KPK Tetapkan Kajari & Kasi Intel HSU Kalsel Tersangka Dugaan Pemerasan

CNN Indonesia
Sabtu, 20 Des 2025 04:53 WIB
KPK menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri HSU Albertinus Parlinggoman Napitupulu dan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri HSU Asis Budianto sebagai tersangka.
KPK menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri HSU Albertinus Parlinggoman Napitupulu dan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri HSU Asis Budianto sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan. (CNN Indonesia/Ryan Hadi Suhendra)
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri HSU Albertinus Parlinggoman Napitupulu dan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri HSU Asis Budianto sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan.

Selain itu, KPK juga menetapkan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari HSU Tri Taruna Fariadi sebagai tersangka. Namun, hingga saat ini yang bersangkutan masih melarikan diri.

Kasus ini dibongkar KPK lewat Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Kamis, 18 Desember 2025.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setelah dilakukan pemeriksaan intensif pada tahap penyelidikan dan telah ditemukan unsur dugaan peristiwa pidananya, maka perkara tindak pidana korupsi di Kabupaten Hulu Sungai Utara diputuskan naik ke tahap penyidikan. Kemudian setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 2 orang sebagai tersangka," ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Sabtu (20/18) pagi.

"Yakni APN selaku Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Hulu Sungai Utara periode Agustus 2025-sekarang; ASB selaku Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara," sambungnya.

Dalam OTT yang berawal dari aduan masyarakat tersebut, KPK menangkap 21 orang. 6 di antaranya dibawa ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan. Selain Kajari dan Kasi Intel HSU, yang lainnya masih berstatus saksi.

Kepala Dinas Pendidikan HSU Rahman, Kepala Dinas Kesehatan Yandi, serta Hendrikus dan Rahmad Riyadi selaku pihak lainnya termasuk yang dibawa ke Jakarta.

Konstruksi kasus

Setelah menjabat sebagai Kajari HSU pada Agustus 2025, Albertinus diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya sebesar Rp804 juta, secara langsung maupun melalui perantara, yakni Asis dan Tri Taruna serta pihak lainnya.

Penerimaan uang tersebut berasal dari dugaan tindak pemerasan Albertinus kepada sejumlah perangkat daerah di HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

Asep menuturkan permintaan disertai ancaman itu dengan modus agar Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut tidak ditindaklanjuti proses hukumnya.

"Dalam kurun November-Desember 2025, dari permintaan tersebut, APN (Albertinus) diduga menerima aliran uang sebesar Rp804 juta yang terbagi dalam dua klaster perantara," tutur Asep.

Melalui perantara Tri Taruna, yaitu penerimaan dari Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp270 juta dan Direktur RSUD HSU sebesar Rp235 juta.

Kemudian melalui perantara Asis, yaitu penerimaan dari Dinas Kesehatan HSU sejumlah Rp149,3 juta.

"Sementara itu, ASB [Asis Budianto] yang merupakan perantara APN tersebut, dalam periode Februari-Desember 2025 diduga juga menerima aliran uang dari sejumlah pihak sebesar Rp63,2 juta," ucap Asep.

Selain melakukan dugaan tindak pemerasan, Albertinus diduga juga melakukan pemotongan anggaran Kejari HSU melalui bendahara, yang digunakan untuk dana operasional pribadi.

Dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan Tambahan Uang Persediaan (TUP) sejumlah Rp257 juta tanpa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dan potongan dari para unit kerja atau seksi.

Albertinus diduga juga mendapat penerimaan lainnya sejumah Rp450 juta. Rinciannya transfer ke rekening istri Albertinus senilai Rp405 juta; dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum HSU dan Sekretariat Dewan DPRD dalam periode Agustus-November 2025 sebesar Rp45 juta.

Sementara itu, selain menjadi perantara Albertinus, terhadap Tri Taruna juga diduga menerima aliran uang mencapai Rp1,07 miliar.

Rinciannya pada 2022 yang berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp930 juta. Kemudian pada 2024 yang berasal dari rekanan sebesar Rp140 juta.

"Dari kegiatan tertangkap tangan ini, KPK turut mengamankan sejumlah barang bukti yang disita dari kediaman APN berupa uang tunai sebesar Rp318 juta," ungkap Asep.

Atas perbuatannya, KPK menahan Albertinus dan Asis selama 20 hari pertama terhitung mulai 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP.

"KPK juga turut menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada masyarakat wilayah Kalimantan Selatan, Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan, Angkasa Pura Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin, serta seluruh pihak yang telah mendukung proses penanganan perkara ini," ujar Asep.

(ryn/ptr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER