Juventus hanya berjarak satu scudetto lagi untuk mewujudkan mimpi mencetak La Decima atau juara 10 kali beruntun. Namun mimpi Cristiano Ronaldo cs tersebut kini terancam tinggal angan-angan.
Juventus musim ini tak seperti musim-musim sebelumnya. Dari 13 laga, Juventus baru meraih enam kemenangan. Meski baru sekali kalah, namun mereka juga sudah enam kali seri.
Banyaknya hasil imbang di musim ini membuat mereka seperti keteteran mengejar duo Milan di papan atas klasemen Liga Italia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juventus kini duduk di tempat kenam di klasemen. Mereka tertinggal 9 poin dari Inter Milan di posisi kedua, dan 10 poin dari pemuncak klasemen, AC Milan.
Bandingkan dengan musim lalu, dari jumlah laga yang sama Juventus menang 11 kali dan dua kali imbang. Tanpa tersentuh kekalahan, mereka mengemas 35 poin dan kukuh di puncak klasemen.
Sejak musim 2011/2012, Juventus mulai naik takhta. Pada musim itu mereka menggerus dominasi Milan bersaudara yang juara di lima tahun sebelumnya. Rinciannya Inter empat kali scudetto, Milan sekali meraihnya.
Sejak mengambil alih kekuasaan itu, 'rezim' Juventus berlanjut di Liga Italia. Tak tanggung-tanggung, sembilan tahun Juventus mendominasi dengan selalu keluar sebagai juara di akhir musim.
Sembilan gelar scudetto itu diraih Bianconeri bersama tiga pelatih berbeda. Yakni Antonio Conte, Massimiliano Allegri, dan Maurizio Sarri.
Scudetto terakhir di musim lalu dipersembahkan Sarri bak sebuah kado perpisahan manis karena dipecat manajemen Juventus.
Menjelang musim 2020/2021, Juventus menunjuk Andrea Pirlo sebagai suksesor Sarri yang sukses meneruskan dominasi Juventus di bawah kendali Conte dan Allegri. Penunjukkan itu menjadi debut kepelatihan Pirlo usai pensiun.
![]() |
Meski begitu misinya sama, Juventus harus tetap mendominasi Liga Italia dan mengakhiri musim dengan scudetto ke-10 beruntun alias La Decima. Tentu saja, capaian itu--jika terwujud--bakal tercatat di buku rekor persepakbolaan Italia.
Namun setelah 13 laga Liga Italia musim ini berlalu, tampaknya misi kembali mendominasi Serie A tersebut terancam tinggal mimpi, yang menguap lalu lenyap disapu hasil-hasil tak memuaskan.
Sebagai pemain, Pirlo salah satu yang terbaik di posisinya. Dengan berposisi deeplying playmaker, Pirlo punya visi bermain yang jelas.
Dia tahu harus bagaimana mengatur ritme pertandingan. Umpan-umpan terukur juga jadi bukti sahih kejeniusnnya melanskap pertandingan.
Visi dan gaya bermain itu yang coba diimplementasikan Pirlo sebagai peracik strategi Juventus. Sebagaimana di awal musim ia menyatakan suka menggunakan formasi 4-3-3, meski ada plan B dan C, yakni 3-5-2 atau 3-4-1-2.
Pirlo menginginkan para pemainnya dinamis di lapangan, baik saat menyerang maupun ketika bertahan. Sejauh ini, Pirlo tak bermain pragmatis seperti Sarri.
Jika Sarri kerap memperkuat pertahanan dan menyerang balik dengan Cristiano Ronaldo sebagai pusat permainan, hal berbeda dilakukan Pirlo. Meski sama-sama mengandalkan Ronaldo sebagai tumpuan, namun Pirlo lebih menginstruksikan para pemainnya juga memainkan ball possesion.
![]() |
Eks pemain Inter dan Milan itu ingin anak buahnya bergerak luwes di lapangan dan tak terpaku pada formasi yang diterapkan. Selain itu, Leonardo Bonucci dan kolega juga diminta untuk bermain atraktif nan ofensif.
Namun kenyataannya hal tersebut belum 100 persen terealisasi. Juventus-nya Pirlo masih sama saja dengan era Sarri. Terlalu mengandalkan CR7 dan berharap dia bisa memenangkan pertandingan seorang diri.
Candu Ronaldo itu sebetulnya kentara ketika sang megabintang mengidap Covid-19 Oktober lalu. Ada tiga pertandingan dilewatkan Ronaldo saat menjalani karantina.
Tiga laga itu berakhir buruk. Juventus ditahan imbang Crotone dan Hellas Verona 1-1. Mereka juga keok 0-2 dari Barcelona.
Rapor kemenangan Juventus bersama Ronaldo memang sangat besar, yakni 10 kali di semua ajang, termasuk kala melumat Barcelona 3-0 di matchday terakhir Grup G Liga Champions.
Tentu saja candu ini sangat tidak baik buat Juventus. Meski masih tampil hebat di usia 35 tahun, namun Ronaldo bukan mesin. Ada kalahnya dia tak perform seperti kala melawan Fiorentina.
Karena itu, Pirlo harus benar-benar memikirkan solusi permainan tanpa Ronaldo atau ketika eks Real Madrid itu tengah buntu di lapangan.
Pirlo juga tak perlu munafik jika harus menerapkan gaya pragmatis ala Sarri.
Sebab sepak bola, selain pertunjukkan hiburan, juga bicara hasil akhir. Bahwa kemenangan harus diraih ketika 90 menit pertandingan selesai, bagaimanapun caranya. Tiga poin hanya bisa diraih dengan mencetak gol ke gawang lawan.
Tanpa mencetak gol, maka tak ada kemenangan. Tak meraih kemenangan, maka juga tak ada gelar juara terlebih lagi untuk La Decima.
(sry)