Raymond Indra/Nikolaus Joaquin berhasil memenangkan Australia Open 2025. Berikut wawancara CNNIndonesia.com dengan Chafidz Yusuf, pelatih yang memasangkan Raymond/Joaquin di awal tahun.
Raymond/Joaquin menjalani debut turnamen Super 500 di Australia Open. Tak disangka, Raymond/Joaquin bisa mengakhiri perjalanan dengan gelar juara di tangan.
Kemenangan Raymond/Joaquin itu membuat mereka kini mulai disorot banyak orang. Di tahun ini, Raymond/Joaquin sudah memenangkan total enam gelar. Mereka merangkak dari turnamen International Series hingga Super 500.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut wawancara Chafidz Yusuf, pelatih pratama ganda putra soal Raymond/Joaquin:
Bagaimana penampilan Raymond/Joaquin saat menghadapi Fajar/Fikri di Final Australia Open?
Kalau dari segi penampilan, soal teknis, mereka bisa memberikan performa yang maksimal, mengeluarkan hal-hal yang mereka punya. Mereka bisa mempersiapkan dengan baik, dari segi non teknis maupun non teknis.
Tapi yang lebih dari mereka itu adalah kesiapan mental. Mereka secara non teknis, bisa mengeluarkan. Itu kelebihan mereka dari soal non teknisnya.
Kalau sehari-hari sebenarnya, bagaimana Raymond/Joaquin menghadapi senior-senior di Pelatnas Cipayung?
Ya menang-kalah juga. Artinya memang sejak awal program kami itu awalnya bagaimana bisa melawan pemain-pemain senior, pemain-pemain papan atas. Setelah bisa mencapai target bisa memberikan perlawanan, baru berpikir bagaimana caranya menang.
Bagaimana Mas Chafidz melihat Raymond/Joaquin di awal pasangan?
Saya mengamati beberapa pemain terus saya mengambil keputusan melalui feeling saya bahwa Raymond/Joaquin ini ada kompetensi untuk terus lanjut.
Dari segi long term, mereka berdua mempunyai karakter dan mempunyai tujuan yang kuat. Kalau ingin jadi pemain dunia, harus seperti itu. Mereka serius saat berlatih.
Mereka juga pendengar yang baik. Jadi apa yang kami berikan pada mereka, apa yang kami sampaikan pada mereka, mereka melakukan dengan maksimal.
Raymond/Joaquin merangkak dari turnamen level bawah di tahun 2025. (ANTARA FOTO/Yudi Manar) |
Mas Chafidz baru masuk ke Pelatnas di awal 2025 dan Raymond/Joaquin langsung dipasangkan lalu baru mulai main di Februari 2025. Bagaimana prosesnya?
Saat saya masuk, saya sudah dengar penunjukkannya di ganda putra. Saya juga sebelumnya sudah mengikuti nama-nama pemain yang ada.
Saya butuh waktu kira-kira dua minggu untuk mengamati dan memutuskan. Begitu dua minggu saya memutuskan bahwa ini partner sama ini, ini sama ini.
Waktu Raymond dan Joaquin dipasangkan, sama sekali tidak ada keberatan. Pertimbangan saya adalah kemampuan individu. Yang kedua, saya harus lihat kebutuhan ke depan seperti apa.
Kalau Raymond dengan Joaquin, dua-duanya punya power. Dua-duanya punya speed. Itu dasar saya untuk mematenkan mereka.
Saya selalu melihat jauh ke depan. Kalau melihat ke depan, selain kemampuan individu, itu bisa berdasarkan dari kebutuhan power, postur tubuh, karakter, seperti itu.
Apakah berarti Raymond dan Joaquin adalah pemain nomor satu dan dua dalam segi individu?
Kalau nomor 1-2, enggak. Karena saat itu kemampuan hampir rata. Cuma, kalau saya melihat pasangan ini, seperti ada gambaran bahwa ini benar-benar potensi yang harus dimaksimalkan.
Kembali lagi pada feeling masing-masing pelatih.
Sebenarnya apa yang membedakan soal serius atau tidaknya seorang pemain?
Jadi gini, kalau seorang pemain itu kelihatan dalam sehari-hari Contoh: Dia melakukan program latihan, serius gak?
Apakah dia melakukan semua apa yang kita berikan?
Dia perhatikan atau enggak?
Terus, dia ada kemauan untuk latihan tambahan atau enggak?
Meskipun semua program kita berikan, antara yang benar-benar mau sama yang enggak, kan kelihatan.
Dengan prestasi di Australia, Raymond/Joaquin bakal disorot terlebih prestasi badminton Indonesia lagi kurang bagus. Bagaimana pesan Mas Chafidz untuk hal itu?
Dengan adanya prestasi ini otomatis tuh kan ada faktor-faktor non teknis. Mungkin beban mental, terus dia juga harus menjaga konsistensi.
Arahan saya, selama ada prestasi, tidak boleh cepat puas dan harus merasa belum apa-apa saja.
Raymond/Joaquin punya kepercayaan diri yang bagus di lapangan. (Arsip PBSI) |
Raymond dan Joaquin masih sering telepon habis pertandingan?
Joaquin dan Raymond itu pendengar yang baik. Mereka mau belajar. Jadi sebelum main, mereka juga minta arahan.
Mereka sebelum main juga minta arahan strategi yang mau dilakukan. Setelah main, mereka juga minta koreksi. Jadi saya kasih koreksi.
Saya kan juga mempelajari calon lawan. Kalau lawan ini, harus pakai pola ini. Nyerangnya di mana. Ada arahan seperti itu dan mereka mendengarkan.
Terus apakah saat lawan Fajar/Fikri, Coach Chafidz juga kasih arahan karena terhitung beda sektor (utama dan pratama)?
Enggak, enggak [kasih instruksi strategi khusus]. Kalau lawan senior, mereka kan sedikit-banyak sudah cukup tahu. Kemarin saya bilang yang penting maksimal. Tunjukkin main yang bagus.
Kalau dilihat Raymond/Joaquin, mereka main penuh percaya diri dan berani selebrasi serta bergaya di lapangan. Itu bagaimana menurut Mas Chafidz?
Saya lihat positifnya. Dari segi kepercayaan diri, keyakinan, kemauan menangnya itu bagus. Jadi problem-problem nonteknisnya, tidak begitu terlihat.
Saya selalu ingatkan bahwa kalau di lapangan, apapun bentuknya, kami bentuk pemain itu harus seperti seorang petarung. Kalau petarung itu, apapun yang terjadi, tidak mau kalah.
Benar-benar harus berani. Kami bentuk semua jadi pemenang. Bagaimana caranya punya jiwa patriot, bisa jadi seorang petarung di lapangan.
Baca lanjutan wawancara ini di halaman berikut >>>