid)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK