Jakarta, CNN Indonesia -- Daniel Kelly adalah seorang suami, ayah, guru, dan juga atlet judo yang telah empat kali mengikuti Olimpiade.
Namun, ketika ia memasuki ring bersisi delapan yang dinamai "The Octagon" untuk menunjukkan keandalannya dalam ajang Ultimate Fighting Championship (UFC), pemerintah Australia melabeli dirinya sebagai "preman" yang membuat tingkat kekerasan di jalanan meningkat.
Secara sederhana, pandangan negatif itulah yang selama bertahun-tahun didobrak oleh para petarung bela diri campuran (Mixed-Martial-Arts/MMA). Mereka ingin mematahkan ucapan mantan senator dari Amerika Serikat, John McCain, bahwa olahraga ini adalah sekadar versi manusia dari "sabung ayam" dan bahwa pertarungan mereka terlalu barbar untuk disaksikan manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Olahraga ini adalah olahraga paling aman di dunia," ujar Dana White, komisioner UFC sekaligus sosok yang membuat olahraga ini kini bernilai nyaris US$ 3 miliar.
"Apa yang lebih brutal dari tinju?" tanya White. "[Di tinju] Anda dan saya berdiri saling berhadapan satu sama lain selama 12 ronde, dan tujuan saya adalah untuk memukul Anda sekeras mungkin di wajah dan membuat Anda tidak sadar."
"Dalam UFC, saya bisa mengalahkan Anda tanpa sekali pun memukul kepala. Ada kesalahpahaman bahwa karena para petarung bisa menendang, menyikut, memukul, dan menghantam dengan lutut, maka UFC lebih kasar dan berbahaya. Padahal ini tidak benar."
Ucapan White ini memang tak lantas ditelan bulat-bulat oleh mereka yang meragukan UFC dan bela diri campuran. Namun, hal ini tak membuat langkah UFC sebagai sebuah industri olahraga berhenti.
Semula dinilai terlalu brutal, UFC kini justru mampu menjadi salah satu terobosan baru baik dalam olahraga bela diri maupun industri hiburan.
Hanya dalam waktu 22 tahun sejak pertarungan pertama UFC diadakan pada 1993 silam, olahraga tersebut kini telah berevolusi menjadi bisnis miliaran dolar yang bahkan mengancam keberadaan tinju sebagai industri tarung nomor satu.
Semula KontroversialSaat ini UFC dimiliki oleh dua bersaudara Lorenzo dan Frank Fertita. Keduanya membeli
brand UFC pada 2001 silam dengan harga US$ 2 juta dari Semaphore Entertainment Group (SEG).
UFC diciptakan SEG pada 1993 sebagai ajang untuk menguji ilmu bela diri yang paling mematikan. Mereka terinspirasi oleh keluarga Gracie dari Brasil yang terkenal sebagai ahli Ju-Jitsu dan acap kali mengalahkan para jagoan dari cabang bela diri lain, seperti Judo, Karate, atau Taekwondo.
SEG merasa konsep seperti itu cukup kuat untuk menjadi sensasi baru di televisi. Mereka lalu menggandeng orang-orang terkenal di dunia hiburan dan menawarkan suatu konsep tarung yang baru -- bahkan dengan bentuk ring yang jauh dari kata konvensional.
Melabeli diri sebagai ajang yang tak memiliki aturan, bahkan tak ada pembedaan kelas berdasarkan berat badan, dengan cepat UFC mendapatkan label ajang paling brutal di dunia. Akan tetapi, konsep acara ini tak benar-benar mendapat perhatian di mata Amerika karena dianggap terlalu serius dan kurang unsur menghibur.
Tak ayal SEG pun melepas ciptaan mereka ke tangan Feritta bersaudara.
Lorenzo Fertitta mengatakan bahwa keputusannya membeli UFC didasarkan pada kombinasi bisnis dan juga kesukaan akan olahraga.
Tumbuh besar dari Las Vegas, Lorenzo sebelumnya telah melihat banyak pertarungan hebat, mulai dari Muhammad Ali, Larry Holmes, dan juga menikmati masa keemasan tinju di awal 1980-an ketika Sugar Ray Leonard, Marvin Hagler, Thomas Hearns dan Roberto Duran berjaya. Ia juga menyaksikan era Mike Tyson.
"Namun, saya merasa bahwa tinju sebagai bisnis telah rusak karena berbagai hal," kata Lorenzo.
"Olahraga bela diri adalah beberapa olahraga yang diterima dan bisa ditransfer di panggung global," kata Lorenzo. "Kadang beberapa olahraga, misalnya saja kriket, tidak menyebar dengan baik. Kami mengambil dua atlet kelas dunia, dan kami mengizinkan mereka menggunakan bela diri apa pun yang mereka mau."
Setelah membeli UFC, Fertitta bersaudara menerapkan aturan keselamatan baru, menjaga para petarung, dan mengenalkan hak siar dan hak pemasaran untuk olahraga tersebut.
Mereka juga melarang tindakan-tindakan yang dinilai terlalu brutal, seperti mencolok mata, mengigit, menyerang selangkangan, dan juga menanduk dengan kepala.
"Kami sempat mengambil jeda untuk melakukan pengamatan. Kami tahu kami sedang berurusan dengan olahraga yang memiliki latar belakang kontroversial," kata tuan Fertitta.
"Kami menyusul ulang peraturan. Kami melihat cabang olahraga tarung yang ditandingkan di Olimpiade, gulat Greco-Roman, taekwondo, dan juga judo."
"Inilah olahraga kami, kombinasi dari keempatnya. Olimpiade menjadi panduan peraturan keamanan."
 Royce Gracie (kanan) adalah pemenang pertama UFC pada 1993. (Getty Images/Markus Boes) |
Daya Tarik GlobalPerubahan-perubahan tersebut membuat nilai UFC telah meningkat beratus-ratus kali lipat dan hingga kini UFC menghasilkan pendapatan mencapai US$ 500 juta dalam satu tahun.
Dari semula hanya ditayangkan di satu stasiun televisi di Amerika Serikat, kini UFC ditayangkan di lebih dari 150 negara, dalam 30 bahasa, dan juga ditonton oleh lebih dari satu miliar orang setiap tahun.
Lorenzo mengatakan bahwa jika dilihat dari keuntungan dan pendapatan, UFC kini berada di puncak waralaba olahraga global, seperti halnya Manchester United, Dallas Cowboys, dan juga New York Yankees.
Pendukung UFC digambarkan sebagai laki-laki berusia 18 hingga 34 tahun. Namun, di beberapa bagian dunia, terutama Brasil, ada tingkat ketertarikan tinggi dari para perempuan.
Lorenzo mengatakan bahwa olahraga ini, ditopang dengan kehadiran media sosial, menciptakan penggemar dengan demografi yang berbeda dari tinju, yang sering kali dilihat sebagai olahraga "orang tua."
Di benua Eropa, kehadiran UFC pun kini terbantu dengan adanya Gary Cook, mantan petinggi eksekutif Manchester City yang akan mengembangkan olahraga ini ke Eropa, Timur Tengah, dan juga Afrika.
UFC juga kini tak lagi dipandang sebelah mata oleh media. Jika sekilas mengunjungi situs resmi Fox Sports, ESPN, atau Sky Sports, maka terlihat bahwa ketiga media olahraga tersebut sudah menyediakan laman khusus UFC atau Mixed Martial Arts, yang berdampingan dengan berita-berita seperti sepak bola, tenis, atau formula 1.
UFC memang masih memiliki jalan panjang untuk benar-benar menggantikan tinju, terutama melihat pertarungan Floyd Mayweather Jr. dan Manny Pacquiao yang menjadi ajang olahraga dengan gelimang uang paling besar sepanjang sejarah.
Namun, melihat bagaimana UFC dan MMA bisa meroket hanya dalam waktu kurang dari 20 tahun, tak akan menjadi suatu kekagetan jika dalam 10 tahun ke depan mereka setidaknya sudah bisa berdiri setara dengan tinju.
Baca Berita Selanjutnya:
Keluarga Gracie, Dinasti di Dunia Bela Diri yang Lahirkan UFC (vws)