Jakarta, CNN Indonesia -- Teriakan gembira keluar dari mulut Sayfriandi, ketika ia dan rekan-rekannya memastikan tim Goalball Sumatera Utara (Sumut) menang 27-20 atas Kalimantan Timur di Graha Laga Tangkas Sport Centre Arcamanik dalam ajang Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas), Rabu (19/10) sore. Mereka puas, perjuangan di lapangan berakhir dengan kemenangan.
Sayfriandi yang dipanggil Andi, harus jatuh-bangun di lapangan selama laga berlangsung. Bukan hanya gerak tubuh prima yang dibutuhkan, melainkan juga konsentrasi dan fokus pendengaran yang jadi senjata utama mereka sepanjang pertandingan.
Ketukan tangan dan ketajaman pendengaran menjadi titik vital dan menentukan dalam upaya meraih kemenangan. Kesalahan koordinasi bisa berakibat fatal karena pertahanan jadi mudah dibobol lawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun seperti hal yang jamak dalam olahraga, kemenangan tak selalu sempurna. Masih ada kekecewaan dari pelatih Sumatera Utara saat melakukan evaluasi terhadap timnya.
"Inilah suasana pertandingan yang sebenarnya. Jadi makanya saya bilang agar kalian jangan main-main! Jangan terburu-buru! Andi, berkali-kali saya bilang agar kamu berbaring saja! Jatuhkan badanmu maka bola tidak akan masuk!
"Kau (Andi) itu tinggi, kau tinggal terbaring saja tidak akan ada bola yang masuk. Kalau tidak, kau bisa berbenturan (saat beraksi) dan risikonya cedera. Rugi kita. Bisa Di?"
Itulah kalimat yang keluar dari mulut pelatih Goalball Sumut, Suliadi (40), kepada salah satu anak didiknya, Sayfriandi (32), di ruang ganti pemain saat mengevaluasi permainan timnya.
Meski baru efektif empat bulan Suliadi melatih tim Goalball Sumut untuk Peparnas, namun ia ingin kelima anak didiknya memiliki mental baja.
Olahraga Goalball masih terbilang baru untuk masyarakat Indonesia, namun sesungguhnya olahraga khusus untuk kaum tuna netra ini sudah dikenal sejak 1946 di Austria dan Jerman. Masing-masing tim memainkan tiga orang pemain di lapangan yang berperan sebagai penjaga gawang dan juga pencetak angka.
Tujuan dari permainan ini adalah mencetak gol dengan cara menggelindingkan bola ke gawang lawan yang memiliki jarak kurang lebih 18 meter dari titik lempar. Gawang yang disasar memiliki lebar 9 meter dan tinggi 1,3 meter, sehingga para pemain harus bermain dengan cara berjongkok agar gawangnya bisa terlindungi dari ancaman gol lawan.
Bola yang digunakan pun khusus, seukuran bola basket dan telah diisi lonceng. Hal ini agar para pemain dapat mengetahui arah bola yang dilempar dari suara gemerincing dari bola tersebut. Siapa yang paling banyak mencetak gol dalam dua babak berdurasi 12 menit, mereka yang menang.
Begitu bola digelindingkan dengan kencang, para atlet tuna netra yang sudah terasah pendengarannya akan berusaha menghalau bola tersebut dengan cara menangkapnya atau bahkan bertiarap di lapangan. Mereka berharap laju bola terhenti setelah mengenai salah satu bagian tubuh mereka.
"Pertandingan lawan Kaltim yang saya rasakan sungguh seru, setiap pertandingan kami tidak pernah memandang remeh lawan. Setiap pertandingan itu adalah final bagi kami. Yang namanya permainan pasti ada rasa gugup, kaku, tapi berkat kekompakan tim itu hilang semua," kata Andi yang bertinggi badan sekitar 170 sentimeter tersebut.
Juru Pijat yang Bertekad Harumkan Sumatera UtaraAndi baru setahun mengenal olahraga Goalball. Sebelum sibuk berlatih Goalball, ia merupakan seorang juru pijat dan atlet tolak peluru tingkat daerah.
"Di lingkungan saya, orang tahunya saya sebagai juru pijat. Dengan berangkatnya saya ikut Peparnas, saya akan tunjukkan kepada orang-orang. Walaupun saya ada kekurangan, kami pasti bisa meraih apa yang kami inginkan dan cita-citakan."
"Langganan (pijat) saya belum tahu olahraga Goalball. Setelah diceritakan, mereka mendukung untuk mengharumkan nama Sumatera Utara," tutur Andi yang telah menjadi juru pijat selama 12 tahun hingga sekarang.
 Tim Sumatera Utara saat mendengarkan instruksi pelatih. (CNN Indonesia/M. Arby Rahmat) |
Keterbatasan penglihatan tak menjadi penghalang bagi Andi untuk rajin berlatih dengan tekun. Bagi Andi, latihan keras adalah jalan wajib untuk menuju puncak kemenangan.
"Alhamdulillah rumah saya dekat dengan tempat latihan, saya berangkat diantar adik dan pulang diantar teman-teman," ujar anak kedua dari empat bersaudara tersebut menambahkan.
"Orang tua mendukung dan mendoakan saya agar bisa (berprestasi), demikian juga saudara-saudara saya yang berharap saya dapat mengharumkan nama Provinsi Sumatera Utara."
Bangkit dari KetidakberdayaanSebagai atlet tuna netra, Andi mengaku pernah mengalami masa-masa putus asa atas keterbatasan yang ia miliki. Penglihatan Andi hilang ketika dia berusia dua tahun karena terkena penyakit campak.
"Pada awal mulanya merasa putus asa, 'Kenapa saya harus seperti ini?' Setelah saya lihat di luar sana ternyata masih banyak orang yang lebih (buruk) daripada saya bisa (bertahan), kenapa saya tidak bisa? Umur 12 sampai 13 tahun itu adalah masa paling 'galau' saya. Alhamdulillah semua rasa (minder) itu sudah hilang," kata Andi.
 Sayfriandi (kiri) saat merayakan kemenangan bersama teman-temannya. (CNN Indonesia/M.Arby Rahmat) |
Semenjak terjun ke dunia olahraga Goalball, Andi juga mengaku ia merasa jauh lebih sehat. Ia pun berpesan kepada kaum difabel agar tetap semangat untuk menjalani hidup.
"Tunjukkan pada masyarakat bahwa kami bisa. Kenapa orang lain bisa? Kami juga harus bisa. Mari semangat, tunjukkan pada masyarakat luas bahwa kami bisa dan pasti bisa," katanya.
Latihan KerasSehari, Andi biasanya berlatih Goalball selama 2,5 jam yang dimulai pada pukul 9. Dua bulan jelang Peparnas porsi latihannya bertambah dengan latihan sore hari dari pukul 4 hingga enam sore, dari Senin hingga Sabtu.
Sebagai seorang atlet, ia pun menjalani latihan fisik seperti push-up, jogging, angkat beban, dan sebagainya. Andi tidak merasa terbebani dalam usahanya melakukan serangkaian latihan tersebut. Pasalnya Andi sebelumnya adalah atlet tolak peluru dari 2008 hingga 2012.
"Saya terjun ke olahraga Goalball karena saya ingin mencoba rasanya bermain dengan tim, kalau atletik kan individu. Saya ingin coba suasana bermain dalam tim," ucapnya.
 Tim Sumatera Utara tengah bersiap menahan serangan lawan. (CNN Indonesia/M. Arby Rahmat) |
Saat berada di lapangan Goalball, yang kali pertama Andi lakukan adalah fokus terhadap bunyi jatuh bola.
"Itulah yang harus kami fokuskan pertama sekali dan konsentrasi bola tersebut bersuara. Dan dari suara tersebut kami bisa membaca arah bola itu ke kanan atau kiri, semua tergantung konsentrasi dan fokus."
"Alhamdulillah tidak ada kesulitan bagi saya, tantangannya hanya diri saya sendiri. Setiap olahraga pasti menanggung risiko, tapi dengan konsentrasi dan keyakinan itu pasti dapat teratasi," ujarnya.
(ptr)