LBH Desak Pemerintah Tetapkan Bencana Nasional & Tangkap Perusak Hutan
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Regional Barat mendesak Pemerintahan Prabowo Subianto untuk segera menetapkan status darurat Bencana Nasional atas bencana banjir besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara (Sumut) dan Sumatera Barat (Sumbar).
"Penetapan status darurat bencana nasional penting agar fokus penanggulangan bencana juga menjadi kewajiban pemerintah pusat," bunyi penyataan resmi LBH lewat keterangan tertulis, Senin (1/12).
Selain itu, status darurat bencana nasional bisa memberikan akses kewenangan kepada BNPB dan BPBD melalui Pemerintah untuk dapat mengerahkan SDM, peralatan, logistik hingga pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan barang hingga komando untuk memerintahkan dan mengkoordinasikan instansi terkait.
Hal itu guna memastikan penanggulangan bencana dengan cepat dan tepat guna menyelamatkan, mengevakuasi, memenuhi kebutuhan dasar dan memulihkan fungsi prasarana dan sarana vital yang rusak akibat bencana.
LBH mencatat bencana banjir di tiga Provinsi tersebut menimbulkan dampak yang besar, seperti tingginya jumlah korban jiwa dan orang hilang, banyaknya Kabupaten/Kota yang terisolir, ribuan orang harus mengungsi dan kehilangan rumah, logistik yang kian menipis, langkanya ketersediaan bahan-bahan pokok.
Selain itu LBH juga mencatat laporan bantuan kemanusiaan tidak tidak terdistribusi efektif, penjarahan di beberapa toko kebutuhan pokok hingga mahalnya harga BBM.
"Situasi bencana yang semakin parah ini direspons dengan minimnya kemampuan Pemerintah Daerah dalam menanggulangi bencana dengan cepat dan tepat. Beberapa situasi ini cukup alasan alasan bagi Pemerintah Pusat untuk segera menetapkan status Darurat Bencana Nasional," tulis LBH.
Menurut LBH tidak ada alasan bagi pemerintah pusat untuk tidak menetapkan status Darurat Bencana Nasional dengan dalih potensi terganggunya postur anggaran negara, administrasi birokrasi dan juga politik. Pasalnya keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
"Jangan sampai lambatnya penanggulangan bencana yang terjadi di tiga provinsi di Sumatera justru akan menambah lagi jumlah korban," tegas LBH.
Moratorium seluruh izin konsesi di kawasan hutan
Bencana longsor dan banjir, menurut LBH, tak bisa lepas dari dampak dari krisis iklim yang berkaitan dengan aktivitas deforestasi dan masifnya pemberian izin-izin konsesi pada perusahaan pertambangan dan perkebunan yang beraktivitas di wilayah Sumatera.
"Hal demikian menunjukkan gagalnya Pemerintah dalam tata kelola kawasan hutan yang semrawut dengan memberikan atau setidaknya mempermudah izn-izin usaha perkebunan, pertambangan dan juga maraknya alih fungsi lahan demi proyek PLTA yang tersebar di berbagai titik di wilayah Sumatera," ungkap LBH.
Wilayah Sumatera Barat misalnya, dalam rentan waktu 2020-2024 terdapat ratusan ribu hektar hutan dirusak. Hal ini bersifat sistemik dan berkelanjutan, tampak dari citra satelit yang menunjukkan kerusakan di kawasan konservasi dan hutan lindung seperti di wilayah perbukitan di Taman Nasional Kerinci Seblat.
Tambang-tambang ilegal dan pembalakan liar kian memperparah situasi ini, hal tersebut terjadi seperti di wilayah Dharmasraya, Agam, Tanah Datar, dan Pesisir Selatan.
Deforestasi ini menyebabkan tidak ada lagi pohon yang berfungsi menyerap air, sehingga limpasan air yang besar berujung pada banjir dan genangan air seperti di Kota Padang.
"Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan, Kementerian ATR BPN, Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup juga harus bertanggung jawab guna memastikan tidak terulangnya kembali peristiwa ini dengan segera melakukan evaluasi total dan moratorium atau penangguhan izin baru terhadap industri ekstraktif," tulis LBH.
Tangkap pelaku penebangan-pertambangan hutan
LBH juga meminta dilakukan penegakan hukum terhadap aktivitas illegal logging dan tambang-tambang ilegal yang selama ini melakukan deforestasi dan perusakan lingkungan.
"Aparat Penegak Hukum dan Dirjen Gakkum LH juga harus bertindak cepat untuk segera lakukan upaya investigasi dan juga penegakan hukum kepada korporasi perusak lingkungan maupun pihak atau kelompok yang selama ini melakukan aktivitas ilegal loging dan penambangan ilegal yang selama ini marak dan eksis di wilayah Sumatera," tulis LBH.
Hal ini mendesak untuk dapat segera dilakukan mengingat akar persoalan banjir bukan hanya tingginya curah hujan namun karena adanya alih fungsi kawasan hutan dan hilangnya fungsi resapan air akibat tata kelola yang buruk serta karpet merah dan impunitas terhadap pengusaha yang ugal-ugalan dalam melakukan aktivitas bisnisnya.