Jakarta, CNN Indonesia -- Thailand dikenal sebagai salah satu negeri dengan perkembangan sepak bola yang cukup pesat di Asia Tenggara. Di negara tersebut,
CNNIndonesia.com, mendapat kesempatan untuk meliput penyelenggaraan kompetisi sepak bola di Negeri Gajah Putih itu.
Kebetulan pada laga Sabtu (26/5) di Stadion Thammasat tengah digelar laga kompetisi kasta tertinggi Thailand [Thai League 1]. Tuan rumah Bangkok United saat itu menjamu lawannya, Chainat Hornbill.
CNNIndonesia.com mencoba mengamati sekilas suasana dalam pertandingan itu dari tribune Thammasat. Stadion tersebut terletak di salah satu kota satelit Bangkok, Pathum Thani, tepatnya di sebelah utara ibu kota Thailand itu. Thammasat sendiri masih masuk dalam kompleks Universitas Thammasat, salah satu kampus elite di negeri itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menyaksikan hanya satu kali laga memang belum bisa dijadikan bukti sahih untuk mengumpulkan jawaban sebuah pertanyaan besar: kenapa Thailand begitu maju dalam kompetisi profesional dan prestasi mereka di Asia Tenggara? Namun, setidaknya ada secuil gambaran dari pengamatan selintas soal beda penyelenggaraan kompetisi di Thailand dan Indonesia.
 Jumlah penonton Liga Thailand tidak sebanyak Liga 1. (CNN Indonesia/Ahmad Bachrain) |
Setidaknya ada sejumlah perbedaan jika dibandingkan dengan gelaran kompetisi elite sepak bola Indonesia, Liga 1. Pertama dalam hal alih teknologi terkait perwasitan demi menjaga kualitas kompetisi tersebut.
Pada laga yang berkesudahan untuk kemenangan tuan rumah 1-0 atas Chainat Hornbill, panitia pertandingan sudah menggunakan Video Assistant Referee (VAR), demi menunjang kinerja wasit. VAR ibarat sebuah mata tambahan bagi wasit yang juga bisa saja luput pandangannya.
Teknologi ini sudah lebih dulu digunakan di sejumlah negara dengan kompetisi terbaik di dunia seperti Liga Primer Inggris. Tujuan penggunaan VAR juga untuk menghindari sejumlah keputusan wasit yang dinilai kontroversial.
Sang pemain dari salah satu tim yang merasa dikecewakan keputusan wasit, bisa meminta sang pengadil lapangan untuk 'menunda' terlebih dahulu keputusannya dalam beberapa saat, kemudian menengok ke monitor di pinggir lapangan.
Sang wasit bisa mengubah atau mempertahankan keputusannya dengan bukti sahih dari monitor yang menayangkan ulang momen tertentu dengan tayangan lambat dari sejumlah sudut pandang kamera. Momen-momen tersebut bisa berupa pelanggaran di dalam kotak penalti, hand ball, offside, dan lain sebagainya yang memerlukan pengamatan jeli atas keputusan wasit.
Nah, itu pula yang terjadi pada laga Bangkok United melawan Chainat. Tuan rumah sempat protes karena seharusnya wasit memberikan penalti kepada mereka lantaran menganggap bek tim tamu menjatuhkan penyerang Bangkok United, Teeratep, di awal-awal babak kedua.
Wasit sendiri tidak menganggapnya sebagai penalti. Alhasil, pemain tim tuan rumah meminta wasit menengok monitor VAR.
Annuwat Feemechang yang merupakan pengadil lapangan kemudian mengabulkan permintaan tuan rumah. Ia bergerak menuju monitor yang dinaungi tenda khusus di pinggir lapangan.
Setelah mengamati dengan seksama tayangan ulang di monitor tersebut, sang wasit tetap memutuskan tak ada penalti karena ia menilai memang tak ada pelanggaran baik melalui tayangan VAR. Tak ada protes lagi setelah wasit mengecek melalui VAR.
 Amfosfer Thai League 1 antara Bangkok United vs Chainat Hornbill. (CNN Indonesia/Ahmad Bachrain) |
Dari tribune stadion, terdapat pula dua orang mengenakan setelan jas duduk sembari mengamati monitor kecil. Monitor yang menampilkan pertandingan tersebut pun tersambung dengan monitor VAR di pinggir lapangan. Mereka merupakan bagian dari personel operator VAR.
CNNIndonesia.com mencoba menanyakan lebih jauh tentang penerapan sistem VAR tersebut di Thai League 1. Salah satunya informasi yang didapat dari petugas media tim tamu, Chainat Hornbill.
Pop, nama panggilan ofisial media dari Chainat itu membeberkan tidak ada kewajiban bagi seluruh klub yang bertindak sebagai tuan rumah untuk menggunakan VAR.
"Biayanya memang cukup mahal untuk sekali pasang VAR, mungkin bisa sekitar ฿40.000 [setara Rp17 juta]. Klub kami [Chainat] tidak menggunakan VAR jika bermain sebagai tuan rumah dan bukan masalah," terang Pop kepada
CNNIndonesia.com.
Pop melanjutkan, pengadaan fasilitas VAR memang dioperasikan oleh operator Thai League 1 di bawah persetujuan asosiasi federasi sepak bola Thailand (FAT). Setiap klub terlebih dulu mengajukan permohonan VAR kepada operator untuk kemudian menanggung biayanya sendiri.
 Timnas Thailand menjelma sebagai kekuatan besar di Asia Tenggara dalam satu dekade terakhir. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Memang terkesan cukup aneh karena pertandingan yang digelar dengan menggunakan VAR maupun tidak, berpotensi tidak akan sama. Terlebih, untuk situasi rumit terkait keputusan wasit, masih akan menyisakan kontroversi bagi klub yang tidak menggunakan VAR.
"Memang terkesan tidak adil karena hanya klub besar yang bisa menyewa VAR di sini. Namun, kami tetap berharap ada perbaikan sistem terkait penggunaan VAR pada musim depan. Lagi pula, sejauh ini kinerja wasit masih bisa diandalkan dengan baik," terang Pop.
Pop boleh berkata demikian soal wasit. Namun berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com pada laga itu, keputusan wasit sempat menimbulkan gesekan antarpemain kedua tim. Terdapat sedikit keributan antara pemain Bangkok United dan Chainat di laga itu.
Para pemain Bangkok United protes keras karena wasit tak memberikan hukuman berat setelah pelanggaran keras yang dilakukan pemain Chainat. Meski demikian, keributan tak sampai meluas hingga ke ofisial tim maupun penonton seperti yang kerap terjadi di Liga 1 Indonesia.
Di Liga 1 Indonesia, VAR belum bisa digunakan karena alasan biaya yang cukup mahal bagi klub-klub peserta.
Investasi di Klub ThailandSoal investasi, rata-rata klub Thai League 1 tentu lebih superior jika dibandingkan Liga 1. Pop mengatakan, klub-klub besar macam Muang Thong United, Bangkok United, Port FC, di sekitaran Kota Bangkok sampai Buriram di salah satu provinsi di Thailand, memiliki dana cukup besar per musim.
Pop menyebut Bangkok United yang kini bercokol di peringkat kedua memiliki anggaran mencapai ฿200 juta (Rp86 miliar) per musim. Angka itu merupakan rata-rata pengeluaran klub-klub besar di Thailand.
"Klub-klub kecil seperti Chainat hanya memiliki anggaran sekitar ฿50 juta [Rp21 miliar] per musim. Makanya kami tidak sanggup membeli pemain asing mahal seperti Bangkok United. Kami lebih fokus pada talenta-talenta lokal [Thailand]," ucap Pop.
Rata-rata klub besar Thailand pun didukung perusahaan raksasa di Thailand. Sebut saja salah satunya Bangkok United yang disponsori oleh True yang merupakan perusahaan multibisnis mulai dari penyelia komunikasi hingga properti di Negeri Gajah Putih.
"Chainat sendiri hanya disponsori oleh 100 Plus [merek minuman energi di Thailand]. Itu pun hanya separuh pendanaan dari mereka. Sisanya sponsor pendukung lainnya pemasukan di luar sponsor," terang Pop.
 Timnas Thailand mencatat satu kemenangan dan satu imbang pada dua laga uji coba lawan Indonesia U-23. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Bandingkan dengan klub-klub raksasa di Liga 1 Indonesia, dana yang dimiliki klub besar macam Persib Bandung, Bali United, maupun Persija Jakarta, ditaksir hanya mencapai Rp45 miliar atau setara dengan ฿105 juta per musim. Angka itu disebut Pop merupakan kemampuan finansial klub-klub menengah di Thailand.
Bukan hanya itu, kasus tunggakan gaji pemain di kompetisi kasta tertinggi Thailand pun nyaris tak pernah terjadi. Semua dilakukan secara profesional sehingga banyak pemain asing yang memilih Thailand sebagai destinasi karier mereka di Asia Tenggara.
Meski demikian, geliat kompetisi di Indonesia sedikit demi sedikit mulai merangkak naik menuju kemajuan, kendati levelnya masih belum bisa disetarakan di Thailand.
Tim Cadangan di Thai League 4Thailand juga mengenal liga kasta di bawah dari Thai League 2 hingga 4. Khusus untuk Thai League 4, terdapat pula tim pembibitan dari klub-klub di Thai League 1.
Kompetisi di Thai League 4 dibagi dalam delapan zona kompetisi. Masing-masing zona terdiri dari 11 hingga 15 tim peserta. Hanya dua tim teratas di tiap zona yang maju ke fase 16 besar hingga final tingkat nasional. Tim yang lolos ke semifinal akan promosi ke Thai League 3.
Di Indonesia hanya mengenal dua kasta kompetisi di bawah naungan PT Liga Indonesia Baru selaku operator yakni Liga 1 dan 2. Di bawahnya ada Liga Nusantara yang merupakan kompetisi amatir.
 Timnas Thailand merupakan juara bertahan SEA Games. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Berbeda dengan di Indonesia, tidak semua klub besar Thailand memiliki basis suporter yang luar biasa besar. Salah satu contohnya lagi-lagi Bangkok United. Berdasarkan pengamatan
CNNIndonesia.com, laga di Stadion Thammasat itu hanya disaksikan seribu hingga dua ribu penonton dari kapasitas 25 ribu penonton.
"Mungkin karena ini bukan pertandingan besar atau derby Bangkok sehingga penontonya tak banyak. Saat derby mungkin ada sekitar belasan ribu yang datang menyaksikan di Stadion Thammasat," terang Suphanat Muenta, salah satu ofisial media tim Bangkok United.
Atmosfer Kompetisi Lebih Ramai di IndonesiaUntuk urusan atmosfer penonton, Thailand tampaknya masih kalah dibandingkan rata-rata klub di Indonesia yang memiliki puluhan ribu suporter sekali pertandingan. Hal itu diakui kiper asing Bangkok United, Michael Falkesgaard.
Penjaga gawang timnas Filipina berdarah campuran Denmark itu mengatakan atmosfer kompetisi sepak bola di Thailand tidak seramai di Indonesia.
 Timnas Thailand U-23 sukses merepotkan Indonesia U-23 yang diperkuat sejumlah pemain senior. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
"Saya memang belum pernah maih di Indonesia, tapi banyak teman saya yang pernah main di Indonesia mengatakan atmosfer kompetisi di sana luar biasa. Suatu saat saya ingin bermain di sana untuk merasakan atmosfer hebat."
"Untuk saat ini saya juga ingin fokus lebih dulu di kompetisi Thailand karena saya baru pertama kali main di negara ini," terang mantan pemain FC Midtjylland itu saat dijumpai CNNIndonesia.com usai pertandingan.
(jun/har)