Bukan tanpa alasan gas air mata dilarang dalam pengamanan massa di dalam stadion. Tragedi di Stadion Kanjuruhan menambah panjang daftar perih dan menyesakkan penggunaan gas air mata untuk melerai massa.
Gas air mata adalah barang terlarang dalam regulasi FIFA soal Keselamatan dan Keamanan Stadion. Larangan FIFA termaktub dalam Bab III tentang Stewards, pasal 10 soal Steward di pinggir lapangan.
"Dilarang membawa atau menggunakan senjata api atau gas pengendali massa," tulis regulasi FIFA tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gas air mata sudah menjadi biang kerok dari sebuah tragedi sepak bola di Peru pada 1964 ketika tuan rumah menjamu Argentina.
Saat wasit membuat keputusan yang memantik emosi, suporter masuk ke lapangan. Kejadian tersebut kemudian direspons dengan tembakan gas air mata dari polisi ke kerumunan.
Sebanyak 328 korban jiwa menjadikan tragedi di Peru sebagai insiden paling mematikan dalam sepak bola. Kematian disebut terutama terjadi karena orang-orang mengalami pendarahan internal atau sesak napas akibat terbentur.
Di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10), tembakan gas air mata juga ditujukan ke arah suporter. Menurut suporter-suporter yang berada di lapangan dan selamat, polisi melepaskan gas air mata guna meredam massa yang sempat masuk ke lapangan usai wasit meniup peluit panjang laga Arema vs Persebaya Surabaya.
Hingga laporan resmi pada Minggu (2/10) pukul 11.00 WIB ada 130 korban meninggal dan menjadikan insiden ini yang terburuk di Indonesia.
Sebelum di Kanjuruhan, sebuah bencana lapangan hijau yang juga terjadi karena gas air mata terjadi di Stadion Accra, Ghana, pada 9 Mei 2021.
Kekecewaan fans Asante Kotoko usai kekalahan tim favoritnya dari Accra Hearts of Oak berbuah lemparan kursi plastik dan botol ke lapangan. Polisi membalas dengan menembakkan gas air mata ke kerumunan.
Kepanikan dan kericuhan terjadi saat fans berusaha melarikan diri. Penguncian beberapa pintu keluar juga turut berperan dalam insiden yang menewaskan 126 orang.
Dikutip dari amnesti internasional paparan gas air mata menyebabkan sensasi terbakar dan memicu mata berair batuk, rasa sesak di dada dan gangguan pernafasan serta iritasi kulit.
Dalam banyak kasus, efek gas air mata mulai terasa dalam 10 hingga 20 menit. Namun demikian, efek gas air mata memiliki dampak yang berbeda ke tiap orang. Anak-anak, perempuan hamil dan lansia lebih rentan terhadap efeknya. Tingkat keracunan dapat berbeda pula bergantung dari spesifikasi produk, kuantitas yang digunakan, dan lingkungan di mana gas air mata ditembakkan. Kontak dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan beberapa risiko kesehatan.
(nva/har)