Hakim: Perbuatan Suap Hakim Djuyamto Seperti Petir di Siang Bolong

CNN Indonesia
Rabu, 03 Des 2025 20:41 WIB
Hakim Djuyamto dinyatakan bersalah menerima suap, merusak independensi kehakiman. Hakim Andi Saputra menilai tindakan ini inkonsisten dan hipokrit.
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Andi Saputra menilai perbuatan hakim Djuyamto yang menerima suap pengurusan perkara seperti petir di siang bolong. (CNN Indonesia/Ryan Hadi Suhendra)
Jakarta, CNN Indonesia --

Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Andi Saputra menilai perbuatan hakim Djuyamto yang menerima suap pengurusan perkara seperti petir di siang bolong.

Dalam sidang pembacaan putusan, Andi menyinggung nota pembelaan atau pleidoi terdakwa dan penasihat hukumnya yang mengungkit rekam jejak positif Djuyamto aktif di forum atau organisasi kehakiman.

Andi mengatakan Djuyamto aktif memperjuangkan independensi hakim dan bahkan menulis buku berjudul 'Kesaksian Perjuangan: Kisah Nyata Para Pengadil Menuntut Hak-hak Konstitusional dan Independensi Kekuasaan Kehakiman'. Namun, ternyata menerima suap yang merusak independensi tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal ini menunjukkan adanya inkonsistensi yang sangat serius antara ucapan dan perbuatan," kata Andi di Ruang Sidang Hatta Ali di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/12) malam.

Andi menjelaskan inkonsistensi tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk meringankan hukuman. Justru, hal itu menjadi alasan pemberat dengan mempertimbangkan sejumlah hal.

Pertama, kata Andi, perbuatan tersebut menunjukkan Djuyamto secara sadar dan sengaja melanggar prinsip yang selama ini diperjuangkannya.

Kemudian menunjukkan adanya kemunafikan (hipokrit) yang merusak kredibilitas gerakan reformasi peradilan.

Lalu membuat masyarakat Indonesia dan sesama hakim seluruh Indonesia bertanya-tanya kepada siapa lagi menaruh kepercayaan.

"Sehingga, apa yang dilakukan terdakwa di atas seperti petir di siang bolong dan meruntuhkan kepercayaan yang selama ini disematkan ke pundak terdakwa," kata Andi.

"Menimbang bahwa atas pertimbangan hukum di atas, maka pleidoi di atas haruslah dikesampingkan," sambungnya.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menjatuhkan putusan lepas terhadap tiga korporasi dalam perkara ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya periode Januari-April 2022 divonis dengan pidana 11 tahun penjara dan denda sejumlah Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Majelis hakim tersebut terdiri dari Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.

Djuyamto juga dihukum dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp9,21 miliar subsider 4 tahun penjara.

Sementara Agam dan Ali Muhtarom dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp6,4 miliar subsider 4 tahun penjara. Menurut hakim, ketiga terdakwa tersebut telah terbukti menerima suap.

Djuyamto menerima suap sejumlah Rp9.211.864.000. Sedangkan Agam Syarief dan Ali Muhtarom menerima masing-masing Rp6.403.780.000.

Sementara itu, mantan Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta terbukti menerima suap Rp14.734.276.000 dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan menerima Rp2.365.300.000. Putusan Arif dan Wahyu juga akan dibacakan pada malam ini.

(fra/ryn/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER