Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Joko Ridho Witono, mengungkap hasil temuan lapangan terbaru terkait keberadaan Rafflesia hasseltii, salah satu spesies bunga langka yang menjadi kekayaan hayati Indonesia.
Temuan ini merupakan bagian dari riset kolaboratif antara BRIN, Universitas Bengkulu, dan Komunitas Peduli Puspa Langka Bengkulu dalam proyek bertajuk The First Regional Pan-Phylogeny for Rafflesia, yang bertujuan merekonstruksi hubungan filogenetik seluruh jenis Rafflesia di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian mendapatkan dukungan dana dari the University of Oxford Botanic Garden and Arboretum dan Program RIIM Ekspedisi dari BRIN.
Menurut Joko, riset ini menegaskan posisi Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman Rafflesia tertinggi di dunia, bersama Filipina. Hingga kini, tercatat ada 16 jenis Rafflesia di Indonesia, dan tim BRIN telah berhasil mengumpulkan 13 sampel untuk dianalisis DNA-nya.
"Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya kami memahami hubungan kekerabatan genetik antarjenis Rafflesia dan memastikan konservasinya di habitat asli," ujar Joko saat diwawancara tim Komunikasi Publik BRIN, Minggu (23/11).
Penelitian yang dimulai sejak awal 2025 ini melibatkan kolaborasi lintas negara dengan dukungan dana dari the University of Oxford Botanical Garden and Arboretum.
Tim BRIN bertanggung jawab penuh atas pengumpulan dan analisis sampel di Indonesia, sementara negara lain seperti Malaysia dan Filipina melakukan riset paralel di wilayahnya masing-masing.
"Kami pastikan tidak ada material genetik yang keluar dari Indonesia. Semua proses riset dilakukan secara legal dan berizin," tegasnya.
Dua Bunga Rafflesia Arnoldii itu kini bersamaan mekar sempurna di kawasan Desa Selamat Sudiarjo, Kecamatan Bermani Ulu, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, sejak Sabtu (22/11).
Ketua Kelompok Peduli Puspa Langka (KPPL) Rejang Lebong Tedi Riski mengatakan di lokasi dua Bunga Rafflesia Arnoldii yang mekar tersebut juga terdapat satu knop atau bakal bunga yang diperkirakan beberapa minggu ke depan akan mekar.
"Bunga Rafflesia Arnoldii yang sudah mekar ini ada dua, dan satu lagi masih dalam bentuk knop aktif. Ini menunjukkan habitatnya di Desa Selamat Sudiarjo, lokasinya tumbuh ini sangat sehat dan produktif," ujar dia saat dihubungi Antara di Rejang Lebong, Minggu (23/11).
Akses menuju lokasi terbilang menantang namun masih bisa dikunjungi wisatawan, di mana dari Kota Curup (Ibu Kota Rejang Lebong) berjarak sekitar 25 kilometer (km) dan dapat ditempuh kendaraan roda dua maupun roda empat, katanya, menjelaskan.
"Lokasinya dari Desa Selamat Sudiarjo berjarak sekitar 3 km menggunakan kendaraan roda dua, kemudian jalurnya sekitar 20 menit menuju titik mekar," ujar dia.
Ia mengatakan pengunjung yang akan melihat bunga tersebut diminta untuk berhati-hati karena lokasi bunga ini berada di lembah yang terjal dengan kemiringan hampir 60 derajat dan licin.
"Di sekeliling area bunga ini tumbuh terdapat banyak knop Rafflesia yang rawan terinjak. Dalam beberapa tahun terakhir, lokasi ini memang sering menjadi tempat mekarnya Rafflesia Arnoldii. Karena itu pengunjung harus menjaga kelestarian habitatnya," katanya, menambahkan.
Tokoh masyarakat Kecamatan Bermani Ulu Saikul Latief mengatakan lokasi tumbuhnya Bunga Rafflesia Arnoldii di Desa Selamat Sudiarjo tersebut sudah diketahui sejak 2019 lalu, di tempat itu setidaknya terdapat tujuh lokasi yang menjadi habibat bunga ikon Provinsi Bengkulu.
"Di sini hampir setiap bulan mekar. Di Desa Selamat Sudiarjo ini sekarang ada tujuh dari sembilan lokasi yang menjadi tempat tumbuhnya Bunga Rafflesia, dua lokasi lainnya sudah hilang karena inang tempatnya tumbuh rusak," kata Saikul.
Menurut dia, keberadaan habibat Bunga Rafflesia di Desa Selamat Sudiarjo jika dikelola oleh pemerintah daerah bisa menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke Rejang Lebong, hal ini terbukti dengan banyaknya wisatawan asing yang datang ke daerah itu untuk melihatnya.
"Yang sudah datang kemarin dari Oxford University Inggris, kemudian dari Rusia, India, China, Filipina dan beberapa negara lainnya. Mereka jauh-jauh datang untuk melihat langsung bunga raksasa ini mekar, sayang sekali jika pemerintah daerah maupun dinas terkait tidak mengembangkannya," kata Saikul, menegaskan.