Fakta-fakta Terbaru Konflik PBNU: Saling Copot di Pucuk Pimpinan
Konflik internal di pucuk kepemimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masih terus bergulir.
Kursi kepemimpinan Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) sebagai ketua umum (ketum) ormas Islam itu kini terguncang.
Apalagi setelah pekan lalu beredar surat yang menyatakan Gus Yahya tidak lagi menjabat Ketua Umum PBNU.
Berikut rangkuman fakta-fakta yang CNNIndonesia.com terkait perkembangan konflik internal itu sepanjang pekan lalu.
Surat pemecatan Gus Yahya
Surat edaran itu merupakan tindak lanjut dari rapat harian Syuriyah PBNU, 20 November lalu di Jakarta yang meminta Gus Yahya mundur dari kursi ketua umum dalam waktu tiga hari sejak diterimanya keputusan rapat harian Syuriyah.
Jika dalam waktu tiga hari tidak mengundurkan diri, rapat harian Syuriyah PBNU memutuskan memberhentikan Yahya Cholil Staquf.
Surat edaran terbaru ini bercap tandatangan elektronik Wakil Rais Aam Afifuddin Muhajir dan Katib Ahmad Tajul Mafakhir.
"Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, maka KH. Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU terhitung mulai 26 November 2025 pukul 00.45 Wib," bunyi butir 3 dari surat edaran tersebut.
Pada butir selanjutnya dinyatakan Yahya Cholil Staquf tidak lagi memiliki wewenang dan hak untuk menggunakan atribut, fasilitas, dan/atau hal-hal yang melekat kepada jabatan Ketua Umum PBNU.
Di bagian penutup disebutkan bahwa selama kekosongan jabatan ketua umum PBNU, maka kepemimpinan PBNU sepenuhnya berada di tangan Rais Aam selaku pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama. Rais Aam PBNU adalah KH Miftachul Akhyar.
Sementara Yahya menyatakan surat itu tidak sah. Ia menegaskan masih berstatus sebagai Ketum PBNU.
"Saya masih tetap dalam jabatan saya sebagai Ketua Umum berdasarkan konstitusi organisasi dan juga berdasarkan pengakuan dari seluruh jajaran pengurus NU di semua tingkatan di seluruh Indonesia," kata Yahya.
Lihat Juga : |
Gus Yahya Copot Sekjen dan Bendum PBNU
Sejalan dengan itu, Gus Yahya mencopot Menteri Sosial Saifullah Yusuf alias Gus Ipul dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU.
Pencopotan Gus Ipul berdasarkan keputusan Rapat Harian Tanfidziyah yang digelar Jumat (28/11) di kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta. Rapat dipimpin langsung Gus Yahya selaku Ketua Umum PBNU.
"H. Saifullah Yusuf dari posisi semula sebagai Sekretaris Jenderal PBNU ke posisi sebagai Ketua PBNU," demikian keputusan rapat tanfidziyah, sebagaimana tertulis di siaran pers PBNU.
Selain mencopot Gus Ipul, rapat tanfidziyah juga mengganti beberapa pengurus lain. Rapat mengganti KH. Masyhuri Malik dari Ketua PBNU menjadi Wakil Ketua Umum.
Kemudian Gudfan Arif dicopot dari posisi Bendahara Umum menjadi Ketua PBNU. Amin Said Husni ditunjuk mengisi posisi Sekjen menggantikan Gus Ipul.
Terakhir, Sumantri dari posisi semula sebagai Bendahara ke posisi sebagai Bendahara Umum.
Pernyataan Rais Aam PBNU
Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menyatakan Gus Yahya tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum PBNU sejak 26 November 2025 pukul 00.45 WIB.
Artinya, menurut Miftachul, Gus Yahya tidak lagi memiliki kewenangan maupun hak menggunakan atribut Ketua Umum.
Hal itu disampaikan Miftachul usai silaturahmi Rais Aam PBNU dengan para Syuriah PBNU dan 36 PWNU yang digelar di kantor PWNU Jawa Timur, Surabaya, Sabtu (29/11).
"Terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB, KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU. Sejak saat itu, kepemimpinan PBNU sepenuhnya berada di tangan Rais Aam," katanya.
Tim pencari fakta
Selain itu, Miftachul mengatakan pihaknya akan membentuk tim pencari fakta untuk menginvestigasi sejumlah isu di tengah polemik pencopotan Ketua Umum Yahya Cholil Staquf.
Ia menyatakan pihaknya memberikan perhatian khusus, terlebih setelah mencermati dinamika di masyarakat, termasuk berbagai informasi dan opini di media arus utama serta media sosial.
"Selanjutnya untuk mendapatkan kesahihan dari berbagai informasi tersebut, kami akan menugaskan tim pencari fakta melakukan investigasi secara utuh dan mendalam terhadap berbagai informasi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat," kata eks Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu.
Ia mengungkapkan tim pencari fakta itu akan dipimpin dua Wakil Rais Aam PBNU, yakni KH Anwar Iskandar dan KH Afifuddin Muhajir. Anwar Iskandar adalah Ketua Umum MUI yang menggantikan Miftachul, dan kembali terpilih memimpin organisasi yang menaungi ormas Islam se-Indonesia itu dua pekan lalu.
Muktamar
Selain itu, Miftachul mengatakan pihaknya akan menggelar muktamar dalam waktu dekat
"Untuk memastikan berjalannya roda organisasi secara normal maka akan laksanakan rapat pleno atau muktamar dalam waktu segera. Ya, dalam waktu segera," ujarnya.
Sesepuh NU minta islah
Sejumlah kiai NU membentuk Forum Musyawarah Sesepuh Nahdlatul Ulama untuk membahas konflik yang sedang terjadi di internal PBNU. Mereka meminta semua pihak untuk islah.
Forum itu diprakarsai KH Anwar Manshur (Lirboyo) dan KH Nurul Huda Djazuli (Ploso). Setidaknya ada 10 kiai yang hadir secara langsung maupun daring di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso , Kediri, Jawa Timur, Minggu (30/11).
Pertama adalah KH Anwar Manshur (Lirboyo), kedua KH Nurul Huda Djazuli (Ploso), KH Ma'ruf Amin (via Zoom), KH Said Aqil Siroj (via Zoom), KH Abdullah Kafabihi Mahrus (Lirboyo), Kemudian KH Abdul Hannan Ma'shum (Kwagean), KH Kholil As'ad (Situbondo), KH Ubaidillah Shodaqoh, KH dr Umar Wahid (via Zoom) dan KH Abdulloh Ubab Maimoen (via Zoom).
"Forum Sesepuh Nahdlatul Ulama menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi yang terjadi di lingkungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama saat ini dan berharap bisa segera terjadi islah," kata Juru Bicara Pesantren Lirboyo KH Oing Abdul Muid atau Gus Muid.
Ia menyebut Forum Sesepuh Nahdlatul Ulama juga menyerukan kepada para pihak di PBNU yang sedang berkonflik agar menahan diri dan menghentikan pernyataan-pernyataan di media.
"Terlebih yang berkaitan dengan hal-hal yang dapat membuka aib dan berpotensi merusak marwah jam'iyyah," ucapnya.