Hidup Segan Mati Tak Mau Ala AC Milan

Vetriciawizach | CNN Indonesia
Jumat, 03 Mar 2017 11:05 WIB
Setelah dua tahun terkatung-katung mencari pemilik baru, AC Milan masih limbung. Janji dana segar dari China pun tak kunjung datang hingga hari ini.
AC Milan hingga saat ini belum juga mendapatkan pemilik baru. Proses penjualan saham pada Sino-Europe Sports masih terkendala. (REUTERS/Stefano Rellandini)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pada musim panas tujuh tahun silam, puluhan penggemar AC Milan berkumpul di depan markas kesebelasan kesayangan mereka. Hari itu, 20 Juli 2010, adalah hari pertama para pemain Milan menggelar latihan jelang musim baru.

Para pendukung Rossoneri bukan sedang memberi semangat. Mereka memang berteriak, tapi justru untuk menyuarakan protes. Mereka menuntut agar Silvio Berlusconi lengser dari posisinya sebagai pemilik dan presiden klub.

“Milan tak lagi berevolusi!”, demikian bunyi spanduk yang dibawa oleh para penggemar Milan saat itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka berang. Selama empat tahun sebelumnya, Milanisti dipaksa untuk menjadi saksi betapa sang musuh bebuyutan sekaligus tetangga terdekat, Internazionale Milan, menjadi primadona Italia.

Saat itu Inter bukan saja meraih empat gelar Serie-A beruntun, tapi juga merebut status sebagai klub negara peninsula pertama yang meraih gelar treble – Liga Champions, Piala Italia, dan Liga Italia dalam satu musim yang sama.

Sementara itu AC Milan hanya duduk manis tanpa perlawanan. Kejayaan Milan pada satu dekade sebelumnya yang ditandai dengan tiga kali ke final Liga Champions dalam lima tahun, tertutup bayang-bayang berwarna Hitam-Biru.

Kemarahan Milanisti ditujukan pada satu orang: Berlusconi. Ia adalah sang patron, pemilik saham 99 persen, penyuntik dana, pengambil keputusan mutlak, dan orang yang bertanggung-penuh atas semua kejayaan dan keterpurukan Milan.

Protes dan teriakan itu pada akhirnya sia-sia. Berlusconi yang saat itu notabene orang terkuat di Italia, tetap bisa mencengkram erat AC Milan.

Silvio Berlusconi adalah presiden tersukses dalam klub AC Milan. Di bawah kepemimpinannya Milan merebut 28 gelar.Silvio Berlusconi adalah presiden tersukses dalam klub AC Milan. Di bawah kepemimpinannya Milan merebut 28 gelar. (AFP PHOTO / OLIVIER MORIN)

Gelar Hiburan

Satu tahun setelah mini-protes itu, AC Milan merayakan gelar Liga Italia ke-18. Kehadiran pemain sekaliber Zlatan Ibrahimovic, Alexander Pato, dan Robinho membuat Rossoneri menggeser Inter Milan dari singgasana di akhir musim 2010/2011.

Namun jika menggunakan konteks lebih luas, torehan itu terlihat sekadar seperti gelar hiburan, karena toh lima musim setelahnya giliran Juventus yang terus mendominasi liga tanpa tersentuh klub manapun.

Di sisi lain, Milan bak kesebelasan yang kakinya terpaku di bumi.

Ketika Inter Milan sudah berganti kepemilikan ke pengusaha Indonesia Erick Thohir dan kemudian saat ini ke Grup Suning, ketika AS Roma sudah dibeli pengusaha Amerika Serikat Thomas DiBenedetto, ketika Juventus sudah menikmati stadion baru, Milan masih berkutat dengan masalah yang sama: tak punya sumber daya untuk mendatangkan pemain-pemain terbaik.
Di tengah-tengah keterpurukan, AC Milan sempat merebut gelar juara Supercoppa Italia pada musim lalu. Foto: AFP PHOTO / KARIM JAAFAR
Di tengah-tengah keterpurukan, AC Milan sempat merebut gelar juara Supercoppa Italia pada musim lalu.

Deloitte Football Money, atau daftar kesebelasan-kesebelasan dengan pendapatan terbesar di dunia, menempatkan AC Milan pada nomor 16 di tahun 2016. AS Roma berada di tempat ke-15 sementara klub Italia dengan pemasukan tertinggi adalah Juventus yang berada di peringkat ke-10.

Sebagai perbandingan, Milan memiliki pemasukan 214,7 juta euro, sementara Manchester United yang berada di puncak daftar mendapatkan tiga kali lipatnya, atau 689 juta euro.

Tak heran jika Milan hanya mampu menghadirkan pesepak bola kelas dua. Mereka juga hanya bisa berharap para penggawa mudanya bisa berakselerasi dengan cepat untuk menjadi tulang punggung klub.

Strategi ini berujung pada kegagalan demi kegagalan. Enam pelatih datang silih berganti –dari mulai Massimilliano Allegri, Clarence Seedorf, Filipo Inzaghi, Sinisa Mihajlovic, Cristian Brocchi, hingga Vincenzo Montella—dan hanya menghasilkan satu gelar Supercoppa Italiana.

Berlusconi bukan tak menyadari hal ini. Sejak dua tahun lalu ia telah memahami keterbatasannya dalam mendanai Rossoneri dan merelakan jika Milan harus berpindah kepemilikan.

"Saya kira ini saatnya menyerahkannya (Milan), setelah berada 30 tahun dan memenangi 28 gelar," katanya kepada Teleregione Molise, pertengahan tahun lalu.

"Saya adalah presiden yang telah memenangi gelar terbanyak dalam sejarah sepak bola, dan sekarang saya harus membuat gestur terakhir sebelum pergi: mencari penerus yang bisa membawa Milan mencapai standar internasional."

Zlatan Ibrahimovic adalah salah satu pemain bintang yang mengantarkan gelar juara Liga Italia terakhir Serie-A. Zlatan Ibrahimovic adalah salah satu pemain bintang yang mengantarkan gelar juara Liga Italia terakhir Serie-A. (AFP PHOTO / GIUSEPPE CACACE)

Janji-janji yang Tak Kunjung Datang

Hanya saja Milan berada dalam kondisi yang tidak menentu. (Brand) Milan terlalu besar untuk dijual secara murah, tapi kondisi Liga Italia secara kolektif kurang begitu menjanjikan sehingga tak mungkin berharap investor serius mau menghargai Milan dengan nilai yang sama dengan klub-klub Inggris.

Tak heran, dua pemodal yang paling berminat mengambil alih saham Berlusconi punya niatan yang bisa dipertanyakan.

Pertama adalah pengusaha Thailand, Bee Taechaubol. Setelah bernegosiasi dan berdansa selama satu tahun bersama Berlusconi, ia kemudian gagal untuk memenuhi janji.

Sementara yang kedua adalah Sino-Europe Sports Management (SES), kelompok investor dari China yang berjanji membeli Milan dengan harga 740 juta euro. Berlusconi mulai bernegosiasi dengan mereka pada Agustus lalu dan mencapai akhirnya kesepakatan pada akhir tahun.

Akan tetapi, hingga saat ini belum ada kejelasan soal waktu akusisi secara resmi. SES juga mulai menunjukkan tanda-tanda seperti Taechaubol, tak bisa membawa uang yang mereka janjikan. Penandatanganan kontrak yang semula dijadwalkan akhir Desember 2016, kemudian diundur menjadi 3 Maret.
Gianluigi Donnaruma adalah salah satu pemain terbaik AC Milan saat ini. Namun ia belum menandatangani kontrak jangka panjang.  Gianluigi Donnaruma adalah salah satu pemain terbaik AC Milan saat ini. Namun ia belum menandatangani kontrak jangka panjang. (AFP PHOTO / KARIM JAAFAR)

Lalu pada 1 Maret, muncul laporan bahwa SES belum juga memiliki dana yang diminta Berlusconi. Konsorium itu juga kembali meminta pengunduran jadwal hingga ke akhir bulan. Bahkan, muncul opsi proses penjualan ini takkan terlaksana sama sekali.

Rossoneri pun kembali limbung.

Jika kesepakatan dengan SES batal terlaksana, maka Milan harus memulai proses pencarian pemilik baru dari awal lagi. Padahal, proses penjualan AC Milan ini sudah disebut Bloomberg sebagai salah satu yang terlama dalam sejarah sepak bola – lebih dari dua tahun jika menghitung dari hari ketika Berlusconi mendekati Taechaubol.

Tentu tim yang akan mendapatkan efek paling buruk. Bukan hanya kehilangan dana segar untuk membeli pemain, pada 2018 nanti mereka juga bisa kehilangan bintang paling cemerlang dalam skuat – Gianluigi Donnaruma. Penjaga gawang yang sudah diincar berbagai klub besar ini memang belum menandatangani kontrak jangka panjang setelah usianya genap 18 tahun.

Entah kartu as apa yang dimiliki Berlusconi untuk mengatasi permasalahan yang berlarut-larut ini. Satu hal yang pasti, Milan kini terlihat seperti klub yang hidup segan, mati tak mau di kancah persepakbolaan Eropa. (vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER