Bintang Persija asal Italia Marco Motta menyebut makanan di Indonesia terlalu banyak yang digoreng dan tidak baik bagi seorang atlet profesional.
Hal ini diungkapkan mantan pemain Juventus tersebut dalam video wawancara Persija di kanal Youtube. Motta menyebut makanan yang digoreng tidak baik untuk pesepakbola yang sedang tampil dalam kompetisi.
"Saya sedikit [mencoba makanan Indonesia]. Kamu tahu kenapa? Karena saya pemain sepak bola. Saya tidak boleh makan sembarangan. Di sini banyak yang menyukai makanan yang digoreng. Itu tidak bagus untuk sepak bola," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokter tim PSIS Semarang yang juga mantan dokter Timnas Indonesia, Alfan Nur Asyhar sepakat dengan pendapat Motta. Apalagi jika gorengan yang dikonsumsi tersebut dibeli dan bukan dari rekomendasi tim.
"Kebanyakan pemain itu membeli gorengan di luar. Biasanya minyak itu sudah digunakan berkali-kali. Kalau istilah Jawanya, minyak jelantah. Minyak jelantah itu kandungan asam lemak jenuhnya tinggi," kata Alfan.
"Kemudian dalam metabolisme tubuh menumpuk dan bisa jadi kolesterol jahat [trigliserida, LDL]. Efeknya bermacam-macam," tulis Alfan dalam pesan tertulis ke CNNIndonesia.com pada Kamis (6/1) sore.
Menurut Alfan, efek yang timbul bisa membuat tubuh atlet mengalami penyumbatan pembuluh darah. Jika itu terjadi pada akhirnya nutrisi oksigen yang beredar ke seluruh tubuh akan jadi terhambat juga.
Selanjutnya berpengaruh pada otak, karena asupan oksigen ke tubuh dan otomatis ke otak juga berkurang. Hal ini yang membuat atlet sangat dianjurkan menghindari makanan yang digoreng dalam proses penyajiannya.
![]() |
"Seorang atlet butuh suplai [oksigen] yang cepat dan maksimal, sehingga berpengaruh pada performa si atlet. Misalnya reaksi mereka untuk menerima instruksi agak sedikit lambat," ucap Alfan.
Jebolan Universitas Islam Indonesia ini berpendapat, sejatinya pemain Indonesia bisa bersaing dengan pemain dari manca negara dalam urusan ketahanan tubuh. Hanya saja itu tergantung dari gaya hidup pemain.
"Sebenarnya pemain Indonesia ini bisa bersaing dengan pemain luar seperti Eropa, Asia, dan Asia Tenggara. Hanya saja permasalahannya ada dua, kesadaran serta kedisiplinan perlu dibenahi," tulis Alfan.
"Kesadaran dalam artian dia itu atlet ya hidup seperti atlet. Mulai dari dia makan, istirahat, recovery, minum, mereka mesti sadar, saya adalah seorang atlet," ucap lelaki yang masuk bagian Satgas Covid-19 Liga 1 2021/2022 ini.
(abs/jun)