Bintang badminton Indonesia, Hendra Setiawan mengakui bahwa gagal karena dipaksa mundur seperti di All England 2021 lebih mengesalkan dibandingkan kalah di lapangan.
Hendra Setiawan termasuk salah satu dari rombongan skuad Indonesia yang dipaksa mundur dari All England dan harus menjalani isolasi. Duet Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan sendiri sempat bertanding dan memenangkan babak pertama melawan Ben Lane/Sean Vendy dari Inggris.
Bagaimana pengalaman Hendra menghadapi tragedi Indonesia dipaksa mundur dari All England, berikut wawancara CNNIndonesia.com dengan Hendra Setiawan pada Jumat (19/3) tengah malam WIB:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Halo, Hendra Setiawan. Apa kabar, bagaimana kondisi isolasi?
Ini hari kedua isolasi. Ya, saya di kamar saja sama Ahsan.
Dimana lokasi isolasinya?
Di hotel yang sama dengan kemarin. Kamarnya sama. Cuma kami tidak boleh keluar kamar. Namun karena satu lantai diisi pemain Indonesia, terkadang bisa ke kamar sebelah.
![]() |
Bagaimana kontrol dari National Health Service [NHS] Inggris?
Tidak ada. Cuma ada peraturan dari hotel saja, tidak boleh turun dan harus di kamar saja. Makan harus pesan, siang dan malam. Sedangkan pagi dapat sarapan. Keseharian sama saja, makan masih harus beli.
Berarti tidak ada tanggungan makan dari pihak BWF atau NHS untuk isolasi ini?
Makanan tidak ditanggung. Kalau makan, beli sendiri nanti dianter ke kamar. Ditaruh di depan pintu.
Bisa diceritakan momen saat pengumuman dipaksa mundur itu datang?
Setelah main, saya terus ke pelatih. Di situ ada Koh Herry [Iman Pierngadi], Koh Iwan, dan Kak Rionny Mainaky. Saya bingung 'kenapa pada diam saja?' Lalu mereka bilang kita disuruh pulang.
Ternyata sebelum saya itu kan si Jojo [Jonatan Christie], dia habis main juga terus langsung disuruh pulang. Jojo sudah dapat kabar. Saya main setelah Jojo.
Seharusnya kalau Jonatan sudah dapat kabar, BWF tidak mengizinkan Ahsan/Hendra bermain?
Saya kurang tahu bagaimana. Saat Jojo main, saya pemanasan. Saat saya masuk lapangan, Jojo sudah keluar. Ternyata dia sudah disuruh balik ke hotel bersama dokter dan fisioterapis.
Ginting, Fajar/Rian, Praveen/Melati belum ke stadion karena mereka jadwalnya masih lama.
![]() |
Lalu, bagaimana perasaan anda setelah pengumuman tersebut disampaikan?
Perasaan saya kaget dan kesal. Karena ini terjadi setelah kami sudah beberapa hari sejak datang, kami sudah dites, sudah latihan.
Apa yang seharusnya dilakukan BWF terhadap situasi seperti ini?
Hal ini baru kali ini terjadi selama saya main. Di Thailand itu sistemnya bagus, pakai sistem bubble. Kami seminggu lebih dulu di sana sebelum turnamen dimulai. Sudah jelas peraturannya.
Seharusnya di sini, dengan ada peraturan seperti itu, harusnya BWF meminta peserta untuk 10 hari sebelumnya tiba di sini. Isolasi, tes, kemudian baru bebas bermain.
Kalau di Thailand, hanya yang positif saja yang tidak boleh main. Ternyata peraturan di sini beda lagi.
Masih kecewa saat ini?
Hari ini sudah tidak terlalu. Saat ini harapannya hanya bisa bisa pulang secepatnya.
Lebih kesal mana kalah di lapangan atau gagal karena hal seperti ini?
Lebih kesal ini. Hahaha..
Sebagai pemain yang berstatus profesional, bagaimana pembiayaan selama karantina?
Saya belum menghitung lagi. Kalau ke sini biasanya habis 50 juta-an per orang [bersama Ahsan].
Dengan usia 36 tahun, apakah All England tahun ini jadi All England terakhir Hendra?
Enggak sih. Kita semua belum tahu ke depan seperti apa namun maunya sebisa mungkin main selama mungkin. Maksudnya saya tidak kasih batasan.
Bagaimana komentar terhadap dukungan banyak pihak di Indonesia terhadap tim Badminton Indonesia?
Barusan Pak Dubes [Desra Percaya] datang. Kami akan pulang hari Minggu [21/3] lewat London. Pak Dubes yang membantu. Sesaat lagi saya akan swab. Untuk terbang butuh hasil swab negatif.
Harapan untuk BWF?
Saya berharap besok lebih jelas peraturannya, ada kejelasan antara BWF dengan negara penyelenggara setempat. Kalau dari negara setempat ada peraturan tentang karantina 10 hari, sebaiknya diharuskan sampai di negara tersebut 10 hari sebelumnya.