ANALISIS

Kuda Hitam Liga Inggris Layu Sebelum Berkembang

Surya Sumirat | CNN Indonesia
Sabtu, 19 Des 2020 07:41 WIB
Tim-tim kuda hitam Liga Inggris lebih banyak yang tumbang di pertengahan musim dalam beberapa musim terakhir.
Southampton menempati peringkat ketiga di pekan ke-13 Liga Inggris. (Michael Steele/Pool via AP)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tim-tim kuda hitam menjadi fenomena di Liga Inggris musim ini merujuk pada Southampton yang sukses bertengger di peringkat ketiga klasemen hingga pekan ke-13.

Akan tetapi, sejak Leicester City juara Liga Inggris 2015/2016, belum ada lagi tim kuda hitam yang setangguh dan sekonsisten The Foxes. Leicester merupakan kuda hitam Premier League sebenarnya.

Sebelum Liga Inggris 2020/2021 dimulai, nama-nama seperti Newcastle United, Everton, hingga klub promosi Leeds United disebut sebagai calon kuda hitam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika musim 2020/2021 berjalan, Newcastle dan Everton berlomba-lomba menunjukkan diri sebagai kuda hitam di Liga Inggris.

Sedangkan posisi Leeds digantikan Aston Villa dan Southampton. Mereka bertekad menembus papan atas guna merusak peta dominasi 'big sixs' atau tim-tim besar di Premier League sejauh ini.

Meski demikian, sampai dengan pekan ke-13, tim-tim kuda hitam itu tidak bertahan lama di papan atas, cenderung kerap bergantian muncul di posisi empat besar.

Newcastle mencoba memberikan kejutan dengan meraih peringkat keempat pada pekan pertama. Namun di pekan kedua giliran Everton di posisi kedua serta Crystal Palace di tempat kelima.

Pada pekan ketiga Liga Inggris musim ini, Leicester di posisi puncak, disusul Everton di tempat ketiga dan Villa di tempat keempat.

The Toffees kemudian di posisi teratas selama tiga pekan, pekan keempat hingga keenam. Sedangkan Aston Villa dua pekan di posisi kedua (pekan keempat dan lima), serta di posisi ketiga di pekan keenam.

Everton's Yerry Mina celebrates after scoring his side's second goal during the English Premier League soccer match between Everton and Brighton at the Goodison Park stadium in Liverpool, England, Saturday, Oct. 3, 2020. (Peter Byrne/Pool via AP)Everton sempat memberikan kejutan di awal musim. (AP/Peter Byrne).

Penurunan posisi dimiliki Everton di pekan ketujuh dengan menempati peringkat keempat, sementara Southampton mulai menanjak di posisi kelima.

Tim asuhan Carlo Ancelotti tersebut hilang dari posisi empat besar pada pekan kedelapan usai kalah 1-3 dari Manchester United. Sebaliknya Southampton di posisi keempat setelah menang 2-0 atas Newcastle.

Southampton kembali menggebrak sejak pekan ke-11 hingga 13. Sukses menahan imbang Arsenal 1-1 pada Kamis (17/11) dini hari waktu Indonesia mengantarkan The Saints ke posisi ketiga klasemen hingga saat ini.

Aston Villa berpotensi mengikuti jejak Southampton yang bisa kembali ke papan atas. Sampai dengan pekan ke-13, Villa baru memainkan 11 pertandingan, menempati peringkat ke-11, dan mengoleksi 19 poin.

Seandainya saja The Villa memenangi dua laga lain dan konsisten meraih hasil positif, maka mereka berpotensi menembus papan atas. Sebagai contoh, apabila saat ini Villa bisa menang dalam dua laga yang belum dimainkan, tim asuhan Dean Smith itu akan meraih 25 poin dan menempati peringkat ketiga klasemen.

Meski demikian, sampai dengan saat ini kebanyakan tim kuda hitam hanya bisa mengejutkan pada 10 pertandingan pertama, terhitung sejak Leicester juara di musim 2015/2016. Selebihnya, papas atas Liga Inggris tetap milik tim-tim besar lama seperti Manchester City, Liverpool, Chelsea, Man United, Arsenal, hingga Tottenham.

Everton pernah di posisi kedua pada pekan kelima musim 2016/2017. Tetapi begitu memasuki pertengahan musim mereka di posisi ketujuh, hingga akhir musim.

Nasib Newcastle lebih tragis di musim 2017/2018. Di peringkat keempat pada pekan kelima, namun di posisi ke-15 pada matchday ke-19.

Inkonsistensi tim-tim kuda hitam dilanjutkan dengan performa Watford di musim 2018/2019. Di tempat keempat pada pekan kelima, namun turun ke posisi tujuh di pekan ke-10 hingga akhirnya di peringkat ke-10 pada matchday ke-19.

Tim-tim kuda hitam tersebut layu sebelum berkembang. Mereka lebih dahulu 'tumbang' di papan tengah bahkan bawah sebelum pertengahan musim, bahkan sebelum musim berakhir.

Leicester City's James Daniel Maddison celebrates after scoring his side's goal during English Premier League soccer match between Liverpool and Leicester City in Anfield stadium in Liverpool, England, Saturday, Oct. 5, 2019. (AP Photo/Jon Super)Leicester City menjadi satu contoh kuda hitam yang tampil konsisten ketika juara Liga Inggris 2015/2016. (AP Photo/Jon Super).

Selain komposisi tim yang kalah kualitas dibanding tim-tim besar, minimnya mental juara dalam diri pemain tim-tim kuda hitam itu jadi faktor pendukung mereka gagal bersaing dengan big sixs.

Everton merekrut tiga pemain baru di bursa transfer Januari musim 2016/2017 dengan mendatangkan Morgan Schneiderlin dari MU, Ademola Lookman dari Charlton Athletic, dan Luke Garbutt dari Wigan, namun tidak juga mengembalikan performa mereka seperti awal musim.

Kondisi Newcastle yang minim pendanaan memaksa pelatih Rafel Benitez hanya bisa meminjam sejumlah pemain seperti seperti Islam Slimani, Martin Dubravka, Kenedy, hingga Adam Amstrong. Pada saat itu, target The Toon Army bukan kembali ke papan atas, melainkan menjauh dari zona degradasi.

Pengalaman tim-tim kuda hitam berbeda jauh dengan tim-tim besar. Man United yang kini mendadak jadi medioker menjadi salah satu contoh.

Pada musim lalu MU terseok-seok di papan tengah dan sulit menembus empat besar. Akan tetapi, perekrutan yang tepat dengan mendatangkan Vruno Fernandes dan meminjam Odion Ighalo membuat Setan Merah sukses mencapai peringkat ketiga pada akhir musim.

GIF Banner Promo Testimoni

Kuda hitam sejati sejauh ini hanya milik Leicester. Sebelumnya, Tottenham Hotspur di era Mauricio Pochettino juga pernah menyandang predikat tersebut.

Setelah juara Liga Inggris pada musim 2015/2016, Leicester kerap menjadi ancaman bagi tim-tim besar dan salah satu tim yang potensial merusak dominasi big sixs.

The Foxes sempat terpuruk pada musim 2016/2017, lalu mencoba bangkit pada dua musim berikutnya. Tim asuhan Brendan Rodgers itu kembali ke 'habitatnya' sebagai kuda hitam pada musim lalu.

Di musim 2019/2020 Leicester 10 pekan di posisi ketiga dan 12 pekan di posisi keempat hingga akhirnya di peringkat kelima pada klasemen akhir.

Pada musim ini, Leicester tidak pernah keluar dari posisi empat besar sejak awal musim. Meski naik-turun, Leicester konsisten tidak menyentuh peringkat kelima atau lebih.

Saat ini, menarik menarik menyimak kelanjutan kiprah tim-tim kuda hitam seperti Southampton atau Everton guna menjadi 'Leicester berikutnya' di Liga Inggris musim ini.

Apakah tim-tim kuda hitam itu bisa bertahan menjaga persaingan hingga akhir musim, atau justru tumbang seperti pengalaman di musim-musim sebelumnya.

(osc)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER