Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Mobile Social Rescue (MSR)-ACT memberikan penghargaan kepada atlet veteran Indonesia di daerah Cibinong, Bogor (31/5) berupa bantuan dana kepada Abdul Rozak, taekwondoin nasional legendaris peraih medali perak Asian Games 1986 di Seoul, Korea Selatan.
Penghargaan ini merupakan program lanjutan tahap kedua kerjasama Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersama Kitabisa.com dan Grab Indonesia yang dimulai pada April lalu.
Program 'Penghargaan Atlet Veteran tahun 2019' bertujuan untuk menghargai perjuangan para atlet veteran yang telah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Tim ACT berharap program seperti ini bisa terus bergulir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semoga penghargaan yang sudah diberikan dapat menambah kebahagiaan para atlet. Terlebih khususnya Pak Rozak, semoga dalam melatih atlet muda dapat meningkatkan bibit unggul untuk Indonesia ke depannya. Dan semoga ada lebih banyak lagi perusahaan yang bekerjasama dengan ACT dan dapat terus memberikan penghargaan kepada para mantan atlet," ujar Dayani dari tim program MSR-ACT.
Saat menerima penghargaan, Abdul mengungkapkan bahwa dirinya sudah berlatih sejak umur enam tahun di Papua sebelum hijrah ke Jakarta pada tahun 1980.
"Saya sudah berlatih sejak umur enam tahun di Papua. Pada saat itu belum pernah ada yang dapat medali di cabang taekwondo bagi Indonesia, dan saya menjadi orang pertama yang memberikan prestasi untuk olahraga cabang taekwondo. Awalnya, saya hanya tahu Karate dan saya hobi menonton film laga, lalu bertemu dengan teman-teman saya yang memang atlet taekwondo. Mereka lihat saya punya tendangan bagus dan bakat untuk menjadi atlet. Saya pun semakin menekuni bidang tersebut," ujarnya bercerita.
Ia menambahkan bahwa zaman dulu sangat susah menjadi seorang atlet, terutama bagi masyarakat daerah. Selain akses, faktor ekonomi juga menjadi tantangan yang berat bagi semua calon atlet.
Sesampainya di Jakarta pun ia harus berjuang membuktikan diri kepada orang-orang yang sempat meremehkan.
"Saya numpang tinggal di rumah teman atau mess. Awal-awal saya di Jakarta, saya pernah terpaksa jadi suruhan orang, dan saya juga pernah di-bully dan dipukul. Tapi saya selalu menguatkan diri saya untuk terus fokus terhadap tujuan utama saya pergi ke Jakarta. Motivasi saya adalah bagaimana harus berprestasi. Saya ingin membuktikan ke orang-orang kalau saya serius ingin menjadi atlet dan bisa jadi yang terbaik," katanya.
Keterbatasan dan aral melintang yang dihadapi Rozak tidak menghalangi dirinya tetap bisa menjadi seseorang yang dapat mengharumkan bangsa Indonesia.
Meskipun terjadi hampir 22 tahun silam, memori manis kemenangannya di Korea Selatan masih sangat melekat bagi pria asal Papua itu.
"Saya disambut dan diarak di bandara, dikalungi bunga, saya sampai menangis. Namun saya juga merasa sedih saat itu karena belum bisa mendapatkan medali emas. Di kampung saya ramai, pada nonton saya di televisi," tambahnya.
Mantan atlet yang juga pernah bekerja menjadi penagih utang selama tujuh tahun tersebut mengatakan bahwa ia memutuskan pensiun pada 1996 akibat cedera cukup serius di bagian lutut. Akhirnya, ia memutuskan menjadi pelatih di beberapa universitas dan sekolah-sekolah, hingga saat ini.
"Harapan saya untuk anak-anak muda di daerah khususnya Papua, harus bisa memaksa diri untuk ke tempat yang lebih berkembang, yang pelatihnya lebih mumpuni. Saya selalu tekankan harus ada lagi atlet dari Papua atau daerah lain yang menjadi legenda di bidang Taekwondo. Saya juga berharap pemerintah memberikan perhatian lebih kepada atlet veteran yang juga telah berjuang mengharumkan nama Indonesia. Saya harap semakin banyak yang peduli dengan kami, para mantan atlet," ungkapnya.
Perjuangan Abdul Rozak kini diteruskan oleh putra-putrinya yang juga merupakan atlet nasional.
"Kita harus selalu bisa mengalahkan diri sendiri, karena godaan seperti apa pun kalau memang dari diri sendiri yang bisa mengontrol maka tidak akan berpengaruh. Sehingga, kita tetap bisa disiplin. itu yang saya ajarkan ke anak didik saya," tutupnya.