BNPT Sebut Rekrutmen Anak oleh Kelompok Teroris Jadi Ancaman Global
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut perekrutan anak-anak oleh kelompok teroris telah menjadi ancaman global yang dihadapi banyak negara.
Kepala BNPT Eddy Hartono mengatakan saat ini fenomena rekrutmen secara daring telah menjadi perhatian serius bagi pemerintah karena tidak hanya terjadi di Indonesia. Ia menyebut pemerintah juga telah menetapkan isu ini sebagai salah satu prioritas nasional.
"Penomena rekrutmen online terhadap anak oleh kelompok terorisme ini tidak hanya di Indonesia tapi ini menjadi ancaman global sehingga di setiap negara ini menjadi atensi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (20/11).
Ia mengatakan saat ini pemerintah juga telah membentuk tim Koordinasi Nasional Perlindungan Khusus Anak Korban Terorisme dalam rangka perlindungan anak korban jaringan terorisme.
Eddy menjelaskan tim ini mengedepankan pendekatan multisektoral yang berfokus pada Pencegahan, Rehabilitasi dan Reintegrasi dengan mempertimbangkan prinsip kepentingan anak, pemulihan serta keadilan restoratif.
Lewat kebijakan ini, kata dia, diharapkan dapat mencegah dan menanggulangi aksi terorisme khususnya terhadap pola rekrutmen dan paparan ekstremisme terhadap anak melalui ruang digital.
Ia menyebut tim tersebut nantinya akan melibatkan Kemensos, Kemen PPPA, LPSK, KPAI hingga Mabes Polri khususnya Densus 88 Antiteror.
"Di mana dengan pendekatan multi sektor, fokus terhadap faktor kegiatan pencegahan, rehabilitasi dan perlindungan, nah ini yang menjadi prinsip-prinsip apalagi terhadap anak ini demi kepentingan baik anak, kemudian pemulihan dan keadilan restoratif," ujarnya.
Sebelumnya Densus 88 Antiteror Polri membeberkan modus baru yang digunakan oleh jaringan terorisme untuk merekrut anak melalui game online atau gim daring.
Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana menyebut jaringan terorisme ini memakai fasilitas komunikasi atau chat di dalam game online untuk merekrut anak.
"Ada beberapa kegiatan yang dilakukan anak-anak kita ini ya, bermain game online. Nah di situ mereka juga ada sarana komunikasi chat, gitu ya," kata Mayndra dalam konferensi pers, Jakarta, Selasa (18/11).
Mayndra menerangkan dari interaksi yang terbangun saat bermain game online itu, terduga jaringan terorisme kemudian membangun sebuah komunikasi.
Setelahnya, perekrut melakukan komunikasi yang lebih intens dengan anak melalui kanal yang lebih privat yakni grup di aplikasi pesan online.
"Lalu mereka dimasukkan kembali ke dalam grup yang lebih khusus, yang lebih terenkripsi, yang lebih tidak bisa terakses oleh umum," ucap Mayndra.
(fra/tfq/fra)