Gegenpressing. Ya, strategi sepak bola yang melekat dengan
Juergen Klopp itu menjadi kunci kemenangan Liverpool atas Porto. Keputusan
Klopp memainkan Jordan Henderson,
Naby Keita, dan
Fabinho berbuah manis.
Secara permainan Liverpool sebenarnya bermain sederhana. Menekan dan merebut bola secepat mungkin dan membangun serangan balik lewat sayap melalui Mohamed Salah di kanan dan
Sadio Mane di kiri. Tapi, yang pantas mendapat sorotan lebih banyak adalah bagaimana Liverpool menerapkan
Gegenpressing dengan sempurna.
Meski Porto memiliki dua
shot on target di babak kedua, tapi tidak ada sedetik pun di mana tim tamu tidak merasakan tekanan saat melakukan penguasaan bola. Bahkan Liverpool bermain cukup tinggi hingga ke lini pertahanan Porto untuk melakukan tekanan saat tidak menguasai bola.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permainan Henderson di kanan,
Fabinho di tengah, dan
Keita yang menampilkan salah satu penampilan terbaiknya untuk Liverpool musim ini di sisi kiri, membuat dominasi The Reds di lini tengah sangat terlihat.
 Juergen Klopp menampilkan permainan khas yang kerap dipertontonkan klub yang diasuhnya ketika Liverpool menghadapi Porto. (Action Images via Reuters/Carl Recine) |
Henderson dan
Keita dibiarkan
Klopp untuk memburu bola, sementara
Fabinho menjadi pertahanan ekstra di depan Virgil van
Dijk dan
Dejan Lovren ketika kedua fullback Trent Alexander-Arnold serta James
Milner naik membantu serangan.
Alhasil Porto tidak leluasa mendapat ruang dan waktu untuk menciptakan gol. Laga berjalan lima menit
Keita sudah mampu membawa Liverpool unggul. Sedikit berbau keberuntungan setelah tendangannya berubah arah setelah mengenai salah satu pemain Porto dan mengecoh
Iker Casillas di bawah mistar gawang Porto.
Roberto
Firmino kemudian menggandakan keunggulan Liverpool pada menit ke-26 dan membuat tuan rumah unggul 2-0 di babak pertama. Liverpool seharusnya bisa mencetak lebih dari dua gol, tapi sejumlah peluang emas, termasuk peluang Salah, gagal membuahkan gol.
Di babak kedua tekanan Liverpool terlihat berkurang hingga akhirnya gagal mencetak gol tambahan. Henderson beberapa kali terlihat membuat gestur pemberi semangat agar tekanan para pemain Liverpool tidak mengendur. Henderson juga beberapa kali menegur lini depan The Reds untuk bermain lebih efisien ketika mendapatkan peluang.
 Liverpool tampil kurang maksimal pada babak kedua. (REUTERS/Phil Noble) |
Serangan Porto di babak kedua juga tidak terlalu sporadis. Ditambah transisi permainan Liverpool yang cukup apik, praktis gawang
Alisson Becker tidak mendapat banyak ancaman. Duet Van
Dijk-
Lovren juga bermain taktis dan
text book.
Ketika Porto mendapat peluang lewat serangan balik, Van
Dijk dan
Lovren bermain tenang dan tidak mengambil risiko. Alhasil
Moussa Marega, Alex
Telles, dan Francisco
Soares kesulitan membongkar pertahanan Liverpool. Finalis Liga Champions musim lalu tidak pernah panik ketika mendapatkan tekanan.
Pun jika Porto mendapatkan peluang emas, kiper
Alisson Becker membuat suporter tenang lewat permainan menawan. Paket penampilan tersebut membuat Liverpool terlihat solid di leg pertama ini.
Total Liverpool memiliki 58 persen penguasaan bola dan akurasi umpan yang jauh lebih baik daripada Porto (67 persen), yakni 82 persen. Sebuah penampilan yang seharusnya menyenangkan
Klopp, meski Liverpool seharusnya bisa lebih baik lagi dalam hal penyelesaian akhir.
Penampilan Liverpool di babak kedua jelas sebuah anti-klimaks. Tidak tampak koneksi permainan yang apik di lini depan. Salah dan Mane terlihat bermain sedikit egois demi mencatatkan nama di papan skor.