Polrestabes Semarang masih mempertimbangkan permohonan penangguhan penahanan terhadap dua aktivis lingkungan dan HAM yang dijerat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) setelah mereka dijamin sejumlah tokoh lintas agama dan akademisi di Ibu Kota Jawa Tengah itu.
Dua aktivis lingkungan dan HAM dari Kota Semarang yakni Adetya Pramandira alias Dera (26) dan Fathul Munif atau Munif (28) diproses hukum oleh Polrestabes Semarang. Keduanya ditahan setelah dijadikan tersangka berkaitan dengan unggahan di media sosial terkait gelombang aksi pada Agustus 2025 lalu.
Penjaminan terhadap Dera dan Munif itu disampaikan sejumlah tokoh lintas agama dan akademisi itu kepada Kapolrestabes Semarang Kombes Pol M Syahduddi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Surat sudah masuk ke Kapolrestabes, akan kami kaji dulu," kata Kasat Reskrim Polrestabes Semarang AKBP Andika Dharma Sena di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (6/12) seperti dikutip dari Antara.
Dia mengatakan proses hukum terhadap kedua aktivis tersebut masih dalam proses penyidikan. Mereka, katanya, ditahan berkaitan dengan unggahannya di media sosial saat demonstrasi pada Agustus 2025.
"Berkaitan dengan aksi Agustus lalu. Masih didalami, ada beberapa barang bukti yang masih dianalisa," katanya.
Dera dan Munif ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran UU ITE sejak 24 November 2025.Keduanya ditahan di tempat berbeda, yakni di rutan Polrestabes Semarang dan Polda Jawa Tengah.
Sebelumnya, mengutip dari detikJateng, sejumlah tokoh lintas agama dan akademisi di Semarang mengajukan penangguhan penahanan Dera dan Munif ke Polrestabes Semarang, Jumat (5/12).
Mereka meminta Dera dan Munif- yang disebut hendak menikah 11 Desember itu-untuk dibebaskan.
Para perwakilan yang merupakan tokoh lintas agama hingga akademisi juga beraudiensi dengan jajaran petinggi Polrestabes Semarang di Mapolrestabes Semarang, Kecamatan Semarang Selatan.
Koordinator Persaudaraan Lintas Agama (Pelita), Setyawan mengatakan pihaknya mewakili beberapa tokoh lintas agama mulai dari Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidullah Shodaqoh, Sekjen Asosiasi FKUB Indonesia KH Taslim Sahlan, Pendeta Aryanto Nugroho dari DPP Sinode Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI), hingga Pengurus Komisi Hubungan Antara Agama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia.
Setyawan menyebut, ada 200 orang dari aktivis, tokoh lintas agama, akademisi, dan tokoh masyarakat yang menandatangani surat penangguhan penahanan dan berharap Polrestabes Semarang bisa mengabulkan permintaan agar Dera dan Munif tak ditahan.
"Intinya kami berharap Pak Kapolrestabes berkenan mengabulkan surat penangguhan-penahanan yang kami ajukan dengan harapan Munif dan Dera bisa melangsungkan pernikahan di tanggal 11 Desember," kata dia.
Para tokoh lintas agama, tambahnya, menyayangkan penangkapan Dera dan Munif sehingga memutuskan turut mengajukan penangguhan penahanan.
"Kami menyoroti beberapa kejanggalan, Munif dan Dera sebelumnya tidak pernah dipanggil sebagai terlapor maupun saksi. Jadi tahu-tahu ditangkap dan baru diberitahu penetapan tersangkanya sudah terjadi beberapa hari sebelum penangkapan. Menurut kami ini aneh. Sebenarnya ada apa?" ujar Setyawan.
"Kami tidak melihat substansi yang dikaitkan dengan Dera dan Munif sejauh mana. Keterlibatan mereka itu apa. Kejadiannya sudah beberapa bulan yang lalu, kenapa baru diproses sekarang?," imbuhnya.
Salah satu dosen Universitas Katolik Soegijapranata, Hotmauli Sidabalok mengatakan ada para dosen, hingga tokoh Gus Durian yang juga mengajukan penangguhan penahanan. Mereka dijanjikan akan mendapat jawaban sekitar tanggal 10 Desember nanti.
"Tanggal 10 kita akan mendapatkan jawaban apakah penangguhan diterima atau tidak. Tadi jadi berbagai alasan kemanusiaan diungkapkan, yang paling penting karena di tanggal 11 Dera sama Munif akan melangsungkan akad nikah," tuturnya.
Ia mengatakan, pihak keluarga Dera dan Munif juga telah mempersiapkan pernikahan keduanya, sehingga diharapkan mereka bisa tetap melangsungkan pernikahan di Madiun, asal Dera.
"Sebagaimana disampaikan, persiapannya tidak tertunda karena alasan ini masih berjalan dan berlangsung. Keluarga mengharap tanggal 11 tetap dilaksanakan," ujarnya.
Tengah pekan ini, Komisi Reformasi Polri yang dibentuk Presiden RI Prabowo Subianto pun menyoroti soal proses hukum yang dilakukan Polrestabes Semarang terhadap dua aktivis Semarang itu.
"Mereka [Dera dan Munif] adalah aktivis lingkungan hidup, tetapi pada waktu dia ditangkap atau kemudian dibawa dan ditahan itu dia diberitahu dia sudah tersangka dalam kasus kerusuhan Agustus," ujar Wakil Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Mahfud MD usai rapat pleno di Jakarta, Kamis (4/12) seperti dikutip dari detik.com.
Oleh karena itu, kata Mahfud, pihaknya menyarankan sejumlah orang-termasuk Dera dan Munif-untuk dibebaskan dari pengusutan kasus terkait gelombang aksi Agustus lalu.
"Kami juga menyarankan dan kami tadi semua ini dengan tim dari Polri setuju untuk memprioritaskan melihat ini," ujar dia.
Komisi Percepatan Reformasi Polri adalah sebuah tim dibentuk Prabowo melalui Keppres Nomor 122/P Tahun 2025 pada 7 November lalu. Komisi itu dipimpin dua eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga pakar hukum tata negara--Jimly Asshidique dan Mahfud MD.
Selain itu, komisi itu juga memiliki anggota tiga eks Kapolri--termasuk Mendagri Tito Karnavian--dan Kapolri saat ini Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.