Volunteer memegang peran penting dalam penyelenggaraan SEA Games 2023 Kamboja. Tanpa kehadiran mereka, pesta olahraga Asia Tenggara tak bakal sukses terselenggara.
Muhammad Fahry, salah satu volunteer asal Indonesia di SEA Games 2023 menceritakan pengalamannya jadi orang di balik layar multi-cabang terbesar Asia Tenggara edisi ke-32 tersebut.
Ia mengatakan, sukarelawan dari Indonesia yang bertugas di SEA Games 2023 ada enam orang. Mereka tersebar di beberapa cabang olahraga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Volunteer asal Indonesia ada enam. Di angkat sesi tiga, water polo satu, voli satu, sepak takraw satu," kata Fahry kepada CNNIndonesia.com.
Pemuda asal Cirebon itu mengaku dapat informasi tentang pendaftaran volunteer SEA Games 2023 dari sesama eks sukarelawan ajang olahraga sebelumnya.
Fahry merupakan volunteer di Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018 yang digelar di Indonesia.
"Saya tahu info volunteer ini dari grup anak-anak Asian Games dan Para Games. Dari grup-grup itu saling sharing volunteer ada di mana saja, ya sudah daftar," ucap Fahry.
Seluruh pendaftaran dilakukan secara daring melalui situs resmi. Selain itu, proses pelatihan juga dilakukan jarak jauh. Sehingga Fahry dapat langsung bertugas setelah sampai di Kamboja.
Ia kedapatan bertugas dari 3-18 Mei 2023. Saat ditanya tantangan sebagai volunteer di luar negeri, bahasa menjadi persoalan tersendiri bagi pemuda yang baru lulu dari UIN Yogyakarta itu.
"Perbedaannya dengan jadi volunteer di Indonesia tentu bahasanya. di sini paling harus koordinasi dengan orang lokal, supir, jadi masalahnya di bahasa karena supir juga tidak bisa Bahasa Inggris," ujar dia.
Selain itu, kesulitan lain yang dihadapi volunteer asal Indonesia adalah soal transportasi dan makanan. Fahry mengatakan, panitia penyelenggara tidak menyediakan transportasi dan makanan halal selama di Kamboja.
"Di sini ikut-ikut bis saja, tapi sekarang sudah enggak ditanggung lagi karena jadwalnya sudah beda-beda kami volunteernya. Jadinya naik tuk tuk saja bayar sendiri," kata Fahry.
"Terus tadinya dijanjikan makanan halal, tapi ujung-ujungnya enggak sepenuhnya halal juga. Jadi harus cari sendiri," ujar Fahry menambahkan.
Tiket pesawat pergi dan pulang pun harus ditanggung sendiri. Dengan pemberian uang transportasi sebesar US$15 dolar atau sekitar Rp225 ribu per hari, secara matematis tentu pemasukan yang diterima tidak sebanding dengan pengeluarannya.
Namun, besar pasak daripada tiang tak jadi persoalan karena bukan uang yang dicari oleh Fahry dan volunteer asal Indonesia lainnya. Menurutnya, pengalaman dan kesempatan mendukung atlet Indonesia lebih penting dari sekadar mengincar materi.
"Saya ingin menambah pengalaman di sini, menambah koneksi juga karena ikut di ajang luar negeri. Selain itu, saya juga bisa mendukung langsung tim Indonesia di sini," kata Fahry.
(ikw/rhr)