Menilik Rekam Jejak Van Gaal, Sang Manajer yang 'Terjungkal'

Ahmad Bachrain | CNN Indonesia
Senin, 23 Mei 2016 19:55 WIB
Pertaruhan Louis van Gaal di sejumlah klub tak jauh dari kebijakannya memberikan kesempatan para pemain muda dan diwarnai konflik dengan pemain senior.
Nasib Louis Van Gaal berakhir di Manchester United, tak semanis yang ia bayangkan. (Reuters / Phil Noble)
Jakarta, CNN Indonesia -- Louis van Gaal pernah menyebut, Manchester United akan menjadi karier terakhirnya di kursi manajer. Keinginan Van Gaal pun menjadi kenyataan.

Namun, sepertinya ia tak membayangkan bakal sesakit ini kisah hubungannya bersama Setan Merah. Ya, manajer yang masih memiliki sisa kontrak selama setahun ini terpaksa 'terjungkal' musim ini.

Padahal, pertama kali ia menginjakkan Old Trafford pada 2014/15 silam, dirinya begitu dielu-elukan bisa menggantikan David Moyes yang lebih dulu terpental. Aura positif saat itu mengisi udara Old Trafford karena kedatangan pria yang bakal dianggap menjadi juru selamat Setan Merah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nasib malang tak dapat disangkal, Van Gaal dinilai gagal. Setan Merah tak bisa menembus persaingan papan atas, setidaknya tiga besar Liga Primer Inggris. Puncaknya ketika ia gagal mengantarkan ManUtd ke zona Liga Champions dan hanya puas di Liga Europa musim depan.

Ia memang tak bisa keluar dengan kebijakannya merekrut para pemain muda. Di Manchester United, Va Gaal dikritik habis-habisan karena banyak mengeluarkan kocek klub, di antaranya hanya untuk mendatangkan para pemain muda.

Sebut saja salah satunya, Anthony Martial, direkrut pelatih asal Belanda itu dari AS Monaco pada 13 Juni 2013 dengan biaya sebesar 36 juta poundsterling. Martial pun mencatatkan sejarah sebagai pemain muda termahal di Liga Inggris.

Sebuah pertaruhan besar yang diambil Van Gaal dengan tetap mempercayakan skuat muda, bahkan hingga akhir musim dengan masuknya nama-nama seperti Marcus Rashford.

Menarik untuk menilik rekam jejak pelatih yang lebih merasa klop dengan pemain-pemain muda ini di klub sebelum merapat ke Old Trafford. Berikut ulasan CNNIndonesia.com tentang rekam jejak Van Gaal.

Ajax Amsterdam (1991-1997)

Klub asal Belanda ini bisa dibilang menjadi cikal bakal nama besar Van Gaal. Deretan trofi pernah ia koleksi dalam rentang masa kepemimpinannya bersama de Godenzonen sejak 1991 hingga 1997.

Total sudah delapan trofi ia persembahkan ke Amsterdam Arena. Termasuk di antaranya, hattrick juara Liga Eredivisie Belanda sejak 1993 hingga 1995.

Masa keemasan Van Gaal saat dirinya membawa Ajax juara Liga Champions 1994/95. Catatan paling mengesankan adalah, ia mengantarkan Ajax yang rata-rata diisi para pemain muda untuk merengkuh juara.

Rekor tersebut pun belum bisa dikalahkan tim-tim mana pun di dataran Eropa. Dengan pencapaiannya itu, Van Gaal pun dikenal sebagai pelatih yang lebih berorientasi kepada talenta-talenta muda.

Sejumlah nama besar yang pernah dilatihnya dari Ajax di antaranya, Patrick Kluivert, Marc Overmars, Dennis Bergkamp, Frank dan Ronald de Boer, Edgar Davids, Clarence Seedorf, Winston Bogarde, dan Edwin va der Sar.

Barcelona (1997-2000 & 2002-2003)

Prestasinya yang gemilang di Ajax membuat Barcelona kepincut. Apalagi, Barcelona memiliki visi yang sama untuk memberikan tempat seluas-luasnya kepada para pemain muda. Ia datang menggantikan Bobby Robson pada 1997.

Ironisnya, saat Van Gaal resmi melatih Blaugrana, klub itu sudah diisi para pemain bintang. Tak jarang sering terjadi pergesekan dengannya karena nama besar seperti Rivaldo enggan dilatih olehnya.

Khusus untuk Rivaldo, persoalannya amat mendasar. Van Gaal berusaha memainkannya sebagai pemain sayap kiri, sedangkan Rivaldo bersikeras ingin tetap berperan di posisi tengah.

Van Gaal akhirnya meninggalkan Barcelona pada Mei 2000 setelah mempersembahkan dua trofi La Liga dan satu juara Piala Raja.

Pelatih yang terkenal keras itu sempat kembali ke Barcelona pada 2002. Itu setelah ia gagal total membawa timnas Belanda lolos ke Piala Dunia 2002, sebuah rekor terburuk tim oranye sejak 1986 silam.

Sekembalinya ke Barcelona, prestasi yang ditorehkan Van Gaal masih dinilai tidak spesial. Meski mencatatkan 10 kali kemenangan di Liga Champions, Barcelona justru terseok-seok di La Liga Spanyol.

Nama-nama yang ia datangkan pada era keduanya di Barcelona, dianggap tak berkembang baik. Sebut saja di antaranya, kiper Robert Enke, gelandang Gaizka Mendieta, hingga playmaker Juan Roman Riquelme. Van Gaal akhirnya hengkang pada 2003 dan tak kembali lagi ke Katalonia.

Ajax Amsterdam (2004)

Pada 2004, Van Gaal akhirnya memutuskan kembali ke klub lamanya yang pernah ia besarkan: Ajax Amsterdam. Namun, keberadaannya di Amsterdam Arena tak sampai semusim setelah cekcok dengan Ronald Koeman.

AZ Alkmaar (2005-2009)

Pada 2005, Van Gaal resmi bergabung bersama klub Belanda, AZ Alkmaar. Tangannya sebagai 'Raja Midas' mengubah emas, sempat kembali terbukti ketika mengubah klub medioker Eredivisie itu bersaing di papan atas.

Alkmaar sukses menempati posisi kedua pada musim 2005/06 dan posisi ketiga pada musim berikutnya.

Namun, posisinya Alkmaar kembali anjlok pada 2007/08 dengan hanya finis ke posisi 11. Van Gaal pun menyampaikan isyarat bakal hengkang. Ia pun tak memperpanjang kontraknya dan merapat ke Bayern Munich pada 2009.

Bayern Munich (2009-2011)

Di Bayern Munich, pelatih kelahiran Amsterdam itu disambut dengan penuh harapan. Salah satu nama yang sukses didatangkan Van Gaal adalah Arjen Robben pada 28 Agustus 2009.

Pemain asal Belanda ini pun benar-benar mengisi kekosongan di tim tersebut.

Bersama Munich, Van Gaal kembali memenuhi hasratnya memberikan tempat utama bagi sejumlah pemain muda. Sebut saja nama-nama seperti Thomas Mueller, Holger Badstuber, dan Bastian Schweinsteiger yang mulai menghiasi skuat inti Die Roten.

Pertaruhannya itu bukan tanpa ujian berat. Memulai laga di Bundesliga Jerman, ia hanya menorehkan sekali kemenangan dalam empat pertandingan awal.

Konfliks juga sempat terjadi antara dirinya dengan striker Italia, Luca Toni, hingga akhirnya Toni merapat ke Roma.

Tetap bersikeras dengan pemain muda, Van Gaal mulai merasakan manisnya prestasi di Alianz Arena. Tepatnya pada musim 2009/10 ia mampu mengawinkan gelar juara Bundesliga dan Piala Jerman, termasuk pula Piala Super Jerman di tahun yang sama.

Namun, Van Gaal belum mampu menjawab tuntutan klub yang saat itu mulai berambisi meraih juara Liga Champions. Ia hanya mampu mengangkat Die Roten ke final Liga Champions 2010. Di fase itu, timnya takluk dari Internazionale Milanoo yang saat itu diarsiteki Jose Mourinho, skor 0-2.

Van Gaal akhirnya memilih hengkang dan perannya digantikan Jupp Heynckes. Heynckes seolah tinggal memetik buah yang sudah ditanam pelatih asal Belanda itu dengan pondasi skuat muda yang pernah ia bentuk.

Ya, Bayern akhirnya keluar sebagai juara Liga Champions 2012/13 di bawah asuhan Heynckes. Skuat juara saat itu pun tak jauh dengan para pemain yang sudah dibesarkan Van Gaal di klub tersebut.











(bac)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER