Liverpool, CNN Indonesia --
"When you walk through a stormHold your head up highAnd don't be afraid of the darkAt the end of the stormIs a golden sky."Cuplikan lagu tersebut selalu menyertai Liverpool, ke mana pun klub berusia 122 tahun tersebut bertanding.
Namun badai di kubu Anfield tampaknya masih belum juga reda, setelah tim asuhan Brendan Rodgers itu terus menerus menelan kekecewaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kekalahan telak tiga gol tanpa balas dari Manchester United, menjadi pukulan terakhir yang diterima oleh Liverpool, setelah sebelumnya tersingkirkan di Liga Champions. Liverpool gagal bersaing dengan wakil Swiss, FC Basel yang kemudian menemani Real Madrid lolos dari Grup B ke babak 16 besar.
Kepanikan di lini belakang, kreativitas yang hilang di lini tengah, serta para penyerang yang tampak lupa bagaimana caranya mencetak gol ke gawang, merupakan portret perjalanan
'The Reds' pada musim ini, jauh berbeda dengan wujud mereka pada musim lalu, saat bercokol di peringkat kedua Liga Primer Inggris.
Hingga pekan ke-16, pencetak gol terbanyak bagi Liverpool adalah gol bunuh diri pemain lain, dan pertahanan klub kota pelabuhan ini juga terpuruk di peringkat kesembilan, tertinggal 18 poin dari pemuncak klasemen sementara dan hanya berbeda 11 poin dari peringkat terbawah liga saat ini, Leicester City.
Lebih dari 130 juta poundsterling yang telah dibelanjakan Rodgers pada musim ini juga tak mampu menolong Liverpool. Klub itu terus merosot ke papan tengah klasemen, sehingga membuat posisi manajer yang musim lalu begitu dipuja kini mulai merasakan panasnya tekanan para suporter.
Merosotnya penampilan Liverpool setelah mereka nyaris menjuarai Liga Primer satu musim sebelumnya, mengingatkan era kepelatihan Rafael Benitez pada musim 2008-2009.
Dengan bermaterikan pemain-pemain seperti Xabi Alonso, Javier Mascherano, Dirk Kuyt, hingga Fernando Torres di masa keemasannya, pelatih asal Spanyol tersebut berhasil membawa Liverpool pada peringkat kedua, sebelum terjun bebas ke peringkat ketujuh satu musim berikutnya.
Gagal Mengganti Sosok Luis SuarezBanyak pihak berkomentar kejatuhan Liverpool yang begitu mematikan pada musim lalu disebabkan oleh kegagalan mereka menemukan pengganti yang sepadan dengan sosok Luis Suarez. Pada musim 2013/14, Suarez merupakan topskor Liverpool.
Penyerang Uruguay tersebut mencetak 31 gol di Liga Primer, serta berulang-kali menjadi inspirator sekaligus penyelamat Liverpool di saat mereka mengalami kebuntuan.
Namun setelah kepergiannya ke Barcelona pada musim panas ini, Liverpool seakan kehilangan arah setelah Rickie Lambert, Mario Balotelli, maupun Daniel Sturridge -- yang terus-menerus berkutat dengan cedera-- gagal melakukan tugas mereka sebagai penyerang yakni mencetak gol.
Pemain-pemain yang didatangkan seperti Lazar Markovic, Emre Can, Adam Lallana, Dejan Lovren, hingga Alberto Moreno, juga tidak kunjung menampilkan performa yang diharapkan oleh publik Anfield.
Selain itu Lovren yang diharapkan menjadi pemimpin di lini belakang, tidak kunjung menunjukkan performa yang membuatnya pantas dilabeli sebagai pemain bertahan dengan banderol harga 20 juta poundsterling.
Pemain tim nasional Kroasia tersebut seringkali terlihat panik dan gol ketiga yang dicetak Robin van Persie saat Setan Merah melumat Liverpool, Minggu (14/12) adalah salah satu contohnya.
Dalam situasi tiga pemain Liverpool menghadapi tiga pemain United, sebuah umpan --yang tidak terlalu berbahaya-- yang dilepaskan dari sisi kanan pertahanan Liverpool oleh pemain Setan Merah justru membuat Lovren panik.
Pemain berusia 25 tahun dengan panik berusaha membuang bola yang justru mendarat tepat ke kaki Juan Mata. Mata pun dengan mudah mengirim bola ke Van Persie yang tak terjaga dan tak terjebak offside untuk menceploskan bola ke gawang Brad Jones yang sudah terbuka lebar.
Beberapa Keputusan yang DipertanyakanKritik terderas mengalir kepada manajer tim Brendan Rodgers. Dalam beberapa pekan ini Rodgers telah merasakan 'kegerahan' para suporter yang prihatin dengan prestasi tim kebanggan mereka.
Setelah empat tahun melewatkan ajang Liga Champions, Liverpool yang kembali berlaga di ajang tertinggi Eropa tersebut justru bermain layaknya tim debutan, setelah mereka hanya mampu meraih satu kemenangan --menghadapi juru kunci Ludogorets Razgrad.
Selain itu keputusan Rodgers untuk mencadangkan pemain-pemain mahal yang dibelinya pada musim panas ini saat pertandingan penentuan melawan FC Basel, juga membuat publik mempertanyakan keputusannya tersebut.
Ketika menghadapi Manchester United, Rodgers kembali melakukan 'perjudian' yang cukup berani.
Manajer berusia 41 tahun tersebut memilih untuk memainkan kiper kedua, Brad Jones, yang melakukan debut pada musim ini. Pertandingan terakhir Jones di Liga Primer terjadi pada Maret 2013 silam, saat Liverpool ditaklukkan Southampton 1-3.
Penampilan Jones sendiri tidak bisa dibilang buruk, meski kebobolan tiga gol, penjaga gawang Australia tersebut tidak dapat disalahkan atas tiga gol yang bersarang di gawangnya.
Jones bahkan melakukan sejumlah penyelamatan penting untuk menyelamatkan gawang Liverpool.
Perjudian lain Rodgers yang juga dikritik saat menghadapi United adalah tidak memainkan penyerang murni sejak awal pertandingan. Hal itu membuat lini depan Liverpool tampak kehilangan akal untuk menjebol gawang United yang dijaga David de Gea.
Kredit tersendiri memang pantas diberikan kepada penjaga gawang asal Spanyol tersebut. Beberapa kali peluang --yang di musim lalu mungkin sudah menjadi gol-- di depan gawang United membuktikan Liverpool telah kehilangan taji mereka, terlebih dalam pertandingan penuh gengsi menghadapi rival mereka tersebut.
Walau pedih melihat situasi di lapangan, para suporter Liverpool tetap menyanyikan lagu kebanggaan mereka tanpa lelah.
"Walk on through the windWalk on through the rainThough your dreams be tossed and blown"Meski harapan dan mimpi gelar juara kini semakin menjauh dari Liverpool, para suporter mereka tetap setia mendampingi saudara muda Everton tersebut setiap kali mereka bertanding.
"Walk on walk on with hope in your heartAnd you'll never walk aloneYou'll never walk Alone"Terus mendukung tim karena para suporter tidak akan pernah membiarkan para pemain klub kesayangan mereka berjuang "sendirian" di lapangan.
Namun satu hal yang pasti, badai masih belum berlalu dari kubu Anfield.