Kasus Korupsi di BUMD Riau, Dirut dan Direktur Keuangan Tersangka

CNN Indonesia
Selasa, 21 Okt 2025 19:05 WIB
Dirut Rahman Akil dan Direktur Keuangan Debby Riaumasari jadi tersangka korupsi pengelolaan keuangan BUMD PT SPR.
Dua orang jadi tersangka kasus korupsi BUMD di Riau. (CNN Indonesia/ Patricia Diah Ayu)
Jakarta, CNN Indonesia --

Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) menetapkan dua orang tersangka kasus dugaan pengelolaan keuangan PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Provinsi Riau periode 2010-2015.

Kedua tersangka dalam perkara ini adalah Rahman Akil, selaku Direktur Utama PT SPR tahun 2010-2015 dan Debby Riaumasari, selaku Direktur Keuangan PT SPR tahun 2010-2015.

"Berdasarkan perolehan hasil penyidikan yang telah dilakukan dan adanya perolehan kecukupan bukti, maka penyidik menetapkan dua orang tersangka," kata Wadir Penindakan Kortas Tipidkor Polri Kombes Bhakti Eri Nurmansyah di Bareskrim Polri, Selasa (21/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bhakti menerangkan perkara ini bermula ketika PT SPR yang merupakan BUMD Provinsi Riau berubah dari perusahaan daerah menjadi perseroan terbatas (PT).

Kemudian pada 12 Mei 2010 berdasarkan rapat umum pemegang saham luar biasa, Rahman diangkat menjadi Direktur Utama PT SPR dan Debby menjadi Direktur Keuangan PT SPR.

"Selanjutnya pada tanggal 15 Oktober 2009 PT SPR mendirikan anak perusahaan yaitu bernama PT SPR Langgak, yang menjalankan usaha-usaha dalam bidang pertambangan di Blok Langgak daerah lapangan Langgak, Cekungan Sumatera Tengah, Provinsi Riau," ucap Bhakti.

Selanjutnya pada 25 November 2009, Ditjen Migas Kementerian ESDM menerbitkan surat pemberitahuan penawaran langsung hasil kerja di Blok Langgak yang diajukan kepada Direktur Utama PT SPR dan Direktur Kingswood Capital LTD (KCL).

"Dalam surat tersebut konsorsium PT SPR dan KCL ditetapkan pemenangan penawaran langsung untuk mengelola blok wilayah kerja Langgak," tutur Bhakti.

"Selanjutnya pada 30 November 2009, konsorsium SPR dan KCL ini melakukan kerjasama atau produk sharing kontrak checking Kementerian ESDM untuk jangka waktu 20 tahun yang berlaku efektif sejak April 2010 sampai 2030," lanjutnya.

Dalam perkara ini, tersangka Rahman Akil dan Debby diduga telah melakukan tindakan pengeluaran keuangan perusahaan tidak sesuai dengan prinsip GCG, atau Good and Clean Government yang mengakibatkan kerugian PT SPR selaku BUMD.

Selain itu, keduanya diduga melakukan pengadaan yang tidak dilandasi analisa dan kebutuhan. Lalu, melakukan kesalahan atau kelalaian pada pencatatan overlifting yang merugikan perusahaan.

Lebih lanjut, Bhakti menyebut hasil perhitungan kerugian keuangan negara berdasarkan laporan hasil audit BPKP dalam kasus ini sebesar Rp33.296.257.959 dan 3.000 USD atau sekitar Rp49,6 juta.

"Itu hasil perhitungan dari BPKP. BPKP memiliki metode-metode perhitungan. Begitu, hasil dari audit mereka. Dari pengelolaan keuangan yang ada di perusahaan PT. SPR ini," ujarnya.

Dalam perkara ini, kedua tersangka dijerat Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 Tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

(dis/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER