Kasus dugaan ijazah palsu yang menyeret hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arsul Sani dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Laporan dilayangkan Aliansi Masyarakat Pemantau Konstitusi (AMPK), Senin (17/11). Mereka berharap laporan soal isu dugaan ijazah palsu milik Arsul ditindaklanjuti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami berharap melalui MKD DPR bisa menindaklanjuti dan melaksanakan tugasnya apakah ada dugaan-dugaan atau indikasi melanggar kode etik," kata Koordinator AMPK Betran Sulani.
Pihak teradu dalam laporan tersebut adalah lima pimpinan Komisi III DPR periode 2019-2024. Mereka yakni, Herman Hery dari PDIP, Adies Kadir dari Golkar, Ahmad Sahroni dari NasDem, Mulfachri dari PAN, dan Desmond J Mahesa dari Gerindra.
Kelimanya diadukan karena dinilai bertanggung jawab terhadap proses seleksi dan uji kelayakan terhadap Arsul sebagai hakim MK usulan DPR.
"Laporan dugaan pelanggaran kode etik atas kelalaian konstitusional dan perbuatan tidak profesional oleh pimpinan dan anggota Komisi 3 DPR dalam proses fit and proper test terhadap calon hakim MK, mengakibatkan lahirnya putusan kelembagaan yang cacat hukum," demikian bunyi pokok aduan.
AMPK dalam laporannya menyertakan sejumlah bukti antara lain tangkapan layar biodata Arsul, tangkapan layar terkait skandal kampus Arsul Sani, dan tangkapan layar berisi desakan agar Arsul diperiksa.
Arsul telah membantah tudingan ijazah palsu yang sebelumnya dilaporkan AMPK.
Arsul mengaku menjalani wisuda doktoral pada 2022 di Warsaw Management University (WMU) di Warsawa, Polandia. Dalam wisuda tersebut, hadir Duta Besar Indonesia di Warsawa saat itu, Anita Lidya Luhulima.
"Nah, di wisuda itulah kemudian WMU juga mengundang Ibu Dubes Indonesia di kota Warsawa Ibu Anita Lidya Luhulima dan kemudian kami hadir, ini foto-foto wisudanya juga. Ada di sanalah diberikan ijazah asli itu, ijazah asli ini kemudian ini foto dengan Ibu Anita Lidya Luhulima Dubes RI di Polandia," kata Arsul mengutip detikcom, Senin (17/11).