Yahya Cholil Staquf menegaskan ogah mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Hal itu disampaikan Yahya merespons Risalah rapat harian Syuriah PBNU yang minta dia mengundurkan diri dari jabatannya.
"Saya sama sekali tidak terbesit pikiran untuk mundur (dari Ketum PBNU). Karena saya mendapatkan amanah dari muktamar untuk lima tahun, pada muktamar ke-34 lalu," kata Yahya di Surabaya mengutip detikcom, Minggu (23/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kakak mantan menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Staquf menegaskan akan menyelesaikan jabatannya sebagai Ketum PBNU sesuai mandat muktamar.
"Saya mendapatkan mandat lima tahun dan akan saya jalani lima tahun. Insya Allah saya sanggup. Maka saya sama sekali tidak terbesit pikiran untuk mundur," tegasnya.
Sebelumnya beredar risalah rapat harian Syuriah PBNU memutuskan Yahya Cholil Staquf harus mundur dari Ketum PBNU dalam waktu tiga hari sejak diterimanya risalah itu. Jika dalam tenggat itu tidak mengundurkan diri, Syuriah akan memberhentikannya.
Risalah itu ditandatangani Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar, diputuskan dalam rapat yang dihadiri 37 Pengurus Harian Syuriah di Hotel Aston City Jakarta pada 20 November 2025.
"Musyawarah antara Rais Aam dan dua Wakil Rais Aam memutuskan: KH Yahya Cholil Staquf harus mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya keputusan Rapat Harian Syuriyah PBNU," tulis poin keputusan dalam risalah tersebut.
"Jika dalam waktu 3 (tiga) hari tidak mengundurkan diri, Rapat Harian Syuriyah PBNU memutuskan memberhentikan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama," lanjutnya.
Berdasarkan risalah, desakan pengunduran diri itu terkait undangan narasumber jaringan zionisme internasional dalam Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) yang dianggap melanggar nilai dan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah An Nahdliyah serta bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama.
Selain itu, berkaitan dengan adanya indikasi pelanggaran dalam tata kelola keuangan di lingkungan PBNU.
Menyusul beredarnya risalah itu, PBNU mengumpulkan semua pengurus wilayah di Surabaya pada Sabtu (22/11) malam. Rapat koordinasi penting itu digelar di Hotel Novotel Samator, Surabaya, Jawa Timur atas undangan Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni dan Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Faisal Saimima.
Hari ini, Minggu (23/11), Ketum PBNU Yahya mengundang puluhan kiai dan alim ulama untuk menghadiri "Silaturahmi Alim Ulama" di Gedung PBNU lantai 8 di Jl Kramat Raya Nomor 164 Jakarta. Acara dijadwalkan mulai 19.30 WIB.
Dalam undangan bernomor 4773/PB.23/B.I.01.08/99/11/2025 itu ada 76 nama yang masuk daftar undangan. Mereka terdiri dari tokoh-tokoh sepuh NU, ulama kharismatik, hingga intelektual NU. Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul) tak masuk daftar.
Baca berita lengkapnya di sini.
(frd/dal)