Perjalanan Manchester United di Liga Champions musim ini tamat. Anak asuh Ole Gunnar Solskjaer itu angkat koper usai keok 2-3 dari RB Leipzig dan menempati posisi ketiga Grup H.
Kisah manis Setan Merah berujung pahit. Sempat 'ngegas' di empat laga Grup H yang disebut-sebut grup neraka, mereka malah terdepak, mengenaskan.
Bruno Fernandes cs sempat tampil mengejutkan ketika mampu menang 2-1 atas PSG di matchday pertama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di laga selanjutnya mereka juga trengginas ketika menggebuk kuda hitam RB Leipzig 5-0. Skor yang kala itu membuka mata pengkritik bahwa Man United tak bisa bicara banyak di Liga Champions.
Man United sempat kalah 1-2 ketika away ke Istanbul Basaksehir. Kekalahan ini sejatinya adalah bukti bahwa Man United punya penyakit kronis di lini pertahanan.
Di matchday keempat, Red Devils gantian menekuk Istanbul 4-1. Mereka seolah membuktikan masih mampu bisa beringas.
Sampai saat itu, Man United memimpin klasemen dengan sembilan poin. Peluang mereka lolos ke fase gugur 16 besar terbuka sangat lebar.
Man United hanya butuh satu poin alias imbang untuk mengamankan tiket 16 besar. Menjamu PSG di matchday kelima hasil sebaliknya didapat mereka.
Main di kandang sendiri, taji Man United menghilang. Alih-alih menang atau minimal imbang, mereka justru tak berdaya. Skor akhir 1-3 membuat mereka turun tahta ke posisi kedua karena kalah head to head dari PSG.
Peluang lolos sejatinya terbuka di matchday terakhir ketika terbang ke Jerman menghadapi Leipzig, tim yang mereka bantai 5-0 sebelumnya.
Di Stadion Red Bull Arena, Marcus Rashford dan kolega tampil antiklimaks. Tak ada efektivitas yang di atas lapangan, khususnya di babak kedua.
Bahkan di 12 menit pertama, gawang David De Gea sudah kebobolan dua kali setelah Angelino dan Amadou Haidara mampu memanfaatkan kelengahan para bek Man United.
Justin Kluivert kemudian membuat Leipzig menjauh 3-0 di menit 62. Bau-bau balas dendam pembantaian tampaknya bakal terjadi. Beruntung Leipzig tak menambah gol.
![]() |
Sementara Man United, setelah melakukan sejumlah pergantian pemain, sukses memperkecil skor menjadi 2-3 lewat penalti Fernandes dan sundulan Paul Pogba.
Skor tak berubah hingga akhir, sekaligus mengakhiri perjalanan Man United di Liga Champions.
Kapasitas Solskjaer di kursi manajer Man United sebetulnya sudah dipertanyakan di awal musim ini, meski mampu membawa anak asuhnya finis di posisi ketiga klasemen Liga Inggris 2019/2020.
Di awal musim ini, Solskjaer tak bisa membuat penampilan Man United konsisten. Man United loyo di Liga Inggris, tapi mantap di Liga Champions.
Posisi mereka di klasemen Liga Inggris pasang surut. Bahkan Man United sempat sedikit lagi masuk zona degradasi.
Saat ini mereka di tempat ke-6 klasemen dengan 19 poin. Dari 10 laga, Man United menang enam kali, sekali seri, dan tiga kali kekalahan.
Satu yang membuat penampilan Man United tak konsisten terlihat pada formasi. Solskjaer kerap menggunakan formasi yang berbeda-beda.
Pelatih asal Norwegia itu sering menggunakan 4-2-3-1 atau 4-4-2. Tapi tak jarang memakai 3-4-1-2 ketika menghadapi tim-tim dengan karakter menyerang.
Ketidakpakeman formasi itu membuat para pemain pasti kikuk. Ambil contoh ketika kalah dari Leipzig dini hari tadi.
Man United menggunakan 3-4-1-2. Dengan tiga bek dan dua bek sayap Aaron Wan-Bissaka dan Alex Telles diharapkan membuat keseimbangan di lini pertahanan. Apalagi ada dua jangkar Nemanja Matic dan McTomincay.
Lihat saja tiga gol yang bersarang ke gawang De Gea, semua berawal dari umpan pemain Leipzig di sisi kanan dan kiri pertahanan Man United.
Umpan-umpan silang yang diarahkan ke kotak penalti tak mampu diantisipasi dengan baik Harry Maguire cs. Sementara Wan-Bissaka dan Telles tak juga bisa tampil baik di sayap.
Solskjaer juga tak memainkan beberapa pemain yang seharusnya dimainkan seperti Paul Pogba, Donny van de Beek, dan Eric Bailly.
Pogba dan Van de Beek baru diturunkan ketika Man United sudah tertinggal 0-2. Agak terlambat, karena Pogba misalnya bisa dimainkan sejak menit awal.
Pogba yang dalam beberapa pertandingan terakhir sedikit melempem, namun sebetulnya bisa berbuat banyak di lini tengah. Dia bisa bertahan dengan baik, tapi juga bagus dalam mengelola serangan.
Itu terlihat ketika Pogba masuk di babak kedua langsung memberikan dampak. Dia mencetak gol kedua Man United untuk memperkecil skor 2-3.
![]() |
Meski bermain kurang lebih 29 menit, Pogba mampu tampil baik. Selain mencetak gol, dia juga sukses membuat dua umpan kunci. Dia juga membuat 22 operan dengan 17 operan di antaranya akurat selama bermain sejak menit 61.
Total 29 kali Pogba menyentuh bola. Di mana dia juga dua kali menang dalam duel area, satu di antaranya sukses berbuah gol.
Sejatinya, jika Pogba dimainkan sejak awal, mungkin jalannya laga bisa berbeda. Pogba merupakan tipe pemain yang mampu membuat keseimbangan antara lini belakang dengan depan.
Nasi sudah menjadi bubur. Tak ada jalan putar balik. Man United harus tetap melangkah di sisa musim ini.
Sementara Solskjaer, waktunya sudah habis. Dengan kualitas 'medioker' yang dia tunjukkan, sudah saatnya 'Baby Face Assassin' harus jantan menyatakan mundur dan angkat kaki dari Old Trafford.
Namun jika tidak mau, manajemen Man United perlu mengambil langkah pemecatan dan membuka lowongan untuk kursi pelatih.
(har)