Martinus Adinata
Martinus Adinata
Mendapatkan gelar Master dari Kajian Wilayah Eropa Universitas Indonesia. Penggemar berat tim nasional Jerman dan LIverpool. Kini menjadi wartawan di kanal olahraga CNN Indonesia.
KOLOM

Retak Di Balik Kedigdayaan Sepak Bola Jerman

Martinus Adinata | CNN Indonesia
Minggu, 15 Mar 2015 16:22 WIB
Saat ini, klub-klub dan tim nasional Jerman terlihat superior ketimbang negara lain. Namun, ada potensi permasalahan yang bisa membuat hal itu rusak.
Kekuatan finansial yang dimiliki Bayern Munich membuat mereka dengan mudah mendapatkan pemain-pemain dari klub mana pun. (REUTERS/Michael Dalder)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak ada yang dapat menyangkal sepakbola Jerman kini berada di masa keemasan.

Mulai dari melahirkan deretan nama pemain bintang yang rutin menjadi incaran klub elit Eropa, hingga merebut Piala Dunia di hadapan puluhan ribu pendukung Brasil, menjadi kesuksesan yang bisa membuat iri negara-negara besar sepak bola lainnya.

Demikian pula di level klub. Bundesliga Jerman mungkin tidak sepopuler Liga Primer Inggris atau La Liga Spanyol, namun klub-klub Jerman selalu menjadi hantu bagi banyak klub Eropa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Misalnya saja Schalke 04. Meski pernah dipermalukan Real Madrid dua tahun silam di ajang Liga Champions, tetapi mereka kemudian bangkit dan mempermalukan wakil Spanyol tersebut lewat laga dramatis yang berakhir dengan skor 4-3.

Madrid memang lolos ke babak selanjutnya, tetapi Schalke lah yang kemudian melangkah keluar dari lapangan dengan kepala tegak.

Selain itu 'penguasa rutin' Bundesliga, Bayern Munich juga tak mau kalah, mereka menunjukkan kelasnya dengan kemenangan tujuh gol tanpa balas --kemenangan kedua Munich dengan selisih tujuh gol di Liga Champions musim ini-- saat mengadapi klub Ukraina, Shakhtar Donetsk.

Tak cukup prestasi klub dan negara, Bundesliga Jerman juga seringkali dianggap liga dengan pengelolaan terbaik, hingga dianggap sebagai salah satu liga yang pantas dijadikan panutan.

Namun apakah semuanya berjalan begitu mulus bagi Jerman?

Ancaman Finansial

Isu ancaman finansial di Liga Jerman mungkin akan jadi bahan tertawaan dan juga pertanyaan, "Bagaimana liga yang begitu ketat dalam mengatur keuangan dan kepemilikan dapat membuat salah satu klubnya memiliki masalah keuangan?"

Memang, Bundesliga sangat ketat mengatur klub-klub mereka. Hutang menjadi kata haram dan sistem 50 persen + 1 kepemilikan klub (mayoritas klub Jerman dimiliki oleh suporter mereka sendiri) membuat tak ada satu pun penanam modal yang dapat menguasai penuh klub Bundesliga, karena klub Jerman selalu menjadi milik para suporter.

Namun sebaik apapun sebuah sistem diciptakan, selalu ada celah untuk diselewengkan, karena masih memungkinkan dimiliki satu perusahaan jika mereka telah menyokong klub tersebut selama 20 tahun terakhir.

Sebut saja dua klub Bundesliga, Wolfsburg (dimiliki oleh Volkswagen) dan Bayer Leverkusen (dimiliki oleh Bayer) yang pada kenyataannya dimiliki oleh satu investor, karena mereka telah menyokong klub tersebut selama lebih dari 20 tahun terakhir.

Tekanan pasar cepat atau lambat seakan ingin 'memaksa' Bundesliga bertekuk lutut, dengan klub besar mampu membeli pemain bintang karena mampu membayar gaji yang setinggi langit.

Misalnya saja Munich. Dominasi mereka di Bundesliga tak lepas dari kemampuan mereka 'merebut' talenta-talenta terbaik di Jerman. Misalnya saja ketika mereka mengambil Manuel Neuer dari Schalke, Mario Goetze dari Borussia Dortmund dan masih banyak lainnya.

Hal tersebut akhirnya mendorong klub-klub yang kebetulan disokong dana besar dari raksasa otomotif seperti Volkswagen (Wolfsburg), Audi (Munich), ataupun Red Bull (RB Leipzig) untuk aktif di bursa transfer.

Namun ini pun menjadi satu kekhawatiran tersendiri. Jika klub Bundesliga mulai bertekuk lutut pada pesona kekuatan finansial, lantas apa yang akan terjadi ketika investor mereka sudah 'lelah' dan memutuskan untuk angkat kaki?

Siklus Berulang

Ambil contoh Schalke yang disponsori oleh raksasa gas Rusia , Gazprom. Perusahaan yang menderita banyak kerugian di Rusia tersebut dilansir dari Bild bersiap meninggalkan klub yang baru saja mempermalukan Madrid tersebut.

Jika Schalke ditinggal sponsor mereka, tim asuhan Roberto Di Matteo tersebut diperkirakan akan kehilangan pendapatan sekitar 15-25 juta euro per musimnya.

Hal ini akan menimbulkan pertanyaan besar cara mereka akan bersaing di Bundesliga melawan klub seperti Munich yang berstatus FC Hollywood.

Kemenangan dramatis atas Madrid memang membawa secercah harapan, berkat performa pemain muda dari akademi mereka. Namun, tampaknya mereka tinggal menuggu waktu hingga talenta-talenta muda tersebut akan meninggalkan Gelsenkirchen.

Bukan tidak mungkin pemain muda Schalke seperti Tom Meyer, Julian Draxler, ataupun Leon Goretzka akan tergoda ketika Munich atau klub besar Eropa lain melemparkan kontrak besar kepada mereka.

Jika itu yang terjadi, sama seperti dominasi yang terlihat saat ini, para bintang Jerman akan terkumpul di satu klub saja, Munich, yang pada akhirnya cepat atau lambat akan menyakiti kompetisi Jerman sendiri.

Adalah satu hal yang sebenarnya menyedihkan jika melihat bagaimana Schalke menghasilkan deretan pemain bintang seperti Neuer, Benedikt Howedes, hingga Mesut Oezil, tetapi tak pernah mampu mempertahankan mereka.

Betapa menyakitkan pemain-pemain akademi Schalke begitu banyak mendominasi timnas Jerman dibanding akademi klub Jerman lainnya, tetapi klub tersebut sulit bersaing dengan Munich.

Jerman saat ini berada di puncak sepakbola mereka. Namun jika tak kunjung menyadari permasalahan mendalam di kompetisi lokal mereka, kisah kedigdayaan Der Panzer mungkin akan segera terhapus seperti pudarnya kemilau para 'Matador' dari Spanyol.

(vws)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER