OBITUARI

Sven Goran Eriksson, Taklukkan Eropa dan Jadi Rival Indonesia

CNN Indonesia
Senin, 26 Agu 2024 19:30 WIB
Sven Goran Eriksson merintis karier sebagai pelatih sejak usia di bawah 30 tahun. (AFP PHOTO / ISSOUF SANOGO)
Jakarta, CNN Indonesia --

Jika berbicara sepak bola Swedia pada tahun 1990-an maka Sven Goran Eriksson adalah salah satu nama yang akan disebut.

Sebelum Swedia mengejutkan dengan tampil sebagai penghuni peringkat ketiga di Piala Dunia 1994, ada sosok Eriksson yang lebih dulu mengharumkan nama salah satu negara Skandinavia tersebut.

Eriksson tak mencuat sebagai pemain, melainkan sebagai pelatih. Pria kelahiran 5 Februari 1948 itu lebih dulu menjadi pemain, namun kariernya berlangsung cepat. Pada 1975 ketika usianya 27 tahun, Eriksson memilih gantung sepatu.

Mengubur impian menjadi pemain profesional, Eriksson lantas mengajukan diri sebagai asisten pelatih di tim Degerfors pada 1977. Pelatih di klub tersebut adalah Tord Gripp yang pernah menjadi juru taktik Timnas Indonesia U-23 pada pertengahan 1990-an.

Ketika Gripp ditarik menjadi asisten pelatih Swedia, Eriksson pun menjadi pelatih utama Degersfors dan membawa klub tersebut ke divisi kedua kompetisi sepak bola di Swedia.

Klub kenamaan Swedia IFK Goteborg kemudian menggaetnya sebagai pelatih dari 1979 sampai 1982. Goteborg menjadi batu loncatan Eriksson ke luar negeri. Eriksson kemudian menjadi pelatih Benfica, Roma, Fiorentina, dan Sampdoria. Perjalanan karier Eriksson di klub-klub tersebut terjadi pada 1982 hingga 1997.

Nama besar Eriksson sebagai pelatih kemudian menjadi makin menanjak setelah meraih sukses bersama Lazio pada 1997 hingga 2001. Gelar juara di kompetisi dalam negeri hingga kontinental jadi pembuktian Eriksson.

Setelah menyudahi kiprah bersama Gli Aquilotti, Eriksson lantas menangani Timnas Inggris. Sayang ketika itu tiada gelar yang dipersembahkan Eriksson untuk Inggris.

Sempat kembali menangani klub ketika dikontrak Manchester City pada 2007/2007, Eriksson lantas memoles timnas Meksiko pada 2008 hingga 2009. Pantai Gading menjadi pelabuhan selanjutnya pada 2010.

Leicester City sempat masuk dalam daftar tim yang ditangani Eriksson pada 2010/2011. Sempat istirahat dua tahun, Eriksson kemudian mencoba peruntungan di klub-klub China seperti Guangzhou, Shanghai SIPG, dan Shenzhen.

Karier kepelatihan Eriksson yang terakhir adalah menangani Filipina pada 2018-2019.

Saat menangani The Azkals, Eriksson pernah bertemu dengan Timnas Indonesia tepatnya pada Piala AFF 2018. Ketika itu tim Merah Putih bermain imbang tanpa gol dengan Filipina.

Pelatih yang kerap menggunakan formasi 4-4-2 dengan sederet kombinasi yang cair di lapangan pernah menjadi juara UEFA bersama Goteborg dan Piala Winners saat menangani Lazio. Piala Super Eropa juga sempat diangkatnya saat bersama tim asal ibu kota Italia tersebut.

Sementara gelar juara kompetisi di sebuah negara dirasakan Eriksson ketika menangani Benfica dan Lazio.

Satu hal yang erat dengan Eriksson adalah gelar turnamen. Pelatih yang turut membesarkan nama-nama pemain seperti Alessandro Nesta, Juan Sebastian Veron, Pavel Nedved, dan Roberto Mancini itu meraih gelar turnamen ketika menangani Goteborg, Benfica, Roma, Sampdoria dan Lazio.

Eriksson juga diyakini memiliki pengaruh kepada para mantan anak asuh yang kini menjadi pelatih seperti Simone Inzaghi, Diego Simeone, dan Mancini.

Lama tak berkiprah di lapangan hijau, kabar Eriksson divonis menderita kanker pankreas muncul pada awal 2024. Ketika itu Eriksson divonis paling lama hanya dapat bertahan setahun. Senin (26/8), Eriksson meninggal dunia.

Selamat jalan Sven Goran Eriksson.



(nva/jal)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK