Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq menyatakan Jawa Barat kini telah kehilangan hutan lindung seluas 1,2 juta hektare dari total 1,6 juta hektare hutannya.
Menurut Hanif, jumlah itu membuat Jawa Barat kini menjadi daerah yang sangat rentan terhadap bencana. Sebab, dari total keseluruhan luas hutan lindungnya, kini hanya tersisa 400 ribu.
"Kalau kita bicara Jawa Barat, maka Jawa Barat telah kehilangan kawasan lindungnya sejumlah 1,2 juta hektare," kata Hanif dalam rapat kerja di Komisi XII DPR, Rabu (3/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga hari ini Jawa Barat hanya dilindungi 400 ribu hektare untuk kawasan lindung yang melindungi ekosistem di bawahnya, sehingga sangat rentan bencana," imbuhnya.
Menurut dia, luas hutan lindung Jabar itu bahkan termuat dalam Peraturan Daerah 2022 tentang data ruang provinsi Jabar. Hanif mengaku telah menyurati banyak pihak, dan membutuhkan dukungan politik, termasuk dari DPR.
"Kami telah menyurati banyak pihak, sepertinya perlu dukungan politik dari Komisi 12 untuk kemudian mengingatkan kita semua agar mentaati daya dukung," katanya.
Hanif pada kesempatan itu sekaligus bicara soal bencana banjir bandang dan longsor hebat di tiga provinsi Sumatra. Menurut dia, kondisi itu salah satunya memang disebabkan karena kondisi alam yang tak lagi mendukung.
Namun, kondisinya kata dia bisa lebih parah jika terjadi di Jawa. Apalagi, curah hujan di Sumatra saat kejadian itu tercatat paling tinggi dari beberapa wilayah lain yang berakibat fatal di Indonesia.
"Sehingga dengan demikian kita juga patut memproyeksikan seandainya siklon ini berada di Jawa, maka potensi bencananya akan sangat besar," katanya.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebelumnya mengungkapkan bahwa hanya sekitar 20 persen kawasan hutan di Jabar yang masih benar-benar berfungsi sebagai hutan, sementara sisanya berada dalam kondisi rusak.
Karena itu, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat akan memulai penanganan hutan rusak pada Desember 2025 sebagai upaya menekan potensi bencana alam.
"Jawa Barat kondisi hutan yang betul-betul masih hutan kan 20 persen lagi. 80 persen kan dalam keadaan rusak," kata Demul, dari rilis yang dikeluarkan Diskominfo Jabar, Selasa (2/12/2025).
Ia menjelaskan, penanganan kerusakan hutan akan dilakukan secara bertahap dengan fokus pada kegiatan penanaman serta perawatan pohon secara optimal. Program ini juga akan melibatkan masyarakat sebagai bagian dari strategi pemulihan ekosistem.
Setiap hektare hutan akan dikelola oleh dua warga yang diberi tanggung jawab untuk menanam dan merawat pohon hingga tumbuh kuat.
"Mereka mendapat upah dalam setiap hari distandarkan oleh saya, Rp50 ribu. Itu lebih mahal dibanding upah nyangkul di daerah tertentu yang hanya Rp30 ribu. Kenapa harganya Rp50 ribu? Agar banyak rakyat yang dilibatkan," ujar kata dia.
Pemulihan hutan tidak hanya mengandalkan pohon-pohon dengan fungsi ekologis. KDM menyebut kombinasi tanaman hutan dan tanaman produktif akan diterapkan.
"Kita tanami pohonnya perpaduan pohon hutan yang tidak bisa ditebang dan pohon produktif, seperti pete, jengkol, nangka sehingga masyarakat dalam jangka panjang mendapat hasilnya," ucapnya.
Menurut Demul, pelibatan masyarakat dan kepastian manfaat ekonomi jangka panjang menjadi kunci agar upaya perbaikan kondisi hutan tak berhenti di tahap penanaman saja, melainkan berlangsung hingga hutan mampu memulihkan kembali daya dukung lingkungan dan mengurangi risiko bencana di masa mendatang.
(thr/gil)