Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya mengklaim telah meminta waktu untuk bertemu dengan Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar untuk membicarakan konflik di internal PBNU.
Namun, ia mengatakan belum ada jawaban dari Miftachul. Yahya membuka kemungkinan untuk kembali menghubungi Miftachul.
"Saya sebetulnya hari Jumat itu, saya sudah mengirim pesan kepada Rais Aam untuk minta waktu menghadap, bertemu. Tapi sampai sekarang belum ada jawaban. Saya masih akan tunggu. Mungkin pada satu titik saya akan kirim pesan lagi untuk minta menghadap ya," kata Yahya di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (26/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yahya mengaku siap menyelesaikan masalah di internal PBNU itu. Ia kemudian menyesalkan rapat harian syuriyah beberapa waktu lalu yang tidak memberikan ruang kepadanya untuk klarifikasi.
Risalah rapat itu meminta dirinya mundur dari jabatan terhitung tiga hari sejak diterimanya risalah.
"Saya dilarang memberikan klarifikasi. Itu yang paling saya sesalkan. Tuduhan apapun kami semua, kita punya tim yang baik. Mulai dari soal administrasi, soal keuangan, soal hukum dan lain sebagainya, kita punya tim yang baik, dan saya siap mempertanggungjawabkan semua, setiap hal yang saya lakukan selama menjabat sebagai ketua umum ini," ujarnya.
Di sisi lain, Yahya mengaku telah dipanggil untuk datang ke Pesantren Lirboyo pada Kamis (27/11) besok.
Pesantren itu direncanakan akan jadi tempat pertemuan kiai-kiai NU untuk membahas konflik tersebut.
"Besok saya Insya Allah akan datang ke sana. Sementara juga komunikasi langsung juga kita upayakan. Tapi namanya komunikasi itu kan memang harus dua arah. Harus dua arah. Sehingga ya saya akan terus mengetuk. Nah tinggal jawaban dari beliau seperti apa, itu yang saya tunggu," katanya.
Surat edaran terbaru yang beredar hari ini yang isinya menyatakan bahwa Gus Yahya tidak lagi menjabat Ketua Umum PBNU.
Surat edaran itu merupakan tindak lanjut dari rapat harian Syuriyah PBNU, 20 November lalu di Jakarta yang meminta Gus Yahya mundur dari kursi ketua umum dalam waktu tiga hari sejak diterimanya keputusan rapat harian Syuriyah.
Jika dalam waktu tiga hari tidak mengundurkan diri, rapat harian Syuriyah PBNU memutuskan memberhentikan Yahya Cholil Staquf.
Surat edaran terbaru ini bercap tandatangan elektronik Wakil Rais Aam Afifuddin Muhajir dan Katib Ahmad Tajul Mafakhir.
"Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, maka KH. Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU terhitung mulai 26 November 2025 pukul 00.45 Wib," bunyi butir 3 dari surat edaran tersebut.
Pada butir selanjutnya dinyatakan Yahya Cholil Staquf tidak lagi memiliki wewenang dan hak untuk menggunakan atribut, fasilitas, dan/atau hal-hal yang melekat kepada jabatan Ketua Umum PBNU.
Kemudian Gus Yahya juga tidak punya wewenang dan hak untuk bertindak atas nama Perkumpulan Nahdlatul Ulama terhitung mulai tanggal 26 November pukul 00.45 WIB.
Butir selanjutnya memerintahkan agar pengurus menggelar rapat pleno untuk menindaklanjuti pergantian pengurus PBNU.
Kemudian di bagian penutup disebutkan bahwa selama kekosongan jabatan ketua umum PBNU, maka kepemimpinan PBNU sepenuhnya berada di tangan Rais Aam selaku pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama.
"Dalam hal KH Yahya Cholil Staquf memiliki keberatan terhadap keputusan tersebut, maka dapat menggunakan hak untuk mengajukan permohonan kepada Majelis Tahkim Nahdlatul Ulama sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 14 tahun 2025 tentang Penyelesaian Perselisihan Internal," demikian bagian penutup surat edaran.
Gus Yahya menyatakan surat itu tidak sah. Ia menegaskan masih berstatus sebagai ketum PBNU.
(yoa/isn)