Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar kuota haji khusus petugas haji yang diperjualbelikan asosiasi atau biro perjalanan haji atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) kepada para jemaah.
Kuota haji khusus yang diduga turut disalahgunakan tersebut seyogianya milik petugas pendamping, petugas kesehatan hingga pengawas.
"Penyidik juga menemukan adanya dugaan kuota-kuota haji yang seharusnya diperuntukkan untuk petugas seperti petugas pendamping, kemudian petugas kesehatan ataupun pengawas dan juga administrasi itu ternyata juga diperjualbelikan kepada calon jemaah. Artinya kan itu juga menyalahi ketentuan," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (7/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi menuturkan praktik tersebut berdampak pada kualitas pelayanan ibadah haji.
"Misalnya yang seharusnya jatahnya petugas kesehatan yang akan memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan kesehatan dari para calon jemaah, tapi kemudian diperjualbelikan kepada calon jemaah lain. Artinya, ada petugas kesehatan yang berkurang jumlahnya ataupun petugas-petugas lain. Nah, itu didalami juga oleh penyidik yang tentu juga kondisinya berbeda-beda dari setiap biro travel," ungkap dia.
Berdasarkan ketentuan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia. Kuota haji khusus terdiri atas jemaah haji khusus dan petugas haji khusus.
Lebihnya yakni 92 persen diperuntukkan untuk kuota haji reguler.
Tambahan kuota haji sebanyak 20.000 seharusnya dibagikan untuk jemaah haji reguler sebanyak 18.400 atau setara dengan 92 persen, dan kuota haji khusus sebanyak 1.600 atau setara dengan 8 persen.
Dengan demikian, seharusnya haji reguler yang semula hanya 203.320 akan bertambah menjadi 221.720 orang. Sementara haji khusus yang semula 17.680 akan bertambah menjadi 19.280 orang.
Namun, diduga ada perbuatan melawan hukum saat Menteri Agama ketika itu yakni Yaqut Cholil Qoumas menandatangani Surat Keputusan (SK) Nomor 130 Tahun 2024 yang mengatur pembagian kuota 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Budi masih merahasiakan jumlah kuota khusus petugas haji yang diduga diperjualbelikan kepada calon jemaah berikut nominal dari transaksi tersebut. Dia mengatakan penyidik masih terus bekerja dan mendalami hal tersebut.
"Berapa nilainya, ada yang memperjual-belikan, ada yang tidak, ada yang sesuai ketentuan, beragam ini kondisinya. Makanya, memang penyidik penting untuk mendalami dari setiap PIHK tersebut," imbuhnya.
Dia menambahkan secara paralel KPK masih menunggu perhitungan akhir kerugian keuangan negara yang sedang dikerjakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Paralel dengan proses yang sedang berjalan di BPK yaitu saat ini masih proses penghitungan kerugian keuangan negaranya, sehingga ini secara simultan dilakukan pemeriksaan baik oleh penyidik KPK maupun oleh tim auditor di BPK supaya nanti bisa secara efektif bisa selesai," pungkasnya.
Pada hari ini, KPK memeriksa tiga orang saksi. Mereka ialah mantan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Tauhid Hamdi, Direktur Utama PT Thayiba Tora Artha Hanif, dan Muhammad Iqbal Muhajir yang merupakan karyawan swasta.
Tauhid mengatakan penyidik masih mendalami perihal pertemuannya dengan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Dia mengatakan pertemuan tersebut terjadi sebelum SK mengenai pembagian kuota haji tambahan terbit.
SK dimaksud yakni SK Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Yaqut saat masih menjabat sebagai Menteri Agama.
Adapun SK tersebut mengatur pembagian kuota sebesar 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus (50:50).
Bertentangan dengan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang menetapkan 92 persen untuk kuota haji reguler dan 8 persen kuota haji khusus.
"Masih sekitar pendalaman pertemuan dengan Gus Yaqut," kata Tauhid usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (7/10).
Tauhid mengklaim tidak mengetahui pembagian kuota 50 persen untuk haji regular dan 50 persen untuk haji khusus sebagaimana SK dimaksud. Dia bilang hal tersebut menjadi kewenangan Yaqut.
"Itu 50 persen wewenangnya Gus Yaqut ya, Kementerian Agama, kita tidak ada intervensi untuk menentukan kuota 50:50. Kita cuma bertemu biasa saja," ungkap Tauhid.
Satu saksi lain atas nama Supratman Abdul Rahman selaku Direktur PT Sindo Wisata Travel hingga pukul 14.02 WIB belum memenuhi panggilan penyidik.
KPK belum mengumumkan tersangka dalam kasus ini dan menyatakan masih memerlukan banyak waktu lantaran kuota haji tambahan melibatkan 400-an travel dan uang sudah mengalir ke banyak pihak.
KPK juga masih mengejar pihak yang berperan sebagai juru simpan uang diduga hasil korupsi kuota haji tambahan. KPK bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menelusuri aliran uang dalam kasus ini.
Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai Rp1 triliun lebih. Temuan ini akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Adapun KPK sudah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Mereka ialah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik agen perjalanan Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur.
KPK juga sudah menggeledah sejumlah tempat seperti rumah kediaman Yaqut di Condet, Jakarta Timur, kantor agen perjalanan haji dan umrah di Jakarta, rumah ASN Kementerian Agama di Depok, hingga ruang Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama.
Banyak barang bukti diduga terkait perkara telah disita. Di antaranya dokumen, Barang Bukti Elektronik (BBE), hingga kendaraan roda empat dan properti.
(ryn/gil)