Jakarta, CNN Indonesia -- Satu sosok perempuan dengan rambut pirang yang dibiarkan tergerai di balik topi hangatnya mengangkat papan ski dengan puas. Lindsey Vonn, perempuan asal Amerika Serikat yang tahun ini berusia 31 tahun itu telah mencetak rekor baru di dunia atlet perempuan.
Kekasih dari Tiger Wolf itu menjadi perempuan yang paling banyak memenangkan gelar Piala Dunia Ski pada pekan lalu. Ia berhasil mencetak kemenangan ke-63 di kawasan pegununang Alpen yang berada di Cortina d'Appezzo, Italia.
Dalam Piala Dunia di Italia itu, Vonn juga berhasil berdiri di atas podium nomor satu super-G.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setiap kali saya memulai di garis awal, saya akan mencoba untuk menang, tak peduli itu 60, 61, 62, atau apapun itu, saya hanya mencoba untuk mengeluarkan kemampuan ski yang terbaik," kata Vonn seperti dilansir
CNN.
Torehan yang diperoleh Vonn itu mengingatkan para penggemar olahraga bahwa perempuan pun mampu mengejar prestasi di dunia olahraga. Untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam dunia olahraga bahkan Komite Olimpiade Internasional memiliki komisi khusus untuk perempuan.
Komisi itu memfasilitasi konferensi dunia tentang perempuan dalam olahraga. Tahun lalu adalah ajang yang ke enam dari konferensi perempuan dan olahraga. Konferensi itu berlangsung di Helsinki, Finlandia, 12-15 Juni 2014.
Prestasi Vonn itu seolah melengkapi andil perempuan dalam olahraga yang dicapai pesepak bola perempuan asal Irlandia, Stephanie Roche. Pada perhelatan FIFA Ballon d'Or 2014, Roche berhasil menembus tiga besar kandidat penghargaan pencetak gol terbaik, Puskas Award.
AKhirnya, Roche gagal mendapat penghargaan Puskas itu. Namun, perempuan berusia 25 tahun itu menjadi
runner-up pencetak gol terbaik 2014--di bawah James Rodriguez dan di atas Robin van Persie.
Belum Mendapat Tempat SetaraNamun, terlepas dari prestasi yang ditorehkan Roche dan Vonn, stigma mengenai posisi perempuan sebagai atlet masih belum juga hilang. Di beberapa negara konservatif, perempuan masih belum mendapat tempat setara.
Salah satunya Arab Saudi yang dikritik tidak mengikutsertakan atlet dalam Asian Games di Incheon, Korea Selatan tahun lalu.
Saat itu otoritas olahraga Arab sendiri berkilah mereka tak mengikutsertakan atlet karena tak ada yang kompeten untuk berkompetisi. Di sisi lain, Jepang mencoba menghilangkan diskriminasi gender dalam dunia olahraga lewat aksi menunjuk atlet perempuan, Hiromi Miyake, sebagai kapten kontingen dan Kaori Kawanaka sebagai pemegang bendera dalam Asian Games 2014.
Kala itu adalah yang pertama bagi Jepang menunjuk atlet perempuan untuk memimpin para atlet mereka dalam ajang olahraga internasional.Masih adanya diskriminasi gender dalam dunia olahraga juga diakui Presiden IOC, Thomas Bach. Seperti dikutip dari situs IOC, Bach mengatakan pihaknya telah berupaya untuk memperjuangkan partisipasi perempuan dalam olahraga selama lebih dari dua dekade.
"Hasilnya terlihat. Sebanyak 23 persen atlet pada Olimpiade 1984 di Los Angels adalah perempuan dan lebih dari 44 persen perempuan lagi pada Olimpiade 2012 di London.
Selain itu, jika semula hanya ada dua perempuan yang jadi bagian anggota komisi IOC pada 1981, kini menjadi 24 pada 2014," tuturnya saat konferensi di Helsinki.
Deklarasi tentang Perempuan dan OlahragaKesepakatan internasional yang menyokong kesetaraan gender dalam dunia olahraga ditandatangani di Brighton, Inggris pada 1994. Deklarasi itu ditujukan kepada setiap pihak, pemerintah, otoritas, organisasi, dan sebagainya terlibat dalam advokasi perempuan dalam olahraga.
Organisasi olahraga yang pertama kali menandatangani itu adalah IOC. Sejak saat itu sampai dengan saat ini sudah lebih dari 400 entitas yang menyokong deklarasi tersebut.
(kid/vws)