Tahanan Demo Agustus Surabaya Meninggal di Rutan Medaeng

CNN Indonesia
Selasa, 30 Des 2025 18:24 WIB
Seorang demonstran aksi Agustus-September 2025 lalu, Alfarisi bin Rikosen (21) dikabarkan meninggal dunia di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Surabaya. (Dok Kontras Surabaya)
Jakarta, CNN Indonesia --

Seorang demonstran aksi Agustus-September 2025 lalu, Alfarisi bin Rikosen (21) dikabarkan meninggal dunia saat menjalani penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Surabaya, Medaeng Sidoarjo, Selasa (30/12) pagi.

Alfarisi merupakan demonstran yang ditangkap dalam rangkaian penindakan terhadap massa aksi Agustus-September 2025. Dia telah ditahan di Rutan Medaeng, sejak September 2025 lalu.

"Informasi mengenai kematian Alfarisi diterima KontraS Surabaya dari pihak keluarga pada pukul 08.30 WIB di hari yang sama," kata Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya Fatkhul Khoir, Selasa (30/12).

Alfarisi adalah seorang pemuda yatim piatu berusia 21 tahun yang berasal dari Sampang, Madura. Ia tinggal bersama kakak kandungnya di sebuah kamar kos sederhana di Jalan Dupak Masigit, Kecamatan Bubutan, Surabaya. Untuk bertahan hidup, dia dan kakaknya mengelola warung kopi kecil di teras tempat tinggal mereka.

Alfarisi ditangkap pada 9 September 2024, di tempat tinggalnya. Ia kemudian ditetapkan sebagai terdakwa atas dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, terkait kepemilikan atau keterlibatan dengan senjata api, amunisi, atau bahan peledak.

Pasca-penangkapan, Alfarisi ditahan di Polrestabes Surabaya sebelum dipindahkan ke Rutan Kelas I Medaeng. Perkara ini dijadwalkan memasuki tahap penuntutan pada Senin, 5 Januari 2026.

"Dengan demikian, Alfarisi meninggal dunia sebelum memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan masih berstatus sebagai terdakwa," katanya.

Selama masa penahanan, Khoir mengatakan, Alfarisi dilaporkan mengalami penurunan berat badan drastis, diperkirakan mencapai 30-40 kilogram. Kondisi ini menunjukkan adanya tekanan psikologis yang berat dialaminya.

Berdasarkan keterangan rekan satu sel, sebelum meninggal dunia Alfarisi sempat mengalami kejang-kejang. Kini jenazah Alfarisi pada hari ini dipulangkan ke Sampang, Madura, untuk dimakamkan di pemakaman umum setempat.

"Serta kuat dugaan tidak terpenuhinya standar minimum kondisi penahanan dan layanan kesehatan di dalam rutan," ucapnya.

Menurut Kontras, setiap kematian yang terjadi di dalam tahanan merupakan indikator serius kegagalan negara dan secara hukum menimbulkan tanggung jawab langsung pemerintah.

Negara wajib melakukan penyelidikan yang cepat, independen, imparsial, dan transparan untuk mengungkap sebab-sebab kematian serta memastikan adanya pertanggungjawaban.

"Tidak adanya informasi sebelumnya mengenai kondisi medis serius, dikombinasikan dengan laporan penurunan kondisi fisik yang ekstrem, semakin memperkuat dugaan adanya kelalaian struktural dalam sistem pemasyarakatan dan praktik penahanan," ucapnya.

Kontras pun mendesak agar pemerintah segera melakukan penyelidikan independen dan menyeluruh atas kematian Alfarisi, termasuk membuka akses informasi kepada publik dan keluarga korban.

Mereka juga meminta negara menjamin pertanggungjawaban hukum atas setiap tindakan atau kelalaian aparat yang berkontribusi terhadap kematian Alfarisi.

"Kami mendesak negara melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi penahanan di Rutan Medaeng dan rutan-rutan lain, serta memastikan akses layanan kesehatan yang layak dan perlakuan manusiawi bagi seluruh tahanan tanpa diskriminasi," katanya.

Menurutnya kematian Alfarisi tidak boleh dipandang sebagai peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan sebagai bagian dari pola berulang kematian dalam tahanan yang mencerminkan krisis serius dalam sistem pemasyarakatan dan penegakan hukum di Indonesia.

"Terutama terhadap mereka yang ditangkap dalam konteks politik dan kebebasan berekspresi," tutup Khoir.

Kepala Rutan Kelas I Surabaya, Tristiantoro Adi Wibowo, mengonfirmasi kabar meninggalnya tahanan tersebut. Ia mengatakan Alfirisi menghembuskan nafas terakhirnya pukul 06.00 WIB pagi tadi.

Pihak Rutan menjelaskan, berdasarkan diagnosis medis Alfarisi mengalami gagal pernapasan. Namun, setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut dan koordinasi dengan pihak keluarga, diketahui bahwa Alfarisi memiliki riwayat kesehatan khusus sejak kecil yang diduga menjadi faktor pemicu kondisi tersebut.

"Jadi kalau diagnosa secara medis kan gagal pernapasan. Tapi tadi pas kakak kandungnya, keluarganya datang tadi menyampaikan memang benar kalau almarhum ini punya riwayat waktu kecil itu kejang-kejang," kata Tristiantoro saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com.

Berdasarkan informasi dari rekan sesama tahanan yang terlibat dalam perkara yang sama, Alfarisi disebut-sebut sudah pernah mengalami gejala serupa saat masih berada di tingkat penahanan kepolisian.

"Terus dari waktu di tahanan kepolisian pun teman yang satu perkaranya itu bilang Alfarisi memang pernah mengalami juga kejang-kejang itu," ucapnya.

Alfarisi tercatat sudah menjalani masa penahanan di Rutan Medaeng selama kurang lebih empat bulan. Selama mendekam di balik jeruji besi sejak September lalu, pihak rutan menilai almarhum sebagai pribadi yang baik dan tidak pernah membuat masalah. Bahkan, di saat-saat terakhirnya, almarhum masih sempat menjalankan ibadah bersama rekan-rekannya.

"Bulan September berarti sudah jalan empat bulanan. Baik, beliau enggak ada masalah. Karena informasi juga kan di kamar pun istilahnya Salat Subuh kan di kamar ya Mas itu. Subuh itu Salat dengan teman-temannya begitu," ungkapnya.

Disinggung soal kemungkinan adanya tindakan kekerasan atau penganiayaan terhadap Alfarisi selama di dalam rutan, Tristiantoro secara tegas membantah hal tersebut.

Ia memastikan bahwa proses penanganan dilakukan secara transparan kepada pihak keluarga. Pihak keluarga pun disebut telah menerima kepergian almarhum dan memilih untuk tidak melakukan autopsi lebih lanjut.

"Oh, enggak ada Mas. Tadi pun kami sampaikan juga ke kakaknya kalau memang ini 'kami menerima' keluarga kandungnya tadi. Jadi tadi itu sudah kita sampaikan kalau ada pertanyaan lagi atau mau disampaikan monggo gitu tadi. Keluarganya bilang 'cukup' katanya," tegas Tristiantoro.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki yang menangani perkara ini menyebut, dengan meninggalnya terdakwa Alfarisi, maka pihaknya akan menghentikan rangkaian proses penuntutan terhadap almarhum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Nanti kami minta surat kematian baru kami laporkan ke hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dari dasar itu nanti hakim akan mengeluarkan bahwa penuntutan itu gugur," kata Ahmad.

(frd/isn)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK