Cabuli 8 Santriwati, Pengasuh Ponpes di Sumenep Divonis Kebiri Kimia

CNN Indonesia
Rabu, 10 Des 2025 17:18 WIB
Ilustrasi. Ustaz sekaligus pengasuh pondok pesantren di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, divonis hukuman kebiri kimia kasus pencabulan delapan santriwatinya. (iStockphoto/t_kimura)
Surabaya, CNN Indonesia --

M Sahnan (51), seorang ustaz sekaligus pengasuh pondok pesantren di Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, divonis hukuman kebiri kimia dan penjara selama 20 tahun, karena terbukti mencabuli delapan santriwatinya.

Sidang vonis Sahnan digelar secara tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep, Selasa (9/12). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Andri Lesmana, hakim anggota I Akhmad Bangun Sujiwo dan hakim anggota II Akhmad Fakhrizal.

Jubir PN Sumenep Jetha Tri Darmawan mengatakan, putusan majelis hakim menyebut Sanhan terbukti bersalah mencabuli delapan santriwatinya. Terdakwa pun dikenakan dakwaan alternatif Pasal 81 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

"Terdakwa terbukti dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan memaksa terhadap anak untuk melakukan persetubuhan," kata Jetha membacakan petitum putusan majelis hakim, saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Rabu (10/12).

Karena perbuatannya, pengasuh pesantren tersebut pun dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, dengan denda Rp5 miliar subsider enam bulan kurungan bila tak membayar.

Selain itu, kata Jetha, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman kebiri kimia selama dua tahun dan pemasangan alat pendeteksi kepada pengasuh pesantren tersebut.

"Majelis hakim menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara, denda Rp5 miliar subsider 6 bulan pidana kurungan. Ditambah pidana tambahan pengumuman di media lokal dan nasional serta tindakan kebiri kimia dan pemasangan pendeteksi kepada terdakwa masing-masing 2 tahun," ucapnya.

Jetha mengatakan, hakim memiliki pertimbangan hingga menjatuhkan hukuman yang lebih berat dari tuntutan jaksa yaitu 17 tahun penjara. Yang pertama yakni hakim menilai perbuatan terdakwa mengakibatkan para anak atau korban kehilangan kesucian.

"Perbuatan terdakwa mengakibatkan para anak korban mengalami trauma mendalam, perbuatan terdakwa menimbulkan penderitaan psikis yang mendalam dan berkepanjangan bagi para korban dan orang tua para korban," katanya.

"Kemudian, hakim berpendapat, perbuatan terdakwa merusak masa depan para anak korban, terdakwa juga gagal dalam menjalankan kewajibannya sebagai pendidik dalam mengasuh, mendidik, memelihara, membina, dan melindungi para anak korban," tambahnya.

Terdakwa juga dianggap berbelit-belit dan menyulitkan persidangan, tidak mengakui & menyesali perbuatannya. Perbuatan terdakwa sudah meresahkan masyarakat.

"Akibat perbuatan terdakwa yang dilakukan menggunakan simbol agama diantaranya di pondok pesantren yang terdakwa pimpin, dapat mencemarkan lembaga pondok pesantren, merusak citra agama Islam karena menggunakan simbol-simbol agama Islam dan dapat menyebabkan kekhawatiran orang tua untuk mengirim anaknya belajar di Pondok Pesantren. Sedangkan pertimbangan yang meringankan, tidak ada," kata Jetha menyampaikan pertimbangan hakim.

Jetha menyebut, pelaksanaan putusan itu dilakukan setelah perkara berkekuatan hukum tetap. Sementara eksekutor pelaksanaan putusan pidana dilakukan oleh jaksa.

"Tindakan kebiri kimia dilakukan setelah terpidana selesaikan pidana pokok yaitu pidana penjara, mengenai teknis pelaksanaan putusan pidana domain jaksa," katanya.

(frd/isn)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK